2.3.2 Manfaat Resiliensi
Resiliensi membantu individu melakukan koping terhadap stres dan meminimalkan efek penyakit. Individu yang memiliki resiliensi yang baik akan
mampu bangkit dari trauma yang dialami, mencari pengalaman baru yang menantang bagi diri karena telah belajar bahwa hanya melalui perjuangan yang
berat mereka mampu mengembangkan wawasan mereka. Resiliensi juga bermanfaat saat individu mengalami kegagalan sehingga memahami bahwa
kegagalan bukanlah titik akhir Reivich Shatte, 2002.
2.3.3 Domain Resiliensi
Reivich Shatte 2002 menyatakan bahwa terdapat 7 faktor yang dapat membangun resiliensi yaitu pertama regulasi emosi adalah kemampuan untuk
tetap tenang bila mengalami tekanan. Individu yang sudah resilien menggunakan berbagai keterampilan yang sudah sudah matang yang membantu mereka
mengontrol emosi, membentuk keakraban, sukses di tempat kerja dan mempertahankan kesehatan fisik. Individu yang mampu mengontrol emosinya
adalah individu yang mampu untuk tetap tenang dan fokus sehingga ia mendapatkan efek relaksasi. Tidak semua emosi yang dirasakan individu harus
dikontrol, hal ini dikarenakan mengekpresikan emosi yang kita rasakan baik emosi positif maupun negatif merupakan hal yang konstruktif dan sehat, bahkan
kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara tepat merupakan bagian dari resiliensi Reivich Shatte, 2002.
Kedua yaitu impuls contol, Nasution 2011 menyatakan bahwa
pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan
Universitas Sumatera Utara
keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat
mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku mereka. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan
kesabaran, impulsif, dan berlaku agresif. Tentunya perilaku yang ditampakkan ini akan membuat orang di sekitarnya merasa kurang nyaman sehingga berakibat
pada buruknya hubungan sosial individu dengan orang lain Reivich Shatte, 2002.
Ketiga adalah optimis, orang yang memiliki resiliensi adalah orang yang optimis. Kondisi akan berubah menjadi lebih baik adalah keyakinan mereka.
Memiliki harapan ke masa depan dan yakin bahwa mereka dapat mengatur bagian-bagian dari kehidupan. Ketika seseorang optimis maka mereka memiliki
keyakinan akan kemampuannya mengatasi penderitaan, yang mungkin muncul di masa depan.
Keempat yaitu causal analisis eseorang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalahnya jika memiliki causal analisis individu
tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus menerus ketika mampu mengidentifikasi penyebab masah secara akurat. Seligman 1993 dalam Reivich
Shatte, 2002 mendefinisikan gaya berpikir explanatory yang merupakan kebiasaan cara seseorang untuk menjelaskan hal baik dan buruk yang terjadi pada
diri dan kehidupan mereka. Kelima adalah empati yang di tunjukkan dengan bagaimana seseorang
mampu membaca sinyal dari orang lain tentang kondisi psikologis dan emosional
Universitas Sumatera Utara
mereka, hal ini dapat di ungkapkan melalui isyarat, nonverbal, kemudian menentukan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Individu yang memiliki
empati yang rendah walaupun memiliki tujuan yang baik, akan cenderung mengulangi pola perilaku yang tidak resilien.
Keenam adalah self efficacy merupakan perasaan seseorang tentang seberapa efektifnya ia berfungsi di dunia ini. Keyakinan dapat memecahkan
masalah, dapat mengalami dan memiliki keberuntungan dan kemampuan untuk sukses. Individu akan mudah tersesat apabila tidak yakin akan kemampuannya.
Untuk meningkatkan self efficacy dibutuhkan keterampilan avoiding thinking traps.
Ketujuh adalah reaching outyang merupakan mampu untuk keluar dari kondisi sulit dan merupakan kemampuan untuk keluar dari zona nyaman yang
dimilikinya. Individu yang memiliki kemampuan reaching out tidak menetapkan batasan kaku terhadap kemampuan yang dimilikinya. Mereka tidak terperangkap
rutinitas, memiliki rasa ingin tahu, dan ingin mencoba hal-hal baru sehingga mampu menjalin hubungan dengan orang-orang baru dalam kehidupannya.
2.3.5 Tingkat Resiliensi