15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS
A. Perselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerjaburuh atau serikat
pekerjaserikat buruh kerena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh
hanya dalam satu perusahaan.
1
Atas dasar itu, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial membagi perselisihan hubungan industrial
menjadi:
2
a. Perselisihan hak;
b. Perselisihan kepentingan;
c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja;
d. Perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3
Dari pengertian diatas jelaslah bahwa perselisihan hak rechtsgeschil merupakan perselisihan hukum karena
perselisihan ini terjadi akibat pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 22.
2
Lalu Husni, Op. Cit., 43.
3
Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 2 Tahun 2004.
16
termasuk di dalamnya hal-hal yang sudah ditentukan dalam peraturan perusahaan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4
Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, danatau perubahan syarat-syarat kerja
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja PHK adalah perselisihan yang timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
5
Perselisihan mengenai PHK selama ini paling banyak terjadi karena tindakan PHK yang dilakukan oleh satu pihak dan pihak lain tidak dapat menerimanya. PHK dapat terjadi
atas inisiatif dari pihak pengusaha maupun pekerjaburuh. Dari pengusaha dilakukan karena buruhpekerja melakukan berbagai tindakan atau pelanggaran. Demikian sebaliknya, PHK juga
dapat dilakukan atas permohonan buruhpekerja karena pihak pengusaha tidak melaksanakan kewajiban yang telah disepakati atau berbuat sewenang-wenang kepada buruhpekerja.
6
Perselisihan Antar-Serikat PekerjaSerikat Buruh adalah perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh dengan serikat pekerjaserikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan,
karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan.
7
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat PekerjaSerikat Buruh memberikan kemudahan bagi buruh untuk membentuk Serikat PekerjaSerikat Buruh SPSB
tingkat Perusahaan TP, yakni minimun 10 orang anggota. Undang-undang ini juga menekankan bahwa siapun dilarang menghalangi atau memaksa pembentukan atau membentuk
4
Lalu Husni, Op. Cit., h 44.
5
Lihat Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004.
6
Lalu Husni, Op. Cit., h 46.
7
Lihat Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004.
17
Serikat Pekerja SP atau Serikat Buruh SB-TP. Ketentuan ini mengandung makna bahwa tidak seorang pun yang dapat menghalangi pekerjaburuh untuk menjadi pengurus atau anggota serikat
SPSB-TP, atau melarang serikat tersebut melakukan atau tidak melakukan aktivitasnya.
8
Pada dasarnya, identik dengan peradilan lainnya dan telah dijelaskan selintas konteks di atas, PHI mempunyai kompetensi dalam mengadili perkara perselisihan-perselisihan hubungan
industrial dengan dikaji dari perspektif normatif dan praktik peradilan berdasarkan ketentuan Pasal 56 UU Nomor 2 Tahun 2004, memeriksa dan memutus:
1. Di tingkat pertama menegenai perselsihan hak;
2. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselsihan kepentingan;
3. Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
4. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerjaserikat
buruh dalam satu perusahaan. Mengenai perselisihan hak, PHI merupakan sebagai peradilan tingkat pertama, upaya
hukum para pihak yang tidak menerima putusan adalah kasasi pada MARI. Kemudian terhadap perselisihan kepentingan, PHI merupakan peradilan tingkat pertama dan tingkat terakhir.
Terhadap perselisihan PHK, PHI merupakan peradilan tingkat pertama sedangkan upaya hukum para pihak yang tidak menerima putusan adalah kasasi pada MARI, dan terhadap perselisihan
antar serikat pekerjaserikat buruh dalam satu perusahaan, PHI merupakan peradilan tingkat pertama dan tingkat terakhir.
9
8
Lalu Husni, Op. Cit., h 50.
9
Lilik Mulyadi dan Agus Subroto, Penyelesaian Perkara Pengadilan Hubungan Industrial Dalam Teori dan Praktik, Ed. I, Cet I, Penerbit P.T Alumni, Bandung, 2011, h 11.
18
Kompetensi Perselisihan Hubungan Industrial : 1.
Perselisihan Hak Tingkat I P.H.I Kasasi ke Mahkamah Agung 2.
Perselisihan Kepentingan Tingkat I dan Terakhir P.H.I 3.
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Tingkat I P.H.I Kasasi ke Mahkamah Agung
4. Perselisihan antar Serikat Pekerja dalam Satu Perusahaan Tingkat I dan
Terakhir P.H.I Ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial hakikatnya telah memberikan beberapa alternatif sebagai solusi bagaimana penyelesaian perkara perselsihan hubungan industrial melalui PHI. Ada 3 tiga bentuk polarisasi
penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut paradigma normatif ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2004, yaitu dapat dilakukan melalui perundingan secara bipartit, tripartit, dan
dapat pula melalui PHI.
10
Perundingan secara bipartit, menurut ketentuan Pasal 1 angka 10 UU Nomor 2 Tahun 2004 adalah perundingan antara pekerjaburuh atau serikat pekerjaburuh dengan pengusaha
untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak yang berselisih sehingga dapat diperoleh hasil yang
menguntungkan kedua belah pihak. Oleh karena itu setiap perselisihan yang terjadi, wajib diupayakan penyelesainnya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah
untuk mencapai mufakat, tanpa dicampuri oleh pihak manapun. Penyelesaian perselisihan
10
Lilik Mulyadi dan Agus Subroto, Op. Cit., h 59.
19
melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.
11
Apabila dalam jangka waktu 30 hari kerja salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, perundingan bipartit dianggap
gagal. Dalam hal musyawarah dapat mencapai kesepakatan penyelesaian, dibuat Perjanjian Bersama PB yang ditandatangani oleh para pihak. PB tersebut mengikat dan menjadi hukum,
serta wajib dilaksanakan oleh para pihak. PB dimaksud wajib didaftarkan oleh para pihak yang melakukan perjanjian pada Pengadilan HI di wilayah para pihak mengadakan PB, untuk
mengadakan akta bukti pendaftaran, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PB.
