hidroperoksida sehingga jumlah degradasi hidroperoksida menjadi malonaldehide masih sedikit.
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 5
Gambar 17 Pengaruh interaksi lama penyimpanan dengan sumber antioksidan terhadap nilai TBA
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, Nilai malonaldehide STK dengan lama penyimpanan ke-24 jam lebih besar secara nyata dibandingkan dengan
lama penyimpanan ke-0 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama hari pertama penyimpanan, di dalam contoh terdapat peningkatan nilai TBA yang
nyata. Saat hari kedua penyimpanan nilai TBA pada STK meningkat secara
cepat dan nyata. Namun sebaliknya, peningkatan bilangan peroksida mulai melambat. Hal tersebut juga merupakan tanda bahwa pada rentang waktu
tersebut, oksidasi lemak menjadi hidroperoksida mulai menurun dan diikuti dengan peningkatan degradasi hidroperoksida menjadi malonaldehide.
Pada STK, nilai malonaldehide pada lama penyimpanan ke-36 jam lebih tinggi secara nyata dibandingkan dengan lama penyimpanan ke-24 jam. Begitu
pula dengan nilai TBA pada saat lama penyimpanan ke-48 jam yang lebih tinggi secara nyata dibandingkan dengan nilai TBA saat lama penyimpanan ke-36 jam.
Nilai TBA STK pada saat lama penyimpanan ke-36 jam dan ke-48 jam adalah yang tertinggi secara nyata dibandingkan dengan nilai TBA pada contoh yang
lain. Grafik STA menunjukkan peningkatan nilai TBA yang lambat.
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, kenaikan nilai TBA pada STA saat lama
0.270
e
0.270
e
0.296
d,e
0.299
d,e
0.312
d,e
0.322
d,e
0.331
d,e
0.338
d,e
0.361
c,d,e
0.363
c,d,e
0.398
c,d
0.401
c,d
0.460
c
0.646
b
0.849
a
0.0 0.1
0.2 0.3
0.4 0.5
0.6 0.7
0.8 0.9
48 _S
TK 36
_S TK
24 _S
TM 48
_S TA
24 _S
TK 48
_S TM
36 _S
TA 36
_S TM
12 _S
TK 12
_S TM
0_STM 24
_S TA
12 _S
TA 0_STA
0_STK
Interaksi
Nilai TBA mgkg Malonaldehide
penyimpanan ke-0 jam hingga ke-48 jam tidak berbeda nyata pada masing- masing titik pengamatan. Nilai TBA awal STA pada saat lama penyimpanan ke-0
jam hingga lama penyimpanan ke-12 jam secara statistik tidak berbeda nyata dengan dengan Nilai TBA STK pada saat lama penyimpanan yang sama.
Peningkatan malonaldehide yang cenderung lambat ini menandakan bahwa pemberian antioksidan Vitamin A mampu menghambat pembentukkan
malonaldehide. Pembentukan malonaldehide ini dapat dihambat karena pemberian Vitamin A juga menghambat pembentukkan hidroperoksida. Selisih
peningkatan malonaldehide STA pada saat lama penyimpanan 0 jam hingga 48 jam adalah 0.1304 mgkg malonaldehide.
STM menunjukkan peningkatan nilai TBA yang terjadi secara nyata pada saat lama penyimpanan ke-0 jam hingga ke-24 jam, lalu kemudian nilai TBA
pada STM menurun secara nyata saat lama penyimpanan 24 jam hingga 36 jam. Penurunan nilai TBA pada selang lama penyimpanan ke-24 jam hingga ke-36
jam diduga akibat malonaldehide yang terbentuk terdegradasi lanjut. Salah satu hasil dari degradasi lanjut tersebut adalah asam organik.
Pada STM saat lama penyimpanan ke-36 jam hingga ke-48 jam terjadi lagi pembentukkan malonaldehide dalam jumlah kecil yang terlihat pada grafik
yang sedikit meningkat. Peningkatan nilai TBA diduga terjadi karena aldehid tak jenuh yang terbentuk karena oksidasi lemak masuk ke dalam reaksi autooksidasi
klasik, dan dengan adanya serangan oksigen pada posisi a-methylenic membentuk hidrokarbon rantai karbon, aldehid, dan dialdehid Nawar 1996.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan Nilai TBA pada STK selama penyimpanan adalah yang tertinggi. Hal tersebut memberikan informasi bahwa
jika contoh tidak ditambah dengan antioksidan dan disimpan dalam waktu perlakuan yang sama, maka akan mengalami ketengikan yang tertinggi
dibandingkan dengan contoh yang ditambahkan dengan antioksidan. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa dengan penambahan
antioksidan Vitamin A dan MSK pada sop daun Torbangun, akan meningkatkan daya awet sayur tersebut karena akan memperlambat proses ketengikan lemak
yang ada dalam santan. Namun, jika dibandingkan antara kedua jenis antioksidan tersebut, maka vitamin A dapat dikatakan sebagai antioksidan yang
paling efektif. Diduga karena konsentrasi vitamin A yang diberikan lebih tinggi dibandingkan dengan MSK. Selain itu, MSK yang diberikan adalah dalam bentuk
minyak sehingga dapat meningkatkan kadar lemak di dalam contoh. Kadar lemak yang tinggi akan berpengaruh terhadap kecepatan dan kemudahan oksidasi.
Hasil analisis kandungan vitamin A dan ß-karoten Pengaruh pengolahan dan penyimpanan terhadap jumlah vitamin A
Madhavi et.al 1996 melaporkan bahwa penggunaan vitamin A sebagai antioksidan masih terbatas. Hal tersebut terjadi karena vitamin A sangat mudah
teroksidasi oleh paparan udara dan cahaya, serta mudah menjadi prooksidan. Namun, vitamin A mampu berfungsi sebagai antioksidan di dalam lemak dan
minyak pada kondisi gelap dan terlindung dari paparan asam-asam bebas yang ada di dalam minyak sayur.
Pada saat pengolahan STA dan STM, antioksidan tablet vitamin A serta MSK dimasukkan ke dalam sayur saat tahap pertengahan pengolahan. Hal
tersebut bertujuan agar vitamin A yang telah dihaluskan serta MSK dapat larut secara merata di dalam santan. Setelah kedua jenis antioksidan tersebut larut,
baru dimasukkan daun Torbangun. Cara pengolahan tersebut sangat memungkinkan vitamin A mengalami kerusakan. Mengacu pada Winarno 1997
vitamin A sangat mudah rusak oleh pemanasan dengan suhu tinggi disertai adanya udara oksigen.
Sayur yang telah matang kemudian dikemas untuk keperluan penyimpanan. Kemasan yang digunakan adalah gelas plastik jenis PET bening
tanpa warna, lalu setelah sayur dimasukkan, kemasan ditutup dengan menggunakan plastik sealler. Perhitungan headspace kemasan adalah sekitar
20. Berdasarkan uraian tersebut, setelah proses pengolahan dengan panas, vitamin A masih dapat mengalami kerusakan selama penyimpanan pada suhu
ruang. Kerusakan tersebut dapat terjadi karena vitamin A berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi sayur dari kerusakan secara kimiawi, adanya
oksidasi dengan oksigen yang terkandung pada headspace, serta kerusakan akibat paparan cahaya di ruang penyimpanan.
Berpangkal dari pemikiran adanya kerusakan vitamin A dan ß-karoten baik selama proses pengolahan dengan suhu tinggi maupun selama proses
penyimpanan, maka dilakukan analisis kandungan vitamin A dan ß-karoten menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography HPLC
terhadap STK, STA, dan STM pada saat awal penyimpanan ke-0 jam serta akhir penyimpanan ke-48 jam. Selain itu, dilakukan pula analisis HPLC
terhadap kandungan vitamin A pada tablet vitamin A dan kandungan ß-karoten pada MSK. Hasil analisis HPLC tersebut dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10 Kandungan vitamin A pada sop daun Torbangun dan bahan penyusunnya RE100 g
Nama Contoh Hasil Analisis
Awal Akhir
STK 938.88 RE100 g
786.31 RE100 g STA
3706.99 RE100 g 3371.52 RE100 g
STM 1107.06 RE100 g
984.84 RE100 g Tablet Vitamin A
5753.14 REtablet MSK
42473.11 RE100 g Daun Torbangun
6711.04 RE100 g Keterangan : STK = Sop Torbangun kontrol
STA = Sop Torbangun dengan penambahan vitamin A STM = Sop Torbangun dengan penambahan MSK
Berdasarkan hasil analisis HPLC yang dilakukan terhadap tablet vitamin A diketahui bahwa vitamin A yang terkandung di dalam tablet vitamin A secara
faktual adalah 5753.14 REtablet, sedangkan berdasarkan konsentrasi vitamin A yang tercantum pada label adalah 6060.60 REtablet, sehingga diketahui adanya
kehilangan konsentrasi vitamin A sebesar 5.07. Kehilangan konsentrasi vitamin A tersebut diduga akibat adanya paparan langsung tablet vitamin A dengan
oksigen dan cahaya. Retensi vitamin A pada STA akibat pengolahan adalah 30.38 3706.99
RE100g, sedangkan retensi vitamin A pada STA akibat penyimpanan adalah 90.95 3371.52 RE100 g. Hasil tersebut menunjukkan bahwa persentase
retensi vitamin A akibat pengolahan dengan suhu tinggi lebih rendah dibandingkan dengan persentase akibat penyimpanan. Hal tersebut dapat terjadi
karena laju oksidasi vitamin A dapat meningkat dengan adanya pengolahan dengan suhu tinggi, paparan oksigen bebas yang ada di udara, luas permukaan
yang terpapar oksigen, serta adanya paparan cahaya selama proses pemasakan. Pada saat proses penyimpanan, suhu yang digunakan adalah suhu
ruang. Paparan dengan oksigen dapat dibatasi karena luas permukaan yang lebih sempit dan juga volume headspace yang terbatas, sehingga persentase
