36
Dalam hal ini Pasal 103 tidak menentukan bentuknya harus akta autentik, Direksi dapat memedomi Pasal 1793 KUH Perdata, yang menggariskan surat kuasa boleh dibuat dalam akta
autentik atau akta bawah tangan. Karena bentuknya bebas, Direksi dapat memilih apakah kuasa itu dibuat dalam bentuk akta autentik atau akta bawah tangan. Keduanya sama-sama menurut
hukum.
61
Sifat kuasa yang boleh diberikan Direksi adalah “Kuasa Khusus” bijzondere machtiging, special authorization. Hal ini ditegaskan pada Penjelasan pasal tersebut yang mengatakan, yang
dimaksud “kuasa” adalah “kuasa khusus” untuk perbuatan tertentu sebagaimana yang disebutkan dalam surat kuasa. Apabila Direksi memberi kuasa umum, selain kuasa itu batal demi hukum
berdasar Pasal 1337 KUH Perdata, tindakan itu sekaligus dikategori perbuatan ultra vires. Direksi telah melakukan perbuatan yang melampaui batas kapasitas dan kewenangannya.
Perbuatan Direksi itu dikualifikasi perbuatan melawan hukum onrecht matigedaad, unlawful act berdasar Pasal 1365 KUH Perdata, apabila pemberian kuasa umum itu menimbulkan
kerugian kepada Perseroan.
62
2. Kuasa Hukum Secara Khusus
Pasal 1795 KUH Perdatamenjelaskan, Pemberian Kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan
pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal. Namun, agar bentuk kuasa yang disebut dalam pasal ini sah sebagai
61
M. Yahya Harahap I, Loc. Cit.
62
M. Yahya Harahap I, Op. Cit., h. 408.
37
surat kuasa khusus di depan pengadilan, kuasa tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang disebut dalam Pasal 123 HIR.
63
Untuk dapat bertindak sebagai kuasa khusus atau wakil dari Tergugat, seseorang harus memenuhi salah satu syarat di bawah ini:
64
a. Harus mempunyai surat kuasa khusus, sesuai dengan bunyi Pasal 123 Ayat 1 HIR Ps
147 Ayat 1 Rbg; b.
Ditunjuk oleh Tergugat sebagai kuasa atau wakil dalam persidangan Ps 123 Ayat 1 HIR, 147 Ayat 1 Rbg;
c. Memenuhi syarat dalam Peraturan Menteri Kehakiman 11965 tanggal 28 Mei 1965
jo Keputusan Menteri Kehakiman No. J.P. 14211 tanggal 7 Oktober 1965 tentang Pokrol; dan
d. Telah terdaftar sebagai Advokat.
-
Undang – Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Pada dasarnya, gugatan perkara perselisihan hubungan industrial dalam PHI hampir identik dengan gugatan perkara perdata pada pengadilan negeri. Apabila diperbandingkan,
gugatan pada PHI terdapat beberapa bagian tertentu yang berbeda dengan gugatan yang diajukan pada pengadilan negeri karena pada PHI eksistensi UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselsihan Hubungan Industrial PPHI bersifat lex specialist. Apabila diperbandingkan dengan ketentuan Het Herziene InlandschIndonesich Reglement HIR dan Reglement Buitengewesteh
63
M. Yahya Harahap II, Op. Cit., h 7.
64
R. Soeroso, Op. Cit., h. 14.
38
Rbg yang dipergunakan pengadilan negeri, ketentuan tersebut bersifat lex specialist pada UU 22004
65
Oleh karena Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 merupakan lex spesialist yang merupakan hukum secara formal untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, maka
ketentuan mengenai kuasa hukum harus tunduk pada ketentuan Pasal 87 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi:
“Serikat PekerjaSerikat Buruh dan Organisasi Pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili
anggotanya. ”
Ketentuan Pasal 87 UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang nyata-nyata memberikan ruang gerak bagi organisasi pengusaha untuk
beracara dipersidangan mewakili anggotanya atas dasar surat kuasa khusus, hampir tidak pernah dipergunakan.
66
Dengan diintrodusirnya ketentuan Pasal 87 UU Nomor 2 Tahun 2004 bagi hakim hal ini merupakan pekerjaan rumah tersendiri, karena pengurus serikat pekerjaserikat
buruh yang bertindak sebagai kuasa hukum pekerjaburuh, mayoritas tidak mempunyai latar belakang pendidikan ilmu hukum, mereka sama sekali tidak atau relatif kurang memahami
hukum acara. Akibatnya, Ketua Majelis Hakim harus menyediakan kelonggaran waktu untuk membimbing mereka beracara di persidangan.
67
Hal yang sama juga ditegaskan Dr. H. Mohammad Saleh, SH., MH., Ketua Muda Perdata Khusus Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dalam makalah yang berjudul Temuan
65
Mohammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Op. Cit., h. 99.
66
Lilik Mulyadi dan Agus Subroto, Op. Cit., h. 95.
67
Lilik Mulyadi dan Agus Subroto, Loc. Cit.
39
Permasalahan Hukum pada Perdata Khusus yang disampaikan pada Rapat Kerja Nasional Rakernas Mahkamah Agung Tahun 2009, Mohammad Saleh menyatakan bahwa
“Manajer Personalia boleh mewakili pihak perusahaan di persidangan PHI bilamana mendapat kuasa dari Direksi.
”
Jadi, Manajer HRDPersonalia dapat mewakili pihak perusahaan dipersidangan PHI jika mendapat kuasa dari Direksi, dan orang yang bersangkutan tidak harus seorang sarjana hukum.
68
Jika Direksi mempercayakan penanganan atau proses hukum PHI kepada Divisi HRD nya, maka yang perlu diperhatikan adalah, sebagai berikut:
1. Divisi HRD harus memahami dan menguasai sistem dan tata cara beracara di peradilan,
mulai dari Surat Kuasa, pendaftaran surat kuasa di Pengadilan, cara menjawab gugatan, mengajujukan replikduplik, penyusunan alat bukti dan saksi dan tahap konklusi di proses
persidangan sampai putusan pengadilan, bahkan pengetahuan tentang proses pengajuan kasasi ke MA, dan proses pembuatan memori kasasikontra memori kasasinya yang
memiliki jangka waktu tertentu sebab salah-salah putusan bisa-bisa berkekuatan hukum tetap inracht van gewissjde,
2. Pengetahuan dan penguasaan tentang hukum materiilnya yaitu UU Ketenagakerjaan dan
Undang-undang yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Divisi HRD sebagai Lawyer in House perlu memiliki pengetahuan hukum, dan
pengetahuna tentang hukum acara di Pengadilan agar proses-proses acara pengadilan tersebut dapat diikuti tahap demi tahap.
68
http:www.hukumonline.comklinikdetaillt4fed02fc4c48dsyarat-syarat-seorang-manager-hrd-beracara- di-phi
, dikujungi pada Selasa, 5 Juli 2016, pukul 11.35 WIB
40
D. Teori – Teori Interpretasi Penafsiran