BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapsul
Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang keras atau lunak yang dibuat dari gelatin dengan atau tanpa zat tambahan lain. Cangkang dapat pula dibuat dari
metilselulosa atau bahan lain yang cocok Anief, 1994.
2.1.2 Syarat kapsul
Syarat-syarat kapsul menurut Anief 1984 adalah sebagai berikut: 1.
Keseragaman bobot 2.
Keseragaman isi zat berkhasiat 3.
Waktu hancur 4.
Waktu larut
2.2 Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan antibiotik dapat dibuat secara semi sintetis.
Berdasarkan efek terhadap mikroba, antibiotik dapat dibagi atas 2 golongan: 1.
Antibiotik dengan kegiatan sempit Narrow spectrum yaitu antibiotik yang aktif terhadap beberapa jenis bakteri.
2. Antibiotik dengan kegiatan luas Broad spectrum yaitu antibiotik yang
berkhasiat terhadap banyak jenis bakteri gram posotif maupun gram negatif, virus-virus tertentu dan protozoa Tjay, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kloramfenikol
Gambar 2.1 Rumus struktur kloramfenikol
Nama Kimia : D-treo---2,2-Dikloro-N-
[β-hidroksi-α- hidrosimetil-p-nitrofenetil]asetamida [56-75-7]
Rumus Molekul : C
11
H
12
Cl
2
N
2
O Berat Molekul
: 323,13 Pemerian
: Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih
kekuningan; larutan praktis netral terhadap lakmus P
; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol,
dalam propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.
Persyaratan : Kapsul kloramfenikol mengandung kloramfenikol
C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 120,0 dari jumlah yang tertera
pada etiket. Indikasi
: Sebagai antibiotik Ditjen POM, 1995.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Mekanisme kerja
Kloramfenikol menghambat sintesis protein bakteri dan juga sel eukariosit, mencegah ikatan antara asam amino, yang mengandung ujung dari aminoasil t-
RNA, dengan salah satu tempat ikatannya pada ribosom Wattimena, 1991.
2.3.2 Efek samping
Efek samping kloramfenikol yang umum terjadi adalah gangguan lambung-usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut, yang
sangat berbahaya yaitu dapat mengakibatkan kerusakan pada sumsum tulang belakang Tjay, 2007.
2.3.3 Bentuk sediaan
Kloramfenikol tersedia dalam bentuk salep mata tube 3,5 g ; tetes mata 15 ml, 8 ml, dan 5 ml ; tetes telinga 10 ml ; kapsul 500 mgkapsul dan 250
mgkapsul; sirup ISO, 2007.
2.4 Uji Disolusi
Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu medium. Salah satu obat yang telah memenuhi
persyaratan kekerasan, waktu hancur, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi
harus dilakukan pada setiap produksi tablet atau kapsul. Disolusi menggambarkan efek obat terhadap tubuh, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat
akan memberikan khasiat pada tubuh Syukri, 2002. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap pembatas kecepatan sebelum
obat berada dalam darah. Obat yang larut di dalam air akan melarut cepat, obat
Universitas Sumatera Utara
akan berdifusi secara pasif. Sebaliknya kecepatan obat yang kelarutannya kecil akan dibatasi karena kecepatan disolusi dari obat tidak larut atau disentegrasi
sediaan relatif pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif Syukri, 2002.
2.4.1 Tipe alat uji disolusi
Uji disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan dua tipe alat, yaitu :
1. Alat 1 Metode keranjang
Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh
motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan
suhu dalam wadah pada 37 ̊ ± 0,5̊ selama pengujian berlangsung dan menjaga agar
gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm,
diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat
digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal
wadah, berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran
yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera pada masing-masing monografi.
2. Alat 2 Metode dayung
Universitas Sumatera Utara
Sama seperti alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga
sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter
batang sehingga dasar daun dan batang rata, daun dan batang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan
tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar Ditjen POM, 1995.
2.4.2. Media disolusi
1
. Air Suling
Pelarut air digunakan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet. Pengujian menggunakan cairan air memberikan hasil yang sangat berbeda dengan cairan
fisiologik, terutama untuk senyawa ionik yang sangat dipengaruhi oleh pH.
2. Larutan Ionik
Larutan ionik banyak digunakan untuk menyesuaikan pH organ tubuh : i.
Larutan asam pH 1,2 dibuat dari asam klorida encer baik ditambah atau tidak ditambah dengan larutan natrium atau kalium klorida, sehingga pH
cairan mendekati komposisi cairan lambung. ii.
Larutan dapar alkali pH 7-8 paling sering digunakan untuk meniru pH usus dalam pengujian sediaan dengan aksi diperpanjang atau aksi terjaga setelah
melewati cairan yang asam.
2.4.3 Faktor yang mempengaruhi laju disolusi
Universitas Sumatera Utara
Faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan biasanya diklasifikasikan atas tiga kategori yaitu:
1. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat Sifat-sifat fisikokimia dari obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi
kelarutan, bentuk kristal, serta ukuran partikel. Sifat-sifat fisikokimia lain seperti kekentalan berperan terhadap munculnya permasalahan dalam disolusi.
2. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara
pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Cara
pengolahan dari bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam formulasi sediaan padat peroral juga akan berpengaruh terhadap laju
disolusi. Faktor formulasi yang dapat mempengaruhi laju disolusi di antaranya kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien, kekerasan dan porositas.
3. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji Faktor ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan yang meliputi
kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang dipakai. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal
lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Zat yang
kelarutannya tidak tergantung pH maka perubahan pH medium disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in
vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat di saluran cerna sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan laju disolusi obat. Metode
Universitas Sumatera Utara
penentuan laju disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi yang sama atau berbeda tergantung pada metode uji yang digunakan Syukri, 2002.
Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Penerimaan hasil uji disolusi
No Tahap
Jumlah yang diuji
Kriteria penerimaan 1
S1 6
Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5 2
S2 6
Rata-rata dari 12 unit S1+S2 adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit
sediaan yang lebih kecil dari Q-15
3 S3
12 Rata-rata dari 24 unit S1+S2+S3 adalah sama
dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih besar dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15
dan tidak satu unit pun yang lebih dari kecil dari Q-25
Keterangan: S1 : Tahap pertama; S2: Tahap kedua; S3: Tahap ketiga
Q : Jumlah zat aktif yang terlarut dan tertera dalam masing-masing monografi 2.5 Kromatografi
Teknik kromatografi telah berkembang dan digunakan untuk memisahkan berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun
komponen anorganik. Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan sering digunakan dalam bidang kimia untuk melakukan analisis, baik
analisis kualitatif, kuantitatif atau preparatif dalam bidang farmasi. Gandjar dan Rohman, 2007.
2.5.1 Pembagian kromatografi
Universitas Sumatera Utara
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: 1. kromatografi adsorbsi; 2. kromatografi partisi; 3. kromatografi pasangan ion; 4. kromatografi penukar ion 5. kromatografi eksklusi
ukuran dan kromatografi afinitas Rohman, 2009. Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas : a.
kromatografi kertas; b. kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut kromatografi planar, c. kromatografi cair kinerja tinggi KCKT dan d.
kromatografi gas KG Rohman, 2009.
2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC High Performance Liquid Chromatography dikembangkan pada akhir
tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat Rohman, 2009.
Kromatografi cair kinerja tinggi KCKT merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam
teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, detektor sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif
maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran Dirjen POM, 1995.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan jenis yang khusus dari kromatografi kolom. Berbeda dengan kromatografi gas. Metode ini menggunakan
cairan dengan tekanan tinggi sebagai fase mobil fase gerak sebagai pengganti
Universitas Sumatera Utara
gas. Perbedaan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kromatografi kolom klasik ada empat sifat yang khas yaitu:
a. Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.
b. Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1 sampai 3 mm, untuk
memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro. c.
Ukuran partikel bahan sorbsi penyerap terletak dibawah 50 µm, hingga akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.
d. Pelarut elusi dialirkan kedalam kolom dengan tekanan untuk
mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom Roth, 1998. Menurut Synder 1979, banyak kelebihan metode kromatografi cair
kinerja tinggi dibandingkan dengan metode lainnya yaitu: 1.
Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran. 2.
Mudah melaksanakannya. 3.
Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi. 4.
Dapat dihindari terjadinya dekomposisikerusakan bahan yang dianalisis. 5.
Resolusi yang baik. 6.
Dapat digunakan bermacam-macam detektor. 7.
Kolom dapat dipergunakan kembali.
2.7 Cara Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT