12
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Demam Berdarah Dengue DBD
2.1.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue DBD
Pengertian demam berdarah dengue DBD adalah penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak, ditandai dengan panas tinggi, perdarahan dan
dapat menimbulkan renjatan syock dan kematian dan termasuk dalam salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah Depkes RI 1995:1 .
2.1.1.2 Etiologi DBD
Virus dengue termasuk Flavivirus dan mempunyai 4 serotype yaitu DEN- 1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi oleh salah satu serotype akan menimbulkan
antibodi terhadap serotype yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotype lain sangant kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dapat terinfeksi 3 atau 4 serotype selama hidupnya. Ke
4 serotype virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia Dinkes Prov Jateng 2006:25.
2.1.1.3 Gejala klinis
Berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, kriteria klinis penyakit DBD sebagai berikut :
1 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari
13
2 Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan
1 Uji tourniquet positif
2 Ptechiae, echimosis, purpura
3 Perdarahan mucosa, epistaxis, perdarahan gusi
4 Hematemesis dan atau melena
3 Pembesaran hati
4 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah Dinkes Prov Jateng 2006:26.
2.1.1.4 Patogenesis
Penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti meskipun juga dapat ditularkan oleh Aedes albopictus
yang hidup di kebun. Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu menghisap darah penderita penyakit demam berdarah dengue atau orang tanpa gejala sakit
yang membawa virus itu dalam darahnyacarier Srisasi Ganda Husada, 1998:235.
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah dengue DBD. Virus dengue dalam
darah selama 4-7 hari, mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke
dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya.
Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap
14
untuk menularkan kepada orang lain masa inkubasi eksentrik. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk seopanjang hidupnya Dinkes Prov Jateng,
2006:25. Pada suhu 30 C, di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti memerlukan
waktu 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ektrinsik dari lambung sampai ke kelenjar ludah nyamuk Depkes RI, 2002:1. Nyamuk Aedes aegypti
yang telah menghisap virus dengue ini akan menjadi penular infektif sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk menggigit,
sebelumnya menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya proboscis, agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur
inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke manusia. Penularan demam berdarah dengue dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya.
Menurut teori infeksi sekunder, seseorang dapat terserang demam berdarah dengue, jika mendapat infeksi ulangan dengan virus dengue tipe yang berlainan
dengan infeksi sebelumnya. Infeksi dengan satu tipe virus dengue saja, paling berat hanya akan menimbulkan demam dengue tanpa disertai perdarahan Dinkes
Prov Jateng, 2006:25. 2.1.1.5
Diagnosis Diagnosis klinis DBD ditegakkan sebagai penderita DBD apabila demam
tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan uji tourniquet positif, trombositopenia
100.000µl atau kurang dan hemokonsentrasi peningkatan hematokrit 20 atau lebih Dinkes Prov Jateng, 2006:26.
15
2.1.1.6 Derajat DBD
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat sebagai berikut : 1
Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet. 2
Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain. 3
Derajat III Di dapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun 20 mmHg atau kurang atau hipotensi, sianosis di sekitar mulit, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
4 Derajat IV
Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak teratur. Adanya trombositopenia disertai hemokonsentarasi membedakan DBD
derjat I atau derajat II dengan Demam Dengue. Pembagian derajat penyakit dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa Dinkes Prov Jateng, 2006:27.
