Dengan demikian, dalam hutang pajak ini memiliki beberapa sifat, antara lain :
a. Jumlahnya sudah ditetapkan baik oleh masyarakat atau Fiskus;
b. Ditetapkan jangka waktu pelunasannya;
c. Jika terlambat bayarkurang bayar, berakibat dikenakan sanksi;
d. Dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Apabila melihat timbulnya utang pajak, ada 2 dua ajaran yang mengatur tentang timbulnya utang pajak tersebut, yaitu:
a. Ajaran Formil.
Hutang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment
System. Teori
formil dipelopori
oleh Steimmetz
sebagaimana
dikemukakan oleh Muhammad Djafar Saidi bahwa timbulnya utang
pajak pada saat dikeluarkannya SKP oleh fiskus bukan karena undang- undang pajak yang menentukannya.
17
Dalam hal ini, diperlukan campur tangan fiskus untuk menentukan jumlah utang pajak yang harus dibayar
oleh wajib pajak. Bentuk campur tangan fiskus adalah menerbitkan SKP yang memuat jumlah utang pajak dan kalau perlu ada tambahan
sanksi administrasi. Begitu pula yang dikatakan oleh Bohari bahwa
17
Muhammad Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2007, h. 160
penganut teori formil berpendapat bahwa utang pajak itu timbul karena adanya ketetapan pajak oleh fiskus.
18
Dengan demikian, meskipun sudah dipenuhi adanya tatbestand, namun belum ada ketetapan pajak,
maka ini berarti belum ada utang pajak.
Senada dengan hal tersebut adalah Soemitro yang menyatakan
bahwa: Teori formil beranggapan utang pajak timbul karena
undang-undang pajak pada saat dikeluarkan ketetapan pajak oleh Direktoral Jendral Pajak. Jadi selama belum ada
ketetapan pajak, belum ada utang pajak walaupun syarat subjektif dan syarat objektif telah dipenuhi. Keuntungan
dari teori ini, adalah karena pada saat utang pajak timbul, sekaligus dapat diketahui dengan pasti berapa besarnya
utang pajak karena yang menentukan besarnya pajak itu adalah Direktorat Jenderal Pajak yang menguasai ketentuan-
ketentuan undang-undang pajak. Kelemahan teori ini, adalah besar sekali kemungkinannya utang pajak ditetapkan
tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
19
Dalam teori formil, surat ketetapan pajak memiliki fungsi, diantaranya :
1 Menimbulkan utang pajak;
2 Dasar penagihan pajak;
3 Menentukan jumlah pajak yang terutang.
18
Bohari. Pengantar Hukum Pajak. Ed. revisi. Cet. 5. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. h. 112.
19
Soemitro, Sistem Perpajakan, RajaGrafindo: Jakarta, 1988, h 3
Jadi, selama belum ada surat ketetapan pajak, maka belum ada utang pajak, walaupun syarat-syarat subjektif dan syarat objektif telah
terpenuhi. Kelemahan teori formil ini yaitu besar sekali kemungkinan utang
pajak ditetapkan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu, teori formil tidak dapat diterapkan terhadap pajak tidak langsung
karena pajak tidak langsung tidak menggunakan surat ketetapan pajak. Teori ini hanya diterapkan pada saat timbulnya utang pajak bumi dan
bangunan. Contoh : hutang pajak si A baru akan timbul sesudah fiskus
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak SKP. Jadi, si A tidak mempunyai kewajiban membayar pajak penghasilan pendapatannya jika fiskus
belum menerbitkan SKP nya. Teori ini sangat lemah karena banyak jenis pajak yang terutang
dan dibayar tidak perlu menunggu diterbitkannya surat ketetapan pajak, misalnya bea materi, PPh pasal 21, dan lain-lain.
b. Ajaran Materiil