4.5. Fungsi Hidrologi
DAS
Fungsi hidrologis Daerah Aliran Sungai DAS adalah peranan daerah
tersebut dalam merespon curah hujan yang jatuh yang kemudian mengalir menjadi air
permukaan. Suatu DAS dikatakan memiliki fungsi hidrologis yang baik apabila berperan
baik dalam meredam lonjakan fluktuasi limpasan permukaan yang diakibatkan oleh
turunnya hujan, menstabilkan besarnya discharge
, serta memperpanjang ketersediaan limpasan permukaan dimusim
kering. Komponen-komponen hidrograf
hasil dari pemisahan baseflow DAS Cicatih tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 10.
Berdasarkan hasil pemisahan ini, juga telah ditetapkan baseflow index BFSF. Hasil
analisis memperlihatkan bahwa rasio BFSF di DAS Cicatih adalah cukup tinggi yaitu
sekitar 0,65 dengan variasi tiap bulan yang tidak begitu signifikan. Nilai ini
mengindikasikan bahwa DAS Cicatih masih memiliki fungsi hidrologis yang baik.
Fungsi hidrologi DAS dalam menyediakan air di musim kemarau dapat
terjamin dengan tingginya nilai baseflow index
. Pada bulan kemarau nilai BI sangat tinggi yang dapat menjadi indikasi kondisi
cadangan airbumi DAS Cicatih masih bagus. Pada musim kemarau, aliran airbumi
groundwater flow merupakan sumber utama debit sungai. Dari Gambar 16 terlihat
jelas kontribusi baseflow ke Sungai Cicatih ditunjukkan oleh garis merah terutama
pada bulan-bulan kemarau dalam Gambar 14 setelah hari ke-154. Secara spasial, sub
DAS dengan luasan tipe lahan terganggu yang besar maka secara umum limpasan
permukaan juga besar.
Tipe penggunaan lahan dengan campur tangan manusia memberikan
sumbangan yang besar terhadap limpasan permukaan dan imbuhan. Lahan sawah,
lahan ladang dan lahan kebun campuran memberikan kontribusi hampir ¾ dari
limpasan total. Sedangkan lahan hutan hanya memberikan kontribusi sekitar 6.
Besarnya limpasan pada tipe lahan campur tangan manusia karena tingginya nilai CN
pada lahan tersebut Tabel 4. CN lahan sawah sebesar 76.8, lahan ladang 83.6, dan
CN lahan kebun campuran 75.5, sedangkan CN lahan hutan primer sebesar 62. Nilai CN
berkorelasi positif dengan besarnya limpasan yang terjadi karena dalam model
SCS hubungan hujan dan limpasan dikontrol oleh potensi simpanan maksimum Weng,
2001; USDA, 2004. Banyaknya serasah dan tutupan vegetasi yang rapat pada lahan hutan
dapat menjadi penyebab rendahnya limpasan permukaan. Infiltrasi dan limpasan
dipengaruhi oleh kekasapan permukaan Govers et al., 2000.
Selain faktor tersebut, secara umum persentase area juga menentukan besarnya
kontribusi tiap tipe lahan terhadap besarnya limpasan dan imbuhan DAS. Tipe
penggunaan lahan sawah dengan luasan terbesar menjadi penyumbang terbesar bagi
limpasan dan imbuhan. Sedangkan daerah sub-urban seperti zona industri dan
pemukiman meskipun nilai CN sangat tinggi lebih dari 84 akan tetapi
kontribusinya terhadap limpasan dan imbuhan dalam skala DAS sangat kecil
karena persentase luasan yang kecil. Neraca air metode SCS dapat dilihat pada Tabel 11
dan 12.
4.6. Pengujian Model
SCS
Semakin tinggi nilai RMSE, maka semakin buruk tampilan model, begitu pula
sebaliknya. Pengujian yang dilakukan oleh Mishra et al. 2005 pada 5 kelas curah
hujan yang masing-masing diuji dengan 10 model memperlihatkan bahwa nilai RMSE
sebesar 3,4 berada dalam selang baik. Hal ini mengindikasikan bahwa model SCS baik
digunakan untuk perkirakan nilai limpasan di DAS Cicatih.
Hasil pengujian tampilan model SCS dengan menggunakan persamaan Nash
dan Sutcliffe, diperoleh nilai E = 0,4. Nilai 0,4 ini mengindikasikan bahwa prediksi nilai
limpasan permukaan dengan menggunakan model SCS adalah cukup baik dibandingkan
dengan prediksi limpasan permukaan dengan menggunakan nilai observasi rata-
rata.
Seperti yang pernah dinyatakan sebelumnya, model SCS-CN telah
digunakan secara luas di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya karena model ini
telah diterapkan dengan sukses untuk situasi mulai dari perhitungan limpasan yang
sederhana, perkiraan perubahan lahan, sampai sistem hidrologi yang kompleks
Melesse et al., 2003; Mishra et al., 2005; Michel et al., 2005; Binh et al., 2006.
Jadi, kurang sempurnanya hasil yang didapat saat pengujian tampilan model
mungkin disebabkan oleh ketidaktepatan nilai pengukuran curah hujan harian yang
didapat dari PSDA Kabupaten Sukabumi, ketidaktelitian saat interpolasi data curah
32
hujan bulanan di ArcView atau saat pembangkitan data curah hujan harian,
dimana nilai curah hujan harian ini dipakai sebagai input model SCS.
Tabel 11. Neraca air metode SCS mm tahun 2000 berdasarkan sub-DAS
Luas Ha
CH mm
Ia mm
Qscs mm
F mm
No Sub DAS
Area
1 Ciheulang 16085.7
33.7 1972.3 1119.7
357.1 495.5
2 Cikembar Ubrug
2553.5 5.4
2487.6 1288.7 531.0
667.8 3 Cileuleuy
9332.4 19.6
2370.6 1426.4 380.4
563.9 4 Cipalasari
10327.9 21.7
2527.0 1392.9 471.5
662.6 5 Cicatih
hulu 9401.0
19.7 2214.9 1323.0
367.5 524.4
47700.5 100.0
Tabel 12. Neraca air metode SCS mm tahun 2000 berdasarkan tipe penggunaan lahan
Luas Ha
CH mm
Ia mm
Qscs mm
F mm
No Penggunaan Lahan
Area
Hutan Primer 1
8491.4 17.8 1929.5
1491.8 136.8
301.0 2 Hutan
Sekunder 30.7
0.1 2582.2 1932.9 213.9 435.4 3 Kawasan
Pertambangan 159.9
0.3 2454.9 777.5 903.8 773.6 4 Zona
Industri 29.2
0.1 2468.0 845.2 815.4 807.3 5 Kebun
Campuran 8131.4
17.0 2400.8 1344.9 428.0 627.9 6 Ladang
7653.4 16.0 2293.2 957.8 623.6 711.7
7 Ilalang 6962.1
14.6 2401.5 1471.9 351.0 578.7 8 Perkebunan
1777.9 3.7 2494.9 1595.5 332.8 566.6
9 Permukiman 928.5
1.9 2130.9 893.9 579.4 657.6 10 Sawah
13514.0 28.3 2215.2 1211.5 428.7 575.0
11 Tanah Kosong 22.0
0.0 2364.6
1387.0 389.7
587.9 47700.5
100.0
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan