65
dibatasi aksesnya memasuki halaman utamajeroan, namun mereka tetap dengan leluasa dapat mengambil foto.
Wisatawan Jepang yang diwawancarai saat melakukan observasi menyatakan bahwa konsep Tri Hita Karana agar betul-betul diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman
Ayun. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ukiran ataupun relief yang kelihatan rusakpatah pada palinggih agar dilaporkan kepada Unesco untuk dapat dipugar.
Berdasarkan uraian di depan bahwa pihak pengelola Pura taman Ayun dan Tirta Empul telah berupaya menjaga kesucian pura, terutama bagian utama mandala atau halaman
utamajeroan. Pembatasan akses dan larangan yang diberlakukan kepada wisatawan adalah bentuk implementasi Tri Hita Karana dari aspek Parhyangan untuk menjaga kesucian pura
tersebut. Upaya menjaga kesucian pura Tirta Empul direpresentasikan dengan menghaturkan canang sari di depan pintu masuk ke pancoran dan saat wisatawan melukat lihat foto 5.7 di
bawah.
Foto 5.7 Canang sari diaturkan pada pintu masuk dan pancuran tempat melukat
5.2 Aspek Pawongan
Pariwisata dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas elemen wisatawanturis, elemen geografis, dan industri pariwisata Cooper et.al. 2005: 8-9; Pitana dan Diarta, 2099:
59-60. Wisatawan merupakan elemen penting dalam sistem itu karena menyangkut pengalaman, sesuatu yang menyenangkan untuk dinikmati, diharapkan, dikenang atau diingat
66
sebagai yang terpenting dalam kehidupan seseorang. Menurut Leiper dalam Cooper, et.al. 2005: 9 elemen geografis dapat dikelompokan menjadi tiga aspek yakni a daerah yang
dapat menstimulasi dan mendorong motivasi kunjungan wisatawan, b destinasi atau tempat yang menjadi daya tarik wisatawan, dan c rute transit yakni tempat singgah sementara yang
dapat dikunjungi oleh wisatawan dalam perjalanan menuju destinasi. Elemen ketiga dari sistem Leiper tersebut adalah industri pariwisata. Industri pariwisata ini mencakup kegiatan
bisnis dan organisasi yang mengantarkan danatau menyediakan produk pariwisata. Aspek pawongan dalam filosofi Tri Hita Karana dimaknai sebagai hubungan yang
harmonis antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks pariwisata, aspek pawongan dapat dikaitkan dengan hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan yang
diwujudkan dalam bentuk keramah-tamahan hospitality dan pelayanan service. Pelayanan tiket masuk ke pura sebagai daya tarik wisata, penyediaan kain dan
selendang kepada wisatawan adalah bentuk pelayanan dan representasi aspek pawongan. Selain pelayanan tiket masuk dan penyediaan kain dan selendang, para petugas di bagian tiket
masuk juga menyiapkan brosur terkait dengan sejarah, palinggih dan upacara di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Observasi di lapangan menunjukan bahwa pemberian brosur oleh
petugas kepada wisatawan sering kali diabaikan, baik di Pura Taman Ayun maupun Tirta Empul. Wisatawan yang tidak diantar oleh pemandu akan kesulitan memperoleh informasi
tentang pura tersebut. Hal ini juga menjadi sumber kekecewaan wisatawan, terutama yang tidak diantar oleh pemandu.
Wisatawan mancanegara maupun nusantara terutama yang tidak didampingi oleh pemandu banyak menyoroti pengadaan booklet atau brosur tentang sejarah dan fungsi
palinggih di Pura Taman Ayun. Mereka tidak memperoleh informasi yang lengkap dan benar, karena brosur yang tersedia ditulis dalam bahasa Indonesia.
67
Terkait dengan bookletbrosur Pura Taman Ayun dan Tirta Empul, sesungguhnya telah disiapkan oleh petugas penjaga tiketkarcis masuk. Petugas terlihat kurang cekatan
dalam memberikan pelayanan ketika wisatawan membeli tiketkarcis, dan semestinya sekaligus diberikan booklet atau brosur tentang pura tersebut.
Pemandu lokal di masing-masing pura tidak disiapkan oleh pihak pengelola. Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebetulnya
sangat diperlukan. Pemandu atau guide lokal akan dapat menjelaskan sejarah pura, fungsi masing-masing palinggih atau bangunan suci dan upacara yang dilaksanakan pada hari
tertentu di masing-masing pura. Informasi tersebut akan sangat penting dan menarik bagi wisatawan, sehingga mereka akan memberitahu teman atau kerabatnya untuk mengunjungi
pura tersebut. Seperti diuraikan di Bab IV bahwa sebagian besar wisatawan mancanegara melakukan kunjungan pertama kali ke Pura taman Ayun dan Tirta Empul. Dalam konteks
pawongan, keberadaan pemandu lokal di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sangat diperlukan, selain pemandu dari biro perjalanan atau travel agent.