retensi vitamin A pada STA saat proses penyimpanan lebih tinggi. Untuk lebih jelasnya, perhitungan retensi vitamin A pada STA setelah pengolahan dan
penyimpanan terdapat pada Lampiran 4. Pada contoh STM juga dilakukan analisis HPLC pada saat awal
penyimpanan ke-0 jam dan akhir penyimpanan ke-48 jam, hasil analisis
tersebut dapat dilihat pada tabel 10. Retensi vitamin A pada STM akibat pengolahan adalah 94.59 19897.20 RE, sedangkan retensi akibat proses
penyimpanan selama 48 jam adalah 39.19 435 RE. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa persentese retensi vitamin A pada STM akibat
proses pengolahan lebih besar dibandingkan dengan persentase retensi vitamin A pada STM akibat penyimpanan. Perhitungan retensi vitamin A pada STM dapat
dilihat pada Lampiran 5. Jika dilihat secara seksama, laju oksidasi STM saat proses pemasakan
selama sekitar 15 menit adalah 75.87 REmenit Lampiran 5, sedangkan laju oksidasi pada saat penyimpanan selama 48 jam adalah 0.23 REmenit Lampiran
5. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa walaupun persentase retensi vitamin A pada STM selama proses pengolahan lebih tinggi
dibandingkan dengan selama penyimpanan, namun laju oksidasi selama proses pengolahan tetap lebih tinggi dibandingkan dengan selama proses penyimpanan.
Retensi total adalah retensi vitamin A baik akibat proses pengolahan maupun proses penyimpanan. Berdasarkan hasil perhitungan retensi total
vitamin A pada STA Lampiran 4 adalah 27.63 22252.03 RE dan retensi total vitamin A pada STM Lampiran 5 adalah 97.93 20599.77 RE. Hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa persentase retensi total STA lebih rendah dibandingkan dengan STM. Hal tersebut dapat terjadi karena pada STA
antioksidan yang diberikan adalah dalam bentuk tablet vitamin A murni, sedangkan pada STM antioksidan yang diberikan dalam bentuk MSK yang
mengandung ß-karoten sebagai provitamin A. Mengacu pada Andarwulan dan Koswara 1992 provitamin A lebih stabil
dibandingkan dengan vitamin A selama pengolahan pangan karena keberadaan karotenoid dalam lokasi yang terhindar dari oksigen di dalam bahan pangan.
Selain itu, di dalam MSK selain memiliki kandungan ß-karoten yang tinggi, kandungan a-tokoferol MSK juga cukup tinggi. Scita 1992 dalam Eitenmiller dan
Lander 2000 melaporkan bahwa keberadaan BHT atau a-tokoferol dapat mengurangi resiko kehilangan ß-karoten akibat proses oksidasi secara signifikan.
Jumlah vitamin A awal yang ada di dalam STK adalah 938.88 RE100 gram. Padahal seharusnya, jumlah vitamin A yang ada di dalam STK awal
adalah 6196.61 RE100 g. Jumlah vitamin A tersebut hanya berasal dari daun Torbangun karena vitamin A yang berasal dari santan atau bumbu-bumbu
dianggap kecil jumlahnya sehingga dapat diabaikan.
Berdasarkan uraian pada paragraf sebelumnya, maka dapat diketahui jumlah vitamin A yang hilang dari daun Torbangun akibat pengolahan adalah
84,85 37581.85 RE. Jumlah vitamin A yang hilang cukup besar. Diduga, kehilangan vitamin A tersebut terjadi akibat proses mekanis karena pada saat
sebelum dilakukan pemasakan, daun Torbangun dicuci dan diremas-remas hingga bersih. Selama proses peremasan tersebut ada proses ekstraksi,
sehingga pada saat proses ekstraksi tersebut banyak karoten yang ikut terbuang .
Selain itu, pengolahan dengan menggunakan panas juga mampu menurunkan kandungan vitamin A di dalam Sayur daun Torbangun. Perhitungan lengkap
mengenai retensi vitamin A di dalam STK disajikan pada Lampiran 9.
Peranan STA dan STM dalam memenuhi Angka Kecukupan Gizi AKG Vitamin A
Chakravarty 2000 di dalam WKNPG 2004 menyatakan bahwa kekurangan vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat di lebih dari 70
negara termasuk Indonesia. Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama kali diketahui. Fungsi yang paling dikenal dari vitamin A adalah
peranannya dalam penglihatan. Vitamin A di dalam konsumsi manusia sebagian tersusun oleh vitamin A
yang sudah terbentuk atau sudah jadi yang berasal dari sumber hewani dan sebagian lagi dari karoten provitamin A yang berasal dari bahan nabati.
