5
2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009;
4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata;
5. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD;
6. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 20-6-1979 No.415
KSip1975; 7.
Putusan Mahkamah Agung RI No. 225 KSip1976 tanggal 30 September 1983;
8. Putusan Mahkamah Agung RI No. 2424KSip1981 tanggal 22 Februari
1982; 9.
Putusan Mahkamah Agung RI No. 455 KSip1982 tanggal 27 Januari 1983; 10.
Putusan Mahkamah Agung RI No. 3992 KPdt1984 tanggal 4 Mei 1988; 11.
Putusan Mahkamah Agung RI No. 3179 LPdt1984 tanggal 4 Mei 1988; 12.
M.Yahya Harahap pedoman mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat
perumusan klausul
arbitrase menurut
R.V.
2
5. Penerapan peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, atau doktrin
Sebagaimana peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan doktrin yang telah disebutkan diatas, maka dapat dilihat penerapannya, mejelis hakim dalam
memutuskan perkara Nomor 182 KPdt.Sus-Arbt2013 sebagai berikut :
1. Bahwa Putusan Pengadilan Negeri Semarang No:01Arbitrase2012PN.SMG
telah dibuat dengan pertimbangan yang salah dan keliru dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang RI No.30 Tahun 1999, Sehingga
pengabulan pembatalan putusan arbitrase dalam perkara a quo oleh Pengadilan Negeri, merupakan pelanggaran terhadap ketentuan undang-
undang, dan karenanya harus dibatalkan dan diluruskan;
2. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 20-6-1979 No.415
KSip1975 : “Gugatan yang ditujukan kepada lebih dari seorang Tergugat, yang antara Tergugat-Tergugat itu tidak ada hubungannya, tidak dapat
diadakan dalam satu gugatan, tetapi masing-masing Tergugat harus digugat
tersendiri”; 3.
Putusan BANI No: No.405VIARB-BANI2011 adalah Putusan yang bersifat final dan mengikat para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 60 dan Pasal
61 Undang-Undang RI No.30 Tahun 1999, maka Putusan BANI No.405VIARB-BANI2011 adalah putusan yang bersifat final dan mengikat
Pemohon Banding dahulu Termohon II dan Termohon Banding dahulu Pemohon untuk melaksanakan putusan tersebut secara sukarela dan atau
berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri Semarang;
2
Arbitrase Ditinjau dari RV, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, Perma No. 1
1990, 1991, Jakarta: Pustaka Kartini, 1991
6
4. Ketentuan mengenai Permohonan Kasasi yang digariskan Pasal 46 dan Pasal
47 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI
5. Putusan pengadilan negeri telah salah menerapkan hukum, karena diputus
berdasarkan pertimbangan yang keliru dan melanggar ketentuan Pasal 1338 1 JO. Pasal 1340 KUHPerdata;
6. Ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata mengatur dan menyatakan: “Suatu
perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, tidak dapat
pihak- pihak ketiga mendapat manfaat karenanya”;
7. Pasal 506 KUHD, Purwosutjipto 1984 mendefinisikan bahwa Perjanjian
Pengangkutan adalah perjanjian dengan mana pengangkut mengikatkan untuk menyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang dari suatu tempat ke
tempat tujuan tertentu dengan selamat. Perjanjian Pengangkutan secara ipso jure melekat konsekuensi yuridis Pasal 1338 1 KUHPerdata, dimana para
pihak yang mengikatkan diri harus meletakkannya sebagai, atau setara dengan undang-undang shall be apply as the law. Ketentuan Pasal 1320 jo.
Pasal 1338 1 KUHPerdata itu tentunya juga berlaku bagi Perjanjian Jual- Beli No.098BPL-IPJB102007 antara Terbanding II dengan Pihak Ketiga
diluar pihak bersengketa yaitu PT.Interworld Steel Mills Indonesia Atas dasar tersebut, dengan berdasar ketentuan Pasal 1320 jo. Pasal 1338 1
KUHPerdata Majelis Arbiter telah membatasi pemeriksaan dan penilaian perkara pada pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan sesuai dengan hak dan
kewajiban masing-masing pihak yang telah disepakati dalam perjanjian dimaksud;
8. Kekeliruan Pengadilan Negeri tersebut menimbulkan cacat pada putusan
Pengadilan Negeri karena melanggar ketentuan Pasal 1338 1 jo. Pasal 1340 KUHperdata, sehingga putusan Pengadilan Negeri harus dibatalkan dan
dikoreksi kembali;
9. Putusan Mahkamah Agung RI No.575 KPdt1983 yang menyatakan boleh
melakukan penggabungan samenvoeging baik dalam bentuk subjektif dan objektif, asal terdapat hubungan erat innerlijke samanhangen;
10. Mahkamah Agung RI dalam putusannya No. 225 KSip1976 tanggal 30
September 1983 menegaskan pendiriannya bahwa klausul arbitrase bagi pihak-pihak, mempunyai kekuatan sebagai undang-undang yang harus ditaati.
Pendirian tersebut telah pula dianut dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 2424KSip1981 tanggal 22 Februari 1982 dan No. 455 KSip1982 tanggal
27 Januari 1983;
11. Dengan kata lain asas “pacta sunt servanda”, sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 1338 KUH Perdata, dihormati oleh Mahkamah Agung RI. Bahkandalam putusan yang lain, yaitu putusannya No. 3992 KPdt1984
tanggal 4 Mei 1988, Mahkamah Agung RI yang menguatkan putusan pengadilan tingkat banding yang berpendirian bahwa kewenangan memeriksa
sengketa yang timbul dari perjanjian yang memuat klausul arbitrase, mutlak menjadi yurisdiksi arbitrase;
7
12. Selanjutnya pula di dalam putusannya No. 3179 LPdt1984 tanggal 4 Mei
1988, Mahkamah Agung RI berpendirian bahwa apabila di dalam perjanjian dimuat klausul arbitrase, maka Pengadilan Negeri tidak berwenang
memeriksa dan mengadili gugatan, baik dalam konvensi maupun rekonvensi. Oleh karena putusan-putusan Mahkamah Agung menunjukkan sikap yang
konsisten dari Mahkamah Agung, maka putusan-putusan tersebut di atas telah dapat disebut sebagai yurisprudensi.
3
6. Kesimpulan majelis hakim