Informasi tertulis baik berupa larangan maupun anjuran juga dipasang di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Informasi ini sangat diperlukan oleh wisatawan yang berkunjung ke
pura tersebut lihat foto 5.8 dan 5.9 di bawah.
Foto 5.8 Tanda anjuran dan larangan yang dipasang di Pura Taman Ayun.
68
Foto 5.9 Tanda petunjuk kolam suci di Pura Tirta Empul Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2011 tentang Retribusi telah
menetapkan bahwa harga karcis masuk destinasi wisata Pura Taman Ayun diatur sedemikian rupa, wisatawan mancanegara Rp 15.000,- dan wisatawan nusantara Rp 10.000,-
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Badung Tanggal 1 Oktober, Tahun 1997 telah ditetapkan pembagian retribusi pengelolaan daya tarik wisata sebagai berikut; 25 untuk
untuk Pemerintah Kabupaten Badung, dan 75 untuk destinasi Pura Taman Ayun atau Puri Mengwi. Menurut petugas karcis, jumlah kunjungan wisatawan per hari ke Pura Taman Ayun
diperkirakan antara 400 - 600 orang dengan total pendapatan sekitar Rp 10.000.000,- Perlu diketahui bahwa sebelum tahun 1997, wisatawan tidak dikenai tiket masuk di destnasi Pura
Taman Ayun. Wisatawan hanya dimintai donasi secara sukarela untuk pemeliharaan dan kebutuhan upacara di pura tersebut. Pada saat penelitian ini dilakukan yakni bulan Juni 2015,
belum ada keluhan dari pihak wisatawan mengenai harga karcis. Isu yang pernah terjadi tekait dengan pengelolaan Pura Taman Ayun adalah
pembongkaran undag atau anak tangga pada gapura yang dibangun di sisi barat dan timur
69
jalan di sebelah selatan atau di depan Pura Taman Ayun. Pembangunan undaganak tangga pada gapura tersebut dimaksudkan untuk melarang semua jenis kendaraan roda empat yang
melewati jalan di depan Pura Taman Ayun. Penataan pedestrian senilai Rp 8,465 miliar justru ditolak oleh warga Desa Gulingan karena menutup akses kendaraan, terutama mobil yang
melewati jalan di depan pura. Masyarakat merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, dan warga juga mengeluhkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah
4
Pada tanggal 15 Oktober 2013, warga memasang spanduk penolakan anak tanggaundag pada gapura yang menghalangi akses jalan. Warga menggalang tanda tangan,
mendesak pemerintah membongkar gapura. Aksi penolakan ini ditanggapi dingin oleh Pemkab Badung, spanduk diturunkan dan projek tetap dilanjutkan.
Ratusan warga Desa Gulingan pada tanggal 17 Oktober 2013 malam akhirnya menggelar pertemuan dengan panglingsir pini sepuh Puri Agung Mengwi yang juga Bupati
Badung yakni Anak Agung Gde Agung, karena penolakan spanduk tidak ditanggapi. Warga mengungkapkan kekecewaannya tentang keberadaan anak tangga pada gapura. Hasil
pertemuan malam itu bahwa anak tanggaundag pada gapura disepakati untuk dibongkar. Bupati Gde Agung bersedia membongkar anak tangga karena warga menjamin tidak akan
terjadi kebut-kebutan di depan Pura Taman Ayun. Anak tangga diganti dengan portal di tengah gapura agar sepeda motor saja jenis kendaraan yang bisa lewat.
Solusi ini juga ditolak oleh warga Desa Gulingan, Masyarakat menginginkan agar mobil atau kendaraan pribadi mereka bisa melintas di depan Pura Taman Ayun. Pemerintah
Kabupaten Badung akhirnya bersedia membongkar portal pada tanggal 31 Oktober 2013 atau sehari setelah pemasangan portal tersebut. Saat ini tidak ada masalah untuk kendaraan yang
melintas atau melewati jalan di depan gapura pura Taman Ayun.