Kelebihan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan toksisitas dan memiliki efek teratogenik bagi ibu hamil. Oleh sebab itu, konsumsi vitamin A harus sesuai dan
memenuhi kebutuhan serta menghindari kelebihan konsumsi. Karoten tidak menimbulkan keracunan, karena proses metabolisme karoten menjadi vitamin A
akan menurun saat konsumsinya meningkat. Tingkat Asupan Atas yang dapat ditolerir atau Tolerable Upper Intake
Level UL digunakan untuk menghindari resiko keracunan akibat konsumsi zat gizi yang berlebih. Jika asupan harian dari zat gizi kurang dari UL, resiko buruk
akibat dari asupan berlebih akan kecil. La Chance 1998 di dalam WKNPG 2004 mengilustrasikan bahwa UL untuk orang dewasa kemungkinan sekitar
5000 RE atau 15.000 SI per hari. Dosis toksik yang dilaporkan untuk wanita hamil adalah sekitar 500.000 SI untuk dosis tunggal dan 25.000 SI untuk dosis
harian. Angka kecukupan vitamin A adalah jumlah vitamin A yang harus
dikonsumsi per hari untuk mempertahankan status vitamin A pada level memuaskan atau cukup. Berdasarkan WKNPG 2004 angka kecukupan vitamin
A untuk wanita berusia diatas 19 tahun adalah 500 RE, sedangkan pada saat menyusui 0-12 bulan, kecukupannya ditambah 350 RE menjadi 850 RE.
Berdasarkan uraian di atas, apabila Ibu menyusui mengkonsumsi 100 g sop daun Torbangun STA dan STM, maka kecukupan vitamin A telah terpenuhi
sebanyak lima kali 4157.83 RE dari STA dan 1.2 kali 984.79 RE dari STM. Jumlah tersebut masih di bawah UL, yakni 5000 RE. Perhitungan yang lebih rinci
disajikan pada Lampiran 10.
Uji Mikrobiologi Uji mikrobiologi pada sayur Torbangun kontrol STK
Hasil perhitungan jumlah mikroba yang dilakukan dengan metode hitungan cawan HC atau Total Plate Count TPC pada STK Lampiran 10
menunjukkan bahwa pada waktu simpan ke-0 jam, telah terdapat sejumlah mikroorganisme, yaitu 1.2 x 10
3
CFUg 3.079 log
10
CFUg. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun bahan pangan tersebut telah mengalami tahap
pemasakan dengan menggunakan panas, namun masih terdapat mikroorganisme yang mampu bertahan hidup. Diacu dalam Fardiaz 1992 b,
makanan yang telah mengalami proses pengolahan biasanya mengandung mikroorganisme hidup yang memiliki sifat-sifat fisiologis yang tidak normal karena
telah mengalami stres baik selama pengolahan maupun oleh lingkungan yang ekstrim. Mikroorganisme tersebut dinamakan mikroorganisme subletal.
Pada saat lama penyimpanan ke-0 jam hingga ke-12 jam, mikroorganisme mengalami pertumbuhan yang cepat. Ada berbagai faktor yang
diduga berpengaruh terhadap fase pertumbuhan cepat mikroorganisme diantaranya adalah ketersediaan oksigen, dan bahan makanan. Selama awal
penyimpanan, ketersediaan oksigen di dalam media pertumbuhan masih berlimpah, begitu pula dengan ketersediaan sumber bahan pangan terutama
karbohidrat. Mikroorganisme yang mampu menguraikan karbohidrat melalui metabolisme aerob mampu menghasilkan energi yang besar, CO
2
, dan H
2
O. Mikroorganisme yang menguraikan karbohidrat melalui fermentasi menghasilkan
energi yang kecil, CO
2
, H
2
O, dan asam-asam tertentu seperti asam laktat, asam asetat, dan sejumlah kecil asam-asam organik volatil. Selisih jumlah
mikroorganisme pada selang waktu tersebut adalah 1.680 x 10
4
CFUg. Gambar 18 menunjukkan perubahan jumlah mikroorganisme pada contoh STK.
Lama penyimpanan ke-12 jam hingga ke-24 jam menunjukkan fase pertumbuhan melambat dan diduga disertai adanya kematian mikroorganisme.
Fase pertumbuhan lambat ini kemungkinan karena jumlah oksigen dan karbohidrat yang dapat digunakan untuk membentuk energi semakin menurun.
Sementara itu, racun-racun yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme semakin meningkat sehingga dapat mengakibatkan kematian
mikroorganisme yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Pada selang waktu penyimpanan ke-24 jam hingga ke-36 jam,
pertumbuhan mikroorganisme kembali cepat. Diduga, pada selang waktu tersebut jumlah mikroorganisme lipolitik meningkat. Selain menggunakan
karbohidrat sebagai sumber energi, ada beberapa mikroorganisme yang mampu mendegradasikan lemak menjadi asam-asam lemak sederhana. Proses
fermentasi karbohidrat dan degradasi lemak oleh mikroorganisme yang menghasilkan asam-asam organik, mampu meningkatkan bilangan asam produk.
Peningkatan bilangan asam tersebut dapat dilihat pada grafik pH yang terus menurun Gambar 8 dan grafik TAT yang semakin meningkat Gambar 10.
3.079 4.255
4.519 6.000
4.681
1 2
3 4
5 6
7
12 24
36 48
Lama Penyimpanan jam Total Mikroorganisme
log
10
CFUg
Gambar 18 Perubahan jumlah mikroorganisme pada contoh STK Jumlah mikroorganisme pada waktu simpan ke-36 jam merupakan jumlah
mikroorganisme yang tertinggi selama penyimpanan yang didukung oleh faktor lingkungan serta energi untuk pembelahan sel yang banyak tersedia dari
mikroorganisme-mikroorganisme sebelumnya. Proses penyediaan energi tersebut dilakukan dengan cara menguraikan karbohidrat baik secara aerob
maupun fermentasi, serta mendegradasikan lemak. Selisih jumlah mikroorganisme dari lama penyimpanan ke-24 jam hingga ke-36 jam adalah
9.670 x 10
5
CFUg.
Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya dibatasi oleh habisnya zat gizi yang tersedia atau adanya penimbunan zat racun sebagai hasil akhir
metabolisme. Akibatnya, kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya terhenti.
Sebagaimana fase pertumbuhan cepat, fase kematian juga berlangsung secara eksponensial. Fase kematian ditunjukkan oleh grafik yang menurun,
menggambarkan jumlah sel-sel hidup terhadap waktu. Fase kematian ini dapat diakibatkan oleh kondisi media yang semakin asam akibat pembentukkan asam-
asam organik hasil metabolisme karbohidrat dan lemak, terbentuknya alkohol dan etanol sebagai hasil lanjutan dari proses fermentasi, sumber energi yang
semakin berkurang, dan mikroorganisme tersebut keracunan oleh sisa-sisa metabolisme. Namun, akhir dari fase kematian ini tidak akan pernah mencapai
nilai nol. Pada grafik, fase kematian ditunjukkan oleh rentang waktu penyimpanan ke-36 jam hingga ke-48 jam. Pada rentang waktu tersebut, terjadi
penurunan jumlah mikroba dari 1 x 10
6
CFUg 6 log
10
CFUg menjadi 4.8 x 10
4
CFUg 4.681 log
10
CFUg.
Uji mikrobiologi pada sop Torbangun dengan penambahan vitamin A STA
Pada contoh
dengan lama penyimpanan ke-0 jam, jumlah mikroorganisme yang ada adalah 5.30 x 10
2
CFUg 2.724 log
10
CFUg. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun bahan pangan tersebut telah diolah
dengan pemanasan, masih ada mikroorganisme subletal yang masih dapat bertahan hidup serta mampu memperbaiki diri dan melakukan pembelahan sel.
Selain itu, mikroorganisme yang ada mungkin berasal dari kemasan yang walaupun telah disterilisasi dengan menggunakan alkohol 96, namun setelah
itu dibiarkan diruang terbuka sehingga memungkinkan adanya rekontaminasi dari mikroorganisme yang ada di udara. Hasil perhitungan mikroorganisme dengan
metode TPC pada STA terdapat di Lampiran 11. Selama penyimpanan 48 jam, jumlah mikroorganisme yang ada di dalam
media terus bertambah. Penambahan jumlah mikroorganisme selama hari pertama penyimpanan berlangsung secara bertahap. Jumlah mikroorganisme
pada lama penyimpanan ke-36 jam, yaitu 6.78 x 10
5
CFUg 5.833 log
10
CFUg kemudian dinyatakan TBUD tidak bisa untuk dihitung pada lama penyimpanan
48 jam. Perubahan jumlah mikroorganisme pada sop dengan penambahan vitamin A dapat dilihat pada Gambar 19.
2.724 3.845
4.869 5.833
TBUD
1 2
3 4
5 6
7
12 24
36 48
Lama Penyimpanan jam Total Mikroorganisme
log
10
CFUg
Gambar 19 Perubahan jumlah mikroorganisme pada contoh STA Kenaikan jumlah mikroorganisme yang berlangsung secara bertahap
pada hari pertama penyimpanan diduga karena lama pertumbuhan mikroorganisme bergantung pada spesies, umur sel inokulasi, dan lingkungan.
Untuk mampu bertahan hidup dan berkembang biak, mikroorganisme juga membutuhkan karbohidrat untuk membentuk energi. Selain menggunakan
karbohidrat, ada beberapa mikroorganisme yang mampu memetabolisme lemak, karena mikroorganisme hidup sesuai dengan lingkungan hidupnya, maka tidak
menutup kemungkinan sop daun Torbangun ini ditumbuhi oleh mikroorganisme lipolitik. Namun, pada awal penyimpanan, diduga jumlah mikroorganisme lipolitik
masih sedikit, sebab untuk mampu menguraikan lemak, mikroorganisme lipolitik harus mengaktivasi enzim lipase terlebih dahulu.
Perkembangan jumlah mikroorganisme pada saat lama penyimpanan 36 jam hingga 48 jam dapat pula ditunjukkan oleh grafik TAT Gambar 10 yang
terus meningkat akibat aktivitas mikroba yang membentuk asam-asam organik baik melalui proses fermentasi atau degradasi lemak oleh mikroba. Selain itu,
degradasi lemak melalui proses oksidasi non-mikroba juga mampu meningkatkan bilangan asam, namun peningkatannya dapat ditekan oleh penambahan
antioksidan vitamin A.
Uji mikroorganisme pada sop Torbangun dengan penambahan MSK STM
Pada saat lama penyimpanan 0 jam, contoh dengan penambahan MSK mempunyai jumlah mikroorgansime yang tertinggi, yaitu 2.90 x 10
3
CFUg 3.462 log
10
CFUg dibandingkan dengan kedua contoh lain. Jika proses pemasakan masing-masing contoh sesuai dengan standar, maka kemungkinan besar
pencemaran mikroorganisme terjadi pada waktu pengemasan karena sistem hot filling dan kemasan tidak disterilisasi. Grafik laju pertambahan jumlah
mikroorganisme yang dapat dilihat pada Gambar 20 menunjukkan bahwa pada lama penyimpanan 0 jam hingga 12 jam, pertambahan jumlah mikroorganisme
berlangsung cepat. Pertambahan jumlah mikroorganisme tersebut kemudian melambat pada lama penyimpanan 12 jam hingga 24 jam. Peningkatan jumlah
mikroorganisme diakibatkan oleh kemampuan mikroorganisme untuk beradaptasi. Gambar 20 menunjukkan perubahan jumlah mikroorganisme pada
STM. Lampiran 11 menunjukkan perhitungan jumlah mikroorganisme STM dengan metode TPC.
Kemampuan mikroorganisme untuk beradaptasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pH. Nilai pH STM pada lama penyimpanan
0 jam, 12 jam, dan 24 jam masing-masing adalah 6.74: 6.66; dan 6.61. pH tersebut termasuk ke dalam pH optimum pertumbuhan bakteri, yakni 6.5-7.5.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan bakteri adalah ketersediaan zat gizi dan oksigen. Pada lama penyimpanan 0 jam hingga 24 jam,
ketersediaan zat gizi dan oksigen diduga masih berlimpah. Jika dilihat pada Gambar 11
grafik pertambahan nilai TAT pada lama penyimpanan 0 jam hingga 24 jam mengalami kenaikan secara lambat. Hal
tersebut terjadi diduga karena selain dari aktivitas mikroba, ada faktor lain, yakni faktor non-mikroba yang mampu juga meningkatkan nilai TAT, yaitu hidrolisis
lemak. Degradasi lemak oleh enzim lipase yang dihasilkan oleh mikroorganisme lipolitik diduga masih rendah pada awal waktu simpan, sehingga diperkirakan,
pada awal waktu simpan, jenis mikroorganisme yang dominan adalah mikroorganisme pemecah karbohidrat, sebab karbohidrat lebih mudah
terdegradasi menjadi gula-gula sederhana secara aerobik, dan menghasilkan energi yang besar, oleh karena itu jumlah asam-asam lemak yang terbentuk
belum terlalu banyak. Grafik yang ditunjukkan oleh lama penyimpanan 24 jam yaitu 8.8 x 10
4
CFUg 4.944 log
10
CFUg hingga 36 jam yaitu 3.5 x 10
4
CFUg 4.544 log
10
CFUg memperlihatkan fase kematian. Pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme dibatasi oleh ketersediaan oksigen, zat makanan, dan adanya
timbunan racun yang berasal dari sisa metabolisme. Penurunan jumlah mikroorganisme tidak pernah mencapai titik nol, karena masih ada
mikroorganisme tertentu yang tetap bertahan hidup pada kondisi yang tidak
menguntungkan bagi mikrooganisme lain. Penurunan nilai TAT Gambar 11 diduga
dapat disebabkan oleh kematian mikroorganisme fermentasi, dan mikroorganisme lipolitik yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan
lingkungan, juga akibat dari degradasi lanjut asam-asam lemak menjadi hidroperoksida reaksi non miroba.
3.462 4.690
4.644 4.544
4.875
1 2
3 4
5 6
12 24
36 48
Lama Penyimpanan jam Total Mikroorganisme
log
10
CFUg
Gambar 20 Perubahan jumlah mikroorganisme pada contoh STM Puncak kematian mikroorganisme ada pada waktu penyimpanan 36 jam
yaitu 3.5 x 10
4
CFUg 4.544 log
10
CFUg. Pada titik ke-48 jam, jumlah mikroorganisme meningkat lagi menjadi 7.5 x 10
4
CFUg 4.875 log
10
CFUg. Mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang itu kemungkinan adalah
mikroorganisme anaerob atau anaerob fakultatif jenis lipolitik, serta sebagian kecil mikroorganisme fermentasi. Pada waktu penyimpanan 48 jam ketersediaan
oksigen sudah sangat terbatas dan zat gizi berupa karbohidrat sederhana yang mudah diuraikan menjadi sumber makanan, jumlahnya sudah sangat sedikit.
