1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
UNESCO dalam Konvensi Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris pada tahun 1972 menegaskan bahwa warisan budaya dunia sebagai hasil karya manusia atau
alam adalah sebagai berikut. ”Hasil karya manusia atau gabungan antara alam dan hasil
karya manusia termasuk dalam hal ini adalah situs purbakala yang mempunyai nilai universal istimewa dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu pengetahuan”.
Terkait dengan hal di atas, pada tanggal 29 Juni 2012 UNESCO telah menetapkan landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia. Penetapan landskap budaya Bali sebagai
warisan budaya dunia oleh Unesco dilandasi oleh nilai keunggulan universal outstanding universal value yang dimiliki oleh filosofi Tri Hita Karana. Beberapa situs yang telah
ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar, pura Taman Ayun di Kabupaten
Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di Kabupaten Tabanan. Tujuan utama penetapan kawasan tersebut sebagai warisan budaya dunia adalah meningkatkan
pelestarian kawasan,
pemberdayaan masyarakat
dalam pengelolaan
kawasan, mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian. Tujuan
tersebut harus bersesuaian dengan falsafah Tri Hita Karana selanjutnya disebut THK yang menekankan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan Parhyangan,
dengan sesamanya Pawongan, dan dengan lingkungan alam Palemahan. Ini berarti, falsafah THK sangat penting untuk diterapkan dalam pengelolaan warisan budaya dunia
sebagai daya tarik wisata.
2
Kawasan warisan budaya dunia di Bali berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Namun kenyataan
di lapangan, masyarakat, industri pariwisata dan pemerintah mungkin saja tidak memahami dan menerapkan secara utuh nilai-nilai THK yang telah diakui oleh Unesco dalam
pengelolaan kawasan tersebut sebagai daya tarik wisata. Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2
Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Bab II, Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali menyatakan bahwa
“Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan
merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana” Pemerintah Provinsi Bali, 2012. Berdasarkan
hal tersebut bahwa nilai-nilai keunggulan universal warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Tirta Empul selaras dengan penyelengaaraan kepariwisataan budaya Bali yang juga
dilandasi oleh falsafah Tri Hita karana. Dengan kata lain, pengelolaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata harus berlandaskan pada falsafah Tri Hita Karana.
Untuk memahami penerapan atau implementasi nilai-nilai THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali, perlu dikaji melalui penelitian secara
mendalam. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengelolaan landskap budaya Bali sebagai warisan dunia yang berlandaskan pada keunggulan universal nilai-nilai THK.
3
1.2 Tujuan Khusus