4
file:CUsersVaioDocumentsBali Post---Pengemban Pengamal Pancasila
70
Pengelolaan destinasi Pura Tirta Empul dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar melalui Dinas Pariwisata Gianyar bekerjasama dengan masyarakat Desa Pakraman
Tampaksiring. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 8 Tahun 2010, harga tiket masuk ke destinasi Pura Tirta Empul ditetapkan Rp 15.000,- untuk dewasa, dan
Rp 7.500,- bagi anak-anak. Harga tiket tidak dibedakan antara wisatawan mancanegara dan nusantara, sehingga tidak menimbulkan kesan berbeda di antara wisatawan.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh petugas Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar dan Bendesa Adat Tampaksiring bahwa pembagian retribusi penjualan tiket masuk
dilakukan sebagai berikut: 40 untuk desa Pakraman Tampaksiring, dan 60 untuk Pemerintah Kabupaten Gianyar. Menurut informasi yang disampaikan oleh Bendesa Adat
Tampaksiring yang didampingi oleh Wakil Bendesa Adat bahwa pembagian retribusi itu sering tidak lancar, sehingga masyarakat harus menunggu turunnya dana tersebut. Di sisi lain,
masyarakat Desa Pakraman Tampaksiring berharap agar mereka mendapat pembagian retribusi yang lebih besar, seperti yang berlaku di Kabupaten Badung dan Tabanan yakni
75 untuk masyarakat setempat dan 25 untuk pemerintah daerah. Untuk diketahui bahwa jumlah wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul berkisar antara 1000 hingga
1500 orang setiap hari, dengan jumlah retribusi sekitar Rp 15.000.000,- atau Rp 22.500.000,- Wisatawan yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul sangat terkesan dengan
kegiatan malukat atau penyucian diri di pancoran di pura tersebut. Banyak wisatawan mancanegara yang ikut melukat di pancuran pura tersebut. Kegiatan malukat dapat dijadikan
sebagai produk unggulan destinasi Pura Tirta Empul, Tampaksiring. Liezl dan Marina wisatawan mancanegara dari Singapura ikut malukat di pancuran di Pura Tirta Empul, dan
mereka membawa pajatisesajen. Kedua wisatawan mancanegara tersebut menginap di Hotel Uma Ubud, dan ditemani oleh pemandu hotel.
71
Kikuchi Takehiro dan Kikuchi Yumi, dua wisatawan dari Jepang menyarankan agar kesucian pura tetap dipertahankan. Mereka juga menyarankan agar wisatawan yang ingin
malukat atau menyucikan diri melakukannya seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat lokal yaitu dengan membawa sesajen. Wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul
diwajibkan menggunakan kain panjang dan selendangselempot yang telah disediakan oleh petugas.
Sebagian besar wisatawan menyarankan agar disediakan kamar ganti yang terpisah dengan toilet, setelah mereka malukat atau menyucikan diri di pancuran di pura Tirta Empul.
Wisatwan mancanegara mengusulkan agar toilet tidak disewakan atau dikenai fee, sebaiknya harga tiket masuk yang dinaikkan sehingga kesan komersial dapat dihindari. Usulan ini
disampaikan oleh Hendrik dkk wisatawan Jerman, Liezl dan Marina Singapura. Bendesa Adat dan Wakil Bendesa Adat telah memaklumi kondisi ini dan mereka akan membangun
kamar ganti yang terpisah dengan toilet, sesuai dengan kondisi yang ada di sekitar pura.
Foto 5.10 Tempat penitipan barang dan locker di halaman luarjaba sisi Pura Tirta Empul Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul
menyarankan agar tempat sampah tidak ditempatkan di dekat pintu masuk. Hal ini menimbulkan kesan kumuh terhadap destinasi Pura Tirta Empul. Selain itu, tanda signed
sebagai penunjuk arah menuju masing-masing halaman pura agar jelas, sehingga tidak
72
membingungkan wisatawan. Brosur tentang sejarah dan fungsi palinggihbangunan suci yang terdapat di pura tersebut sangat diperlukan oleh wisatawan yang tidak ditemani oleh
pemandu wisata. Petugas kurang cermat dan cekatan untuk memberikan brosur kepada wisatawan ketika membeli tiket.
Implementasi aspek pawongan
tampaknya masih perlu ditingkatkan dalam pengelolaan daya tarik wisata di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Kesigapan petugas
dalam melayani wisatawan, memberikan informasi yang lengkap dan menarik kepada wisatawan perlu mendapat perhatian. Fenomena yang sama juga ditemukan dalam
pengelolaan daya tarik wisata Goa Gajah Pratnyawati, 2013: 128.
5.3 Aspek Palemahan