2.1.1.7 Epidemiologi
Waktu yang pasti kapan demam dengue pertama kali dilaporkan di dunia tidak diketahui. Namun tiga orang ahli, yang dianggap sebagai perintis penguraian
gejala klinis demam dengue, Al Jabarti di Kairo Mesir tahun 1770, David Bylon tahun 1779 di Batavia, dan Benyamin Rush di Philadelphia tahun 1780 Soegeng
Soegijanto, 2002:45-46. Sedangkan istilah DHF mula-mula dikemukakan oleh
16
Quintos dan kawan-kawan di Manila pada anak-anak pada tahun 1954. Penyakit dengue merupakan penyakit endemik di Indonesia, tetapi dalam jarak 5 sampai 20
tahun dapat timbul letusan epidemi. Demam berdarah dengue DBD di Indonesia, pertama kali dicurigai berjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian
virologik baru diperoleh pada tahun 1970. DHF pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh Swanda 1970 yang kemudian secara drastis meningkat dan
menyebar ke seluruh Dati I di Indonesia. Data yang terkumpul dari tahun 1968- 1993 menunjukkan DHF dilaporkan terbanyak terjadi pada tahun 1973 sebanyak
10.189 pasien dengan usia pada umumnya di bawah 15 tahun. Penelitian di Pusat Pendidikan Jakarta, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya menunjukkan bahwa
DHF juga ditemukan pada usia dewasa dan terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pasien Sjaifoellah Noer, 1996:417.
2.1.2 Pencegahan Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
2.1.2.1 Pencegahan DBD
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu : 1
Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan pemberantasan sarang nyamuk PSN, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia,
dan perbaikan desain rumah. Sebagai berikut :
17
1 Menguras bak mandipenampungan air, sekurang-kurangnya sekali seminggu.
2 Menggantimenguras vas bungadan tempat minum burung seminggu sekali.
3 Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
4 Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas, dan ban bekas di sekitar rumah
anda, dsb. 2
Biologis Pengendalian biologis antara laindengan menggunakan ikan pemakan
jentik ikan aduikan cupang dan bakteri. 3
Kimiawi Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan dengan
menggunakan malathion dan vention, berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate temetphos
pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dsb M Wahid Muslim, 2008.
2.1.2.2 Pengendalian vektor
Cara paling efektif dari pengendalian vektor adalah penatalaksanaan lingkungan, yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pemantauan aktivitas untuk modifikasi atau manipulasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah atau mengurangi perkembangan vektor
dan kontak manusia-vektor-patogen. Di Asia dan Amerika, Aedes aegypti berkembang biak terutama pada wadah yang dibuat manusia, sementara di
Afrika, mereka berkembangbiak baik pada wadah alamiah, seperti lubang pohon dan lipatan daun, dan pada wadah buatan.
18
Pada tahun 1980, the WHO expert Committee on Vector Biology and Control
mendefinisikan tiga tipe penatalaksanaan lingkungan : 1
Modifikasi Lingkungan Transformasi fisik jangka panjang dari habitat vektor.
2 Manipulasi Lingkungan
Perubahan temporer pada habitat vektor sebagai hasil dari aktivitas yang direncanakan untuk menghasilkan kondisi yang tidak disukai dalam perkembang
biakan vektor. 3
Perubahan Pada Habitat Atau Perilaku Manusia Upaya untuk mengurangi kontak manusia-vektor-patogen.
WHO, 1999:76-77. 2.1.2.3
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue PSN DBD 1
Pengertian Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue PSN DBD
adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD Aedes aegypti di tempat-tempat perkembanbiakannya.
2 Tujuan
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
3 Sasaran
Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD 1
Tempat penampungan air TPA untuk keperluan sehari-hari. 2
Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari non-TPA.
19
3 Tempat penampungan air alamiah.
4 Ukuran Keberhasilan
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan angka bebas jentik ABJ, apabila ABJ lebih atau sama dengan 95 diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Pemeriksaaan jentik dapat dilakukan dengan dua metode survey :
1 Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik disetiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
2 Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Biasanya dalam program DBD
menggunakan cara visual. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes
aegypti :
1. Angka bebas jentik ABJ
Jumlah rumahbangunan yang tidak ditemukan jentik Jumlah rumahbangunan yang diperiksa
2. House index HI
Jumlah rumahbangunan yang ditemukan jentik Jumlah rumahbangunan yang diperiksa
3. Container Index CI
Jumlah kontainer dengan jentik Jumlah kontainer yang diperiksa
100
100
100
20
4. Breteau index BI
Jumlah kontainer dengan jentik dalam 100 rumahbangunan. Depkes RI, 2005:11
5 Cara Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue PSN DBD
Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue PSN DBD dilakukan dengan cara “3M”, yaitu :
1 Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandiWC, drum, dan lain-lain seminggu sekali M1. 2
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong airtempayan, dan lain-lain M2.
