Untuk laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
. .
T T
hA Q
s h
……………………………...………….…………….. 2. 15
Dimana, h
= koefisien konveksi W m
2
. K
A
= luas permukaan kolektor surya m
2
s
T
= temperatur dinding K T
∞
= temperatur udara lingkungan K
.
Q = laju perpindahan panas Watt
2.7.3 Perpindahan Panas Radiasi
Perpindahan panas secara radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang elektromagnetik atau paket-paket energi photon yang dapat dibawa
sampai pada jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan medium. Berbeda dengan mekanisme konduksi dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan
medium perpindahan panas. Sampainya sinar matahari kepermukaan bumi adalah adalah contoh yang paling jelas dari perpindahan panas radiasi. Perpindahan panas
radiasi pada alat ini terjadi padakolektor surya.
Gambar 2.16 Perpindahan panas radiasi.
Perpindahan panas secara radiasi dirumuskan sebagai,
. 4
. .
.
s s
r
T E
Q
………...………………..………………………..…….. 2.16
Universitas Sumatera Utara
Dimana: Q
r
= laju perpindahan panas radiasi W = emisivitas panas permukaan 0 1
= konstanta Stefan Boltzmann 5,67 x 10
-8
Wm
2
K
4
A
= luas permukaan m
2
2.7.4 Perpindahan Massa
Koefisien perpindahan massa mass transfer coefficient mempunyai analogi dengan koefisien perpindahan panas, sehingga dapat didefinisikan seperti
halnya perpindahan panas. ̇
…………………………………………………….2.17
Difusivitas yang terjadi pada keadaan steady yang melintasi ketebalan lapisan batas setebal Δy, adalah :
̇
…………………………………….2.18
Berdasarkan hukum-hukum fenomena dalam persamaan yang mengatur perpindahan massa, momentum dan energi mempunyai keserupaan, sehingga
profil suhu, kecepatan dan konsentrasi mempunyai bentuk yang sama dalam fenomena lapisan batas.
Karena fenomena yang terjadi dalam lapisan batas mempunyai analogi terhadap hubungan antara profil kecepatan, profil konsentrasi massa dan profil
suhu sehingga dalam persoalan perpindahan panas, hubungan fungsional koefisien pindah panas dapat dituliskan dalam bentuk :
……………………………………………..……………….2.19
sedangkan dalam hal perpindahan massa, hubungan fungsional koefisien pindah massa dapat dinyatakan dalam bentuk :
Universitas Sumatera Utara
……………………………………………...……………..2.20
Bilangan Schmidt S
C
=vD
AB
menyatakan perbandingan antara profil kecepatan dan konsentrasi, sedangkan untuk profil suhu dan konsentrasi
dinyatakan dalam bentuk bilangan Lewis Le =αD
AB
. Keserupaan antara persamaan-persamaan yang mengatur perpindahan massa, momentum dan energi
dalam lapisan batas memberi petunjuk bahwa korelasi empirik untuk koefisien perpindahan massa mempunyai analogi dengan koefisien perpindahan panas.
Hubungan empirik untuk koefisien perpindahan massa ini dinyatakan oleh Gilliland 1934 dalam Holman 1981 dalam bentuk persamaan :
………………………………………….2.21
Analogi Reynold untuk perpindahan panas dengan koefisien gesek pada lapisan batas dapat pula digunakan untuk menentukan koefisien perpindahan
massa dengan koefisien gesek pada lapisan batas, pada aliran laminar, Holman, J.P, 1981 memberikan bentuk persamaan seperti berikut :
untuk perpindahan panas :
⁄
………………………………………………………………2.22
untuk perpindahan massa :
⁄
…………………………………………...…………………..2.23
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Singkong merupakan umbi akar dari tanaman pangan berupa perdu yang dikenal dengan nama lain ubi kayu, ketela pohon atau cassava. Singkong berasal
dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil. Singkong mudah ditanam dan dibudidayakan, dapat ditanam di lahan yang kurang subur, risiko gagal panen 5 ,
dan tidak mudah terserang hama. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia pada tahun 1852. Di Indonesia, singkong menjadi bahan
pangan pokok setelah beras dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, singkong dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri
pakan. Selain itu, digunakan pula dalam industri obat - obatan Departemen Pertanian 1999.
Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk dan meningkatkan nilai tambah. Agar dapat memperpanjang masa simpan produk,
diperlukan proses pengawetan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan proses pengeringan Akingbala et al 1991.
Mengingat wilayah Indonesia yang dilalui garis katulistiwa, sinar matahari cukup melimpah di negara kita sehingga pengembangan teknologi tepat guna
yang memanfaatkan sinar matahari sebagai energi alternatif sangat sesuai. Aplikasinya dalam bidang pengering berupa Mesin Pengering Tenaga Surya yang
memanfaatkan sinar matahari untuk memanaskan udara pengering yang akan diumpankan pada produk.
1.2 Batasan Masalah Batasan masalah dalam pengujian ini adalah :
1. Lokasi pengujian pada posisi 3,43
o
LU dan 98,44
o
BT. 2.
Kemiringan sudut solar collector adalah 60
o
3. Pengujian dilakukan dengan sifat intermitten.
4. Pengujian dilakukan antara pukul 08.00 Wib sampai 17.00 Wib.
5. Pengujian dilakukan pada saat kondisi cuaca cerah.
Universitas Sumatera Utara