1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis moneter di Indonesia telah memporak –pondakan sektor keuangan yang
sebelumnya tengah berkembang pesat sejak tahun 1980 – an. Dalam upaya pemulihan
sektor keuangan indonesia, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter sejak tahun 1998. Bentuk nyata restrukturisasi dilakukan dengan cara menyehatkan bank dan
memberikan independensi kepada bank sentral. Meski telah menelan banyak biaya dan telah dilaksanakan lebih dari tiga tahun, namun proses penyehatan sistem moneter belum
menunjukkan tanda – tanda akan berakhir.
1
Begitu relevannya perkembangan bisnis bank yang sarat dengan resiko, selanjutnya Pemerintah untuk dilakukan penyempurnaan berbagai regulasi dengan tujuan menciptakan
kondisi individual bank yang handal dan sistem perbankan yang sehat, efisien dan kompetitif serta terhindarnya perbankan nasional dari system risk. Salah satu
penyempurnaan pengaturan kehati –hatian prudential regulation mutlak dilakukan dengan
memperhatikan standar – standar internasional yang berlaku. Pendefinisian kehati-hatian
bank serta redefinisi mengenai sanksi-sanksi terkait aspek kehati-hatian prudential dalam kelangsungan usaha bank perlu dilakukan dalam revisi Undang
– undang Perbankan. Karena Hal ini didasarkan karena risiko yang sangat tinggi dalam melakukan pemberian
kredit sebagai usaha utama bank. Selain itu kegagalan di bidang kredit dapat berakibat
1
http:www.duniaesai.comindex.php?option=com_contentview=articleid=109:berbagai-hambatan- dalam-penerapan-kebijakan-moneter-inflation
2
pada terpengaruhnya kesehatan dan kelangsungan usaha bank sendiri. Bahwa filisofi bank merupakan lembaga kepercayaan yang hidup dan matinya industri ini pada dasarnya
bertumpu pada ada dan tidaknya, tinggi ataupun rendahnya kepercayaan nasabah pada perbankan. Revisi mutlak diperlukan sejalan dengan upaya perlindungan maksimal bagi
nasabah dan investor dari setiap produk yang ditawarkan bank. Selanjutnya pula bahwa bank yang dimaknai sebagai lembaga pembiayaan pula dapat
diharapkan mampu memberikan suatu pelayanan yang semaksimal bagi para nasabah penyimpanannya. Sebagai lembaga pembiayaan adalah dimaksudkan bahwa sebagai badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Lembaga pembiayaan
adalah badan usaha yang didirikan secara khusus untuk melakukan kegiatan termaksud dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
Salah satu ketentuan yang menjadi landasan bahwa perbankan selaku badan usaha, layaknya harus melakukan usahanya berdasarkan asas dan prinsip
– prinsip demokrasi ekonomi dan juga suatu kehati
– hatian dalam menjamin suatu kepercayaan bagi nasabahnya.
Pasal 2 Undang – undang No 7 tahun 1992 menetapkan bahwa perbankan Indonesia
dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati
– hatian. Untuk mempertegas makna asas demokrasi ekonomi ini penjelasan umum dan penjelasan Pasal 2 berbunyi : yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah
demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila dan undang – undang dasar 1945. Demokrasi
3
ekonomi ini tersimpul dalam pasal 33 Undang – undang dasar 1945, yaitu perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
2
Kegiatan perbankan saat ini sedikit dirasakan berubah. Bahwa perbankan itu terjadi karena pergeseran paradigma pemanfaatan transaksi perbankan, manakala nasabah
menyimpan dananya pada produk tabungan dan deposito semangat yang terkandung saving oriented, sehingga ada pula nasabah yang memilih jenis investasi yang berorientasikan
untuk menambah keuntungan pendapatan atau nilai tambah lainnya bahkan pada tataran tertentu sebgai wujud niatan spekulatif.
Dalam pemakaian jasa perbankan tidak menutup kemungkinan pada pihak yang lain bank juga berpeluang menderita kerugian karena kegagalannya dalam tujuan nasabah
ketika menggunaan produk bank, namun demikian jaminan terhadap perlindungan nasabah dalam wujud perdefinisian kegiatan dan tujuan usaha bank maupun perlindungan nasabah
yang patut untuk dituangkan dalam penyempurnaan Undang – undang perbankan dan
diletakkan dibatang tubuh perundang – undangan
Selanjutnya juga bahwa melihat bank yang selama ini sering terjadi berbagai penyimpangan dalam praktek yang berimplikasi pada perlindungan bank terhadap nasabah,
dapat pula dikemukakan sedikit mengenai fungsi dan tujuan dari bank itu sendiri. Fungsi dan tujuan perbankan dalam kehidupan ekonomi nasional bangsa Indonesia, yaitu :
3
1 Bank berfungsi sebagai Financial Intermediary dengan kegiatan usaha pokok
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surplus kepada unit defisit atau pemindahan uang dari
penabung kepada peminjam
2
Http:kuliahade.wordpress.com20140419hukum-perbankan-asas-dan-prinsip-perbankan dikunjugi pada tanggal 12 Maret 2016 pukul 14 :39
3
http:afandyamd.wordpress.com20120325aspek-hukum-dalam-perbankan-dan-asuransi
4
2 Penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat tersebut bertujuan menunjang
sebagaian tugas penyelenggaraan Negara.
Sedangkan berdasarkan Undang – undang No. 10 tahun 1998, fungsi bank di
Indonesia adalah : 1
Sebagai tempat penghimpunan dana dari masyarakat. Disini bank bertugas mengamankan uang tabungan dan deposito berjangka serta
simpanan dalam rekening koran atau giro. Fungsi tersebut merupakan fungsi utama bank.
2 Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit
Artinya bahwa bank memberikan kredit bagi masyarakat yang membutuhkan terutama untuk usaha- usaha produktif
Sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga Intermediary dari masyarakat yang satu kemasyarakat yang lain maka praktek perbankan selalu berkembang.
Praktek bisnis perbankan terus berkembang seiring dengan kebutuhan nasabah atau pengguna jasa bank. Praktek bisnis baru yang ada di industri bank, akan penulis angkat di
dalam penulisan skripsi ini, yaitu Branchless Banking. Apa itu Branchless Banking?Branchless banking menurut Consultative Group to Asist the Poor CGAP
memberikan definisi Branchless Banking, sebagai berikut :
4
“CGAP definies Branchless Banking as the delivery of financial services outside conventional Bank Branches using
information and communications technologies and retail Agent ”.
4
Nurjipto, 0609496996, Aspek Hukum Penggunaan Agen Dalam Kegiatan Branchless Banking di Perbankan Indonesia, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta, 26 Juni 2012, h. 35
5
Branchless Banking didefinisikan sebagai pemberian jasa keuangan yang dilakukan diluar kantor cabang Bank Konvensional dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi serta Agen ritel bukan bank. Tujuannya adalah untuk mengurangi biaya layanan perbanakn, perluasan jaringan perbankan memerlukan biaya yang tidak sedikit
untuk menjangkau lokasi yang terpencil ditanah air dan Branchless Banking menjadi salah satu pendekatan yang potensial yang bersifat non
– konvensional. Di Indonesia Branchless Banking masih menunggu aturan panduan tentang konsep dan pelaksanan Branchless
Banking dari Bank Indonesia yang berfungsi perpanjangan tangan bank sehingga dapat melayani nasabah sebagaimana yang dilakukan pada perbankan konvensional. Dalam
Branchless Banking ada empat pihak yang terlibat sebagai subjek hukum terselenggarannya praktek perbankan ini, Bank, Perusahaan Jasa Telekomunikasi, Nasabah
dan Agent.
Bila merunut pada aspek normatif, maka perikatan dapat lahir dari perjanjian atau kontrak dan Undang
– undang beserta perbuatan manusia. Adanya perikatan dari para pihak tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan hukum yang terjadi dari para pihak.
Hubungan hukum secara teori adalah hubungan hukum antara dua subjek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban disatu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak
yang lain.
5
Hukum mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara orang dengan masyarakat, antara masyarakat yang lain. Jadi hubungan hukum terdiri
atas ikatan – ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat
dan seterusnya. Branchless Banking antara para pihak ada lima perjanjian yang tercipta, antara lain :
5
Soeroso R, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit PT. Sinar Grafika Jakarta 1993, h. 269
6
1 Bank dengan nasabah
2 Bank dengan agent
3 Bank dengan jasa telekomunikasi
4 Jasa telekomunikasi dengan agent
5 Agen dengan nasabah
Berdasarkan fakta – fakta diatas, sangat menarik menurut penulis untuk dikaji
masalah hubungan hukum dalam branchless banking sebagai suatu praktek perbankan yang baru. Sepanjang pengetahuan penulis yang terbatas belum ada penulisan skripsi yang
menulis mengenai masalah ini. Judul skripsi ini BRANCHLESS BANKING DALAM PERATURAN PERBANKAN DI INDONESIA
. B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka yang mejadi rumusan pokok dalam penulisan ini adalah:
1 Bagaimanakah pengaturan mengenai Branchless Banking dalam sistem hukum
perbankan di Indonesia? 2
Bagaimanakah hubungan hukum yang terjadi dalam Branchless Banking?
C. Tujuan Penelitian