3 Mengubur atau meyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung
air hujan M3. Selain itu ditambah dengan cara lainnya, seperti :
1 Mengganti air vas bunga, tempat minuman burung atau tempat-tempat lainnya
yang sejenis seminggu sekali. Tanaman hidup bunga hidup dapat ditempatkan di atas wadah yang berisi pasir dan air.
2 Memodifikasi Lingkungan
Memodifikasi tempat-tempat penampungan air pengubahan fisik habitat larva yang tahan lama, menggunakan tempat penampungan air yang mudah
dibersihkandikuras, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancarrusak. 3
Menutup lubang-lubang pada potongan bambupohon, dan lain-lain dengan tanah, dan lain-lain.
21
4 Menaburkan bubuk larvasida, misalnya tempat-tempat yang sulit dikuras atau
di daerah yang sulit air. 5
Memelihara ikan pemakan jentik di kolambak-bak penampungan air. 6
Memasang kawat kasa. 7
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar. 8
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai. 9
Menggunakan kelambu. 10
Menggunakan pakaian pelindung yang cukup tebal atau longgar. Baju lengan panjang dan celana panjang dengan kaos kaki dapat melindungi tangan
dan kaki, yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk. 11
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk. Keseluruhan cara tersebut dikenal dengan istilah “3M plus”.
6 Pelaksana
1 Di rumah
Dilaksanakan oleh anggota keluarga. 2
Tempat-tempat umum Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau pengelola
tempat-tempat umum, seperti : 1.
Kantor oleh petugas kebersihan kantor 2.
Sekolah oleh petugas kebersihan sekolah 3.
Pasar oleh petugas kebersihan pasar 4.
Dan lain-lain Depkes RI, 2005:2-3
22
2.1.2.4 Penanggulangan DBD
1 Pemberantasan Vektor Intensif
1 Fogging Fokus
Dalam keadaaan krisis ekonomi sekarang ini, dana terbatas maka kegiatan fogging hanya dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologis betul-betul
memenuhi kriteria. 2
Abatisasi Dilaksanakan di desakelurahan endemis terutama di sekolah dan tempat-
tempat umum. Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang ditemukan jentik Aedes aegypti ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok
makan peres 10 gram abate untuk 100 liter air. 3
Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD Gerakan 3M Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dilakukan dengan kerja sama
lintas sektor yang dikoordinasikan oleh kepala wilayahdaerah setempat melalui wadah pokjanalpokja DBD. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan, pada saat
sebelum perkiraan peningkatan jumlah kasus yang ditentukan berdasarkan data kasus bulanan DBD dalam 3-5 tahun yang terakhir.
2 Penyuluhan Kepada Masyarakat
Penyuluhan tentang penyakit DBD dan pencegahannya melalui media massa, sekolah, tempat ibadah, kaderPKK dan kelompok masyarakat lainnya.
Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa kesempatan.
23
3 Pemantauan Jentik Berkala PJB
Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 tiga bulan di rumah dan tempat-tempat umum. Untuk pemantauan jentik berkala di rumah dilakukan
pemeriksaan sebanyak 100 rumah sampel untuk setiap desakelurahan. Hasil PJB ini diinformasikan pihak kesehatan kepada kepala wilayahdaerah setempat
sebagai evaluasi dan dasar penggerakan masyarakat dalam PSN DBD. Diharapkan angka bebas jentik ABJ setiap kelurahandesa dapat mencapai lebih dari 95
akan dapat menekan penyebaran penyakit DBD. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan jentik pada semua rumah sakit dan puskesmas. Sedangkan untuk
sekolah dan tempat umum lainnya dilakukan secara sampling bila tidak dapat diperiksa seluruhnya Sri Rezeki Hadinegoro, 2005:26-27.
2.1.3 Peran Kepala Rumah Tangga
Menurut Departemen Kesehatan RI, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul
dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Secara prinsip keluarga adalah unit terkecil masyarakat, terdiri
atas dua orang atau lebih, adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga, di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga,
berinteraksi sesama anggota keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, menciptakan dan mempertahankan suatu kebudayaan. Dalam hal
ini kepala keluarga ayah, memiliki peranan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman Sugeng Iwan, 2008.
24
Keluarga atau rumah tangga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh sebab itu untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai di masing-
masing keluarga. Di dalam keluargalah mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat. Orang tua ayah dan ibu merupakan sasaran utama dalam promosi
kesehatan. Karena orang tua ayah dan ibu, merupakan peletak dasar perilaku, terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak mereka Soekidjo Notoatmodjo,
2003:29. 2.1.4
Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. overt behavior. 2.1.4.1
Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers 1974 mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
1 Awareness kesadaran, yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus obyek terlebih dahulu. 2
Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
25
3 Evaluation menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4
Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5
Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.
2.1.4.2 Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1 Tahu know
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali recall
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, menyatakan, dan sebagainya.
2 Memahami comprehension
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
26
3 Aplikasi aplication
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4 Analisis analysis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan membuat
bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan , dan sebagainya. 5
Sintesis synthesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada. 6
Evaluasi evaluation Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang sudah ada.
27
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas Soekidjo Notoatmodjo, 2003:
121. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku berperilaku baru, ia harus tahu
terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Orang akan melakukan pemberantasan sarang nyamuk apabila ia
tahu apa tujuan dan manfaat bagi kesehatan atau keluarganya, dan apa bahaya- bahayanya bila tidak melakukan PSN tersebut. Soekidjo Notoatmodjo, 2003:
128. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subyek penelitian atau responden Soekidjo Notoatmodjo, 2003: 124.
2.1.5 Sikap
2.1.5.1 Pengertian sikap
Sikap adalah suatu hal yang menentukan sikap, sifat, hakekat, baik perbuatan sekarang maupun perbuatan yang akan datang Soekidjo Notoatmodjo,
2003: 127. 2.1.5.2
Sikap Masyarakat Partisipasi masyarakat PM didefinisikan sebagai ”sebuah proses yang
melibatkan setiap individu, keluarga, dan masyarakat di dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas pengendalian vektor di tingkat lokal untuk memastikan
28
bahwa kegiatan tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan prioritas penduduk yang tinggal di masyarakat, serta mempromosikan kemandirian
masyarakat dalam kaitannya dengan pengembangan kegiatan itu sendiri”. Singkatnya, PM melibatkan pembentukan peluang yang besar yang
memungkinkan semua anggota masyarakat dan masyarakat yang lebih luas untuk secara aktif berperan serta dalam mempengaruhi pengembangan kegiatan ini dan
juga menikmati manfaat yang di dapat secara merata WHO, 2005:78. Untuk memperkuat program pencegahan dan pengendalian penyakit
DFDHF, berikut kegiatan masyarakat yang sangat penting : 1
Di tingkat perorangan, anjurkan setiap rumah tangga untuk menjalankan langkah-langkah kesehatan yang rutin yang dapat membantu kegiatan
pengendalian DF dan DHF, termasuk upaya pengurangan tempat perkembang biakan nyamuk dan penerapan langkah-langkah perlindungan diri dengan
benar. 2
Di tingkat masyarakat, adakan kampanye ”kerja bakti” dua kali atau lebih dalam setahun untuk mengendalikan habitat larva vektor baik di tempat-
tempat umum maupun pribadi di dalam masyarakat. 3
Jika partisipasi masyarakat sulit terbentuk akibat wilayah geografis, pekerjaan atau alasan demografi, partisipasi itu dapat dikelola melalui kerja sama dengan
organisasi atau asosiasi relawan. Anggota organisasi dapat berinteraksi dengan penduduk setiap hari di tempat kerja maupun di lingkungan organisasi
itu, atau sengaja datang bersama untuk menyampaikan tujuan khusus,
29
misalnya ke acara keagamaan, ke klub-klub di kota, kelompok khusus, dan ke sekolah-sekolah.
4 Menekankan program berbasis sekolah dengan mengambil sasaran anak
sekolah dan orang tua untuk memberantas tempat perkembang biakan nyamuk di rumah dan sekolah.
5 Menantang dan menganjurkan sektor swasta untuk berpartisipasi sebagai
sponsor di dalam perbaikan dan peningkatan saniter masyarakat, tekankan pada penurunan sumber vektor penyakit dengue.
6 Gabungkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pencegahan dan
pengendalian penyakit DHF dengan prioritas lain perkembangan masyarakat. 7
Gabungkan program pengendalian vektor dengue dengan program pengendalian semua spesies pembawa penyakit dan gangguan sekaligus
dengan hewan yang berbahaya lainnya, untuk memastikan diperolehnya manfaat yang besar bagi masyarakat dan tentu saja partisipasi yang besar di
dalam pelaksanaan kampanye di lingkungan. 8
Aturan timbal balik bagi mereka yang berpartisipasi di dalam program pengendalian penyakit dengue di masyarakat. Contoh, kompetisi tingkat
nasional dapat diadakan untuk memilih komunitas terbersih atau untuk memilih komunitas di perkotaan yang indeks larvanya paling rendah.
WHO, 2005:80-81. Tugas dan peran petugas kesehatan dan sektor terkait serta masyarakat
dalam penanggulangan seperlunya :
30
1 Camat dan lurahkepala desa yang menerima laporan rencana penanggulangan
seperlunya memerintahkan warga setempat melalui ketua RWkepala dusun untuk melakukan PSN dan membantu kelancaran pelaksanaan
penanggulangan seperlunya. 2
Petugas kesehatan atau tenaga terlatih melakukan penyemprotan insektisida 2 siklus dengan interval 1 minggu dan memberikan penyuluhan kepada
masyarakat. 3
Ketua RWkepala dusun dibantu pemuka masyarakat dan kader menyampaikan informasi tentang rencana penanggulangan seperlunya dan
membantu pelaksanaan penyuluhan. 4
Ketua RT dan kader mendampingi petugas kesehatan dalam melaksanakan penyemprotan.
5 Keluarga melakukan PSN secara serentak dan mengikuti petunjuk-petunjuk
dalam pelaksanaan penanggulangan seperlunya. Depkes RI, 1999:21
2.1.6 Perilaku
2.1.6.1 Pengertian Perilaku
Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan Soekidjo Notoadmodjo, 2003: 117. Dari batasan ini, perilaku
kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu : 1
Perilaku pemeliharaan kesehatan health maintenance
31
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek. 1.
Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
2. Perilaku peningkatan kesehtan, apabila seseorang dalam keadaaan sehat.
3. Perilaku gizi makanan dan minuman
2 Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,
atau sering disebut pencarian pengobatan health seeking behavior Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan tindakan seseorang
pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai dari mengobati sendiri self treatment sampai mencari pengobatan ke luar
negeri. 3
Perilaku kesehatan lingkungan Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
2.1.6.2 Konsep perilaku
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green 1980. Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh
tiga faktor utama, yakni : 1
Faktor-faktor Prediposisi predisposing factors Faktor-faktor ini mencakup :
1 Pengetahuan dan sikap masyarakat.
32
2 Tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan. 3
Sistem nilai yang dianut masyarakat. 4
Tingkat pendidikan. 5
Tingkat sosial ekonomi. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya
perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. 2
Faktor-faktor Pemungkin enambling factors Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Faktor ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya
perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin.
3 Faktor-faktor Penguat reinforcing faktors
Faktor penguat yaitu faktor-faktor yang memperkuat untuk terjadinya perilaku. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
toma, tokoh agama toga, sikap dan perilaku petugas kesehatan Soekidjo Notoadmodjo, 2003: 13-14.
Perubahan perilaku atau adopsi perilaku baru mengikuti tahapan-tahapan yaitu melalui proses perubahan pengetahuan knowledge – sikap attitude –
praktik practice atau “KAP” PSP. Proses perubahan perilaku tersebut tidak selalu mengikuti pola K – A – P, bahkan dalam praktik kehidupan sehari-hari
terjadi sebaliknya. Artinya seseorang telah berperilaku positif meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif Soekidjo Notoadmodjo, 2003: 131
33
2.2 Kerangka Teori