12
Perundingan tripartit, pada dasarnya merupakan perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang netral. Dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 pihak ketiga yang dilibatkan untuk
menyelesaikan suatu perselisihan hubungan industrial tersebut adalah mediator, atau konsiliator atau arbiter.
13
Upaya penyelesaian secara tripartit ini baru dapat dilakukan apabila usaha bipartit telah dilakukan.
14
Upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui cara mediasi bersifat wajib mandatory, apabila cara penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase tidak
disepakati oleh para pihak. Polarisasi melalui mediasi ini merupakan salah satu dari Alternative Dispute Resolution ADR atau Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.
15
Apabila diperbandingkan antara cara penyelesaian perselisihan melalui bipartit dan mediasi, terdapat
unsur pembeda, yakni masuknya unsur luar selain para pihak yang berselisih. Dalam bipartit
11
Mohd. Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindugan Dalam Hubungan Industrial, Penerbit Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2004, h 326.
12
Ibid., h 327.
13
Lilik Mulyadi dan Agus Subroto, Op. Cit., h 69, dikutip dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 02MENI2005 Tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengujian Pemberian, dan Pencabutan
Sanksi bagi Arbiter Hubungan Industrial.
14
Lilik Mulyadi dan Agus Subroto, Loc. Cit.
15
Mohammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Op. Cit., h. 63.
20
perundingan dilakukan terbatas pada pihak-pihak yang bersellisih sementara dalam mediasi adanya pihak luar, yaitu mediator yang masuk dan mencoba menyelesaikan perselisihan
tersebut.
16
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalaui konsiliasi merupakan salah satu alternatif yang artinya upaya ini bersifat pilihan sukarela voluntary, bukan hal yang wajib
mandatory sebagaimana penyelesaian secara bipartit ataupun melalui mediasi.
17
Konsiliasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan PHK, atau perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang
netral.
18
Sebagaimana halnya konsiliasi, upaya penyelesaian hubungan industrial melalui arbitrase juga merupakan salah satu alternatif yang bersifat sukarela voluntary, bukan
merupakan hal yang wajib mandatory. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui lembaga arbitrase ini memungkinkan jika kedua belah pihak yang berselisih telah bersepakat
untuk menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase. Kesepakatan mengenai mekanisme penyelesaian tersebut dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis dalam surat perjanjian arbitrase,
dibuat rangkap 3 dan masing-masing pihak mendapatkan 1 yang mempunyai kekuatan hukum sama Pasal 32 ayat 1 dan 2 UU No. 2 Tahun 2004.
19
16
Mohammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Op. Cit., h. 66.
17
Mohammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Op. Cit., h. 67.
18
Lihat Pasal 1 angka 13 UU No 2 Tahun 2004.
19
Muhammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Op. Cit., h 69.
21
Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut UU NO. 2 Tahun 2004
20
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Umum dilakukan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak. Pembuatan surat
gugatan dalam sengketa perdata di pegadilan harus dilakukan secara jelas dan dan cermat.
21
Selesai gugatan dibuat, selanjutnya penggugat atau kuasanya menandatangani gugatan tersebut dan mendaftarkan gugatan itu ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dalam
wilayah hukum tempat pekerjaburuh bekerja.
22
Demikian pula halnya dengan bagaimanakah cara gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan, apakah gugatan tersebut harus diajukan
dalam bentuk tertulis, ataukah dapat pula diajukan secara lisan, ternyata ketentuan UU tidak mengaturnya secara tegas. Karena itu, praktik peradilan yang berjalan selama ini, gugatan dapat
20
http:www.apindo-kepri.comruang-mediaphihukum-acara-peradilan-hubungan-industrial , dikunjungi
pada Selasa, 28 Juni 2016 pukul 20.06 WIB.
21
Lalu Husni, Op. Cit., h. 94.
22
Lalu Husni, Op. Cit., h. 97.
22
diajukan secara tertulis maupun lisan tetap dipertahankan meskipun ternyata mayoritas gugatan diajukan secara tertulis, lebih-lebih mengingat para pihak diwakili oleh kuasa hukumnya.
23
Untuk menjamin penyelesaian yang cepat, tepat, adil, dan murah, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial PPHI melalui Pengadilan Hubungan Industrial HI dibatasi
proses dan tahapannya, dengan tidak membuka kesempatan untuk mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan HI yang menyangkut perselsihan hak dan perselsihan
Pemutusan Hubungan Kerja PHK dapat langsung dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung MA. Sedangkan putusan Pengadilan HI yang menyangkut perselisihan kepentingan dan
perselsihan antar Serikat PekerjaSerikat Buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat dimintakan kasasi ke MA.
24
Susunan Pengadilan HI terdiri dari: a
Hakim, b
Hakim Ad-Hoc, c
Panitera Muda, dan d
Panitera Pengganti.
Sedangkan susunan Pengadilan HI pada MA terdiri dari: a
Hakim Agung, b
Hakim Ad-Hoc pada MA, dan c
Panitera.
23
Lilik Mulyadi dan Agus Subroto, Op. Cit., h. 90.
24
Mohd. Syaufii Syamsuddin, Op. Cit., h. 340.
23
Pengadilan HI yang memeriksa dan mengadili PHI dilaksanakan oleh Majelis Hakim yang beranggotakan tiga orang, yakni seorang Hakim PN dan dua orang Hakim Ad-hoc yang
pengangkatannya diusulkan masing-masing satu orang oleh organisai pengusaha dan organisasi pekerja.
25
B. Organisasi Pengusaha