Diperkirakan jumlah mikroorganisme lipolitik lebih dominan, karena mikroorganisme tersebut mampu menggunakan lemak yang telah terurai menjadi
bentuk yang lebih sederhana karena proses pembusukkan makanan, hidrolisis, atau diuraikan oleh enzim lipase yang diproduksi oleh mikroorganisme itu sendiri.
Selain itu, pada waktu simpan tersebut, sumber bahan pangan yang tersedia maksimal hanyalah lemak, terutama karena contoh ini mempunyai dua sumber
lemak utama, yakni dari santan kelapa dan MSK.
Hasil Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan terhadap contoh, diuji hanya pada lama penyimpanan ke-12 jam dan titik ke-36 jam dari setiap contoh, yaitu STK, STA,
dan STM. Hal tersebut terjadi karena pada titik pengamatan ke-0 jam, ke-24 jam dan ke-48 jam terjadi pada malam hari. Kondisi tersebut tidak memungkinkan
untuk dilakukan uji organoleptik karena panelis tidak bersedia melakukan uji organoleptik, dan faktor pencahayaan yang kurang pada malam hari dapat
berpengaruh pada respon panelis. Uji organoleptik yang dilaksanakan hanya mencakup empat faktor, yakni
aroma, warna, kekentalan, dan tekstur masing-masing contoh. Rasa tidak dimasukkan ke dalam uji organoleptik karena uji mikrobiologi dan uji organoleptik
dilakukan secara bersama-sama dan pada saat itu, peneliti tidak mengetahui jumlah mikroorganisme di dalam contoh. Diduga, pada contoh dengan lama
penyimpanan lebih dari 6 jam, jumlah mikroorganisme sudah meningkat cepat, sehingga demi keamanan panelis, maka faktor rasa tidak diujikan. Uji
organoleptik ini mencakup tujuh tingkat penilaian yang terdiri dari sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka, netral, agak suka, suka, dan sangat suka,
yang kemudian diberi skor 1 hingga 7.
Aroma
Indera yang bertanggung jawab terhadap aroma adalah indera pembau. Indera pembau disebut pencicip jarak jauh, karena manusia dapat mengenal
enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh.
Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan pangan tersebut. Keterangan mengenai jenis bau yang keluar dari makanan dapat diperoleh
melalui sel olfaktori. Bau-bauan baru dapat dikenali bila berbentuk uap, dan molekul-molekul komponen bau tersebut harus sempat menyentuh silia sel
olfaktori dan diteruskan ke otak Winarno 1997. Hasil uji friedman terhadap aroma pada saat lama penyimpanan ke-12 jam dan ke-36 jam ada pada
Lampiran 12. Lama penyimpanan 12 jam
Berdasarkan uji nonparametrik Friedman yang dilakukan pada aroma contoh pada di jam ke-12 menunjukkan bahwa respon panelis terhadap aroma
STK, STA, dan STM tidak menunjukkan adanya perbedaan tingkat kesukaan.
Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai P masing-masing contoh yakni P = 0.120 P0.05.
Nilai median untuk masing-masing contoh adalah STK netral, STA netral, dan STM agak tidak suka. Grand median yang menunjukkan respon panelis
terhadap contoh secara keseluruhan adalah 3.67 ˜ 4 netral. Grafik nilai median untuk masing-masing contoh pada uji aroma di jam ke-12 dapat dilihat pada
Gambar 21.
Agak tidak
suka
Netral Netral
1 2
3 4
5 6
7
STK STA
STM
Sumber antioksidan Respon Panelis
Gambar 21 Nilai median uji aroma pada jam ke-12 Lama penyimpanan 36 jam
Uji nonparametrik Friedman yang dilakukan terhadap masing-masing contoh untuk pengujian aroma pada jam ke-36, menunjukkan bahwa respon
panelis tidak menunjukkan adanya perbedaan tingkat kesukaan untuk setiap perlakuan dengan nilai P = 0.347 P0.05. Nilai median yang diberikan untuk
masing-masing contoh adalah agak suka untuk STK, agak suka untuk STA, dan netral untuk STM. Grand median untuk aroma pada jam ke-36 adalah 4.5 ˜ 5
agak suka. Gambar 22 menunjukkan grafik median uji aroma pada jam ke-36.
Netral Agak
suka Agak
suka
1 2
3 4
5 6
7
STK STA
STM
Sumber antioksidan Respon panelis
Gambar 22 Nilai median uji aroma pada jam ke-36
Nilai grand median yang pada saat lama penyimpanan, dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap contoh. Nilai grand
median pada jam ke-12 adalah netral dan pada jam ke-36 adalah agak suka menunjukkan bahwa respon panelis terhadap contoh ada kecenderungan
meningkat kesukaannya. Grafik grand median untuk aroma contoh secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 23.
Agak Suka
Netral
1 2
3 4
5 6
7
Aroma_12 Aroma_36
Respon panelis
Gambar 23 Nilai grand median uji aroma
Warna
Indera yang bertanggung jawab pada saat melakukan penilaian tentang warna makanan adalah indera penglihatan. Indera penglihatan ini dapat menilai
bentuk, ukuran, sifat transparansi, kekentalan, warna dan sifat-sifat permukaan, seperti kasar-halus, suram-mengkilap, homogen-heterogen, serta datar-
menggelombang. Hasil uji friedman terhadap warna pada saat lama penyimpanan ke-12 jam dan ke-36 jam ada pada Lampiran 12.
Lama penyimpanan 12 jam Hasil uji nonparametrik Friedman menunjukkan bahwa respon panelis
terhadap warna STK, STA, dan STM pada jam ke-12 jam, tidak menunjukkan adanya perbedaan tingkat kesukaan dengan nilai P = 0.668 P0.05. Nilai
median untuk masing-masing contoh perlakuan adalah agak suka dan nilai Grand Median yang menunjukkan respon panelis secara keseluruhan terhadap
warna pada jam ke-12 adalah agak suka. Gambar 24 menunjukkan nilai median masing-masing contoh pada uji warna pada jam ke-12.
Agak Suka
Agak Suka
Agak Suka
1 2
3 4
5 6
7
STK STA
STM
Sumber antioksidan Respon Panelis
Gambar 24 Nilai median uji warna pada jam ke-12 Lama penyimpanan 36 jam
Hasil uji non parametrik Friedman pada masing-masing contoh yang dilakukan uji organoleptik warna pada jam ke-36 juga menunjukkan tidak ada
perbedaan tingkat kesukaan antar contoh. Nilai P yang diberikan adalah P=0.052 P0.05. Nilai median untuk masing-masing contoh adalah netral untuk STK,
agak suka untuk STA, dan agak suka untuk STM. Nilai grand median yang diberikan adalah 4.167 ˜ 4 netral. Grafik median uji warna pada jam ke-36
dapat dilihat pada Gambar 25.
Agak Suka
Agak Suka
Netral
1 2
3 4
5 6
7
STK STA
STM
Sumber antioksidan Respon panelis
Gambar 25 Nilai median uji warna pada jam ke-36 Nilai grand median yang diberikan pada jam ke-12 adalah agak suka,
sedangkan nilai grand median pada jam ke-36 adalah netral, hal tersebut dapat mengindikasikan adanya kecenderungan penurunan tingkat kesukaan panelis
terhadap contoh seiring dengan berjalannya waktu penyimpanan. Aktivitas mikroorganisme tertentu dapat mengakibatkan perubahan warna menjadi
kecokelatan, sehingga selama bertambahnya waktu penyimpanan, respon panelis akan menurun. Grafik grand median uji warna dapat dilihat pada Gambar
26.
Netral Agak
suka
1 2
3 4
5 6
7
Warna_12 Warna_36
Respon Panelis
Gambar 26. Nilai grand median uji warna
Kekentalan
Penilaian kekentalan dari suatu produk makanan dilakukan minimal oleh dua indera yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Kedua indera tersebut
adalah indera penglihatan dan indera perabaan kulit. Indera penglihatan dapat menilai kekentalan sedangkan indera perabaan dapat melakukan penilaian
kekentalan melalui rangsangan sentuhan fisik. Hasil uji friedman terhadap kekentalan pada saat lama penyimpanan ke-12 jam dan ke-36 jam ada pada
Lampiran 12. Lama penyimpanan 12 jam
Hasil uji non parametrik Friedman yang dilakukan terhadap tingkat kesukaan kekentalan contoh pada jam ke-12 menunjukkan bahwa respon
panelis menunjukkan adanya perbedaan tingkat kesukaan untuk masing-masing contoh. Nilai P yang ditunjukkan adalah P=0.0003 P0.05. Nilai median untuk
masing-masing contoh yang diberikan adalah netral untuk STK, agak suka untuk STA, dan agak suka untuk STM. Gambar 27 menunjukkan nilai median masing-
masing contoh pada uji kekentalan pada jam ke-12. Hasil uji lanjut Friedman membedakan bahwa tingkat kesukaan panelis
untuk STK berbeda nyata dengan STM, jumlah panelis yang memberikan penilaian agak suka terhadap STM, lebih rendah dibandingkan STK pada saat
lama penyimpanan ke-12 jam.Pada STK dan ST A, maupun STM dan STA memiliki tingkat kesukaan yang sama. Hasil perhitungan uji lanjut friedman pada
saat lama penyimpanan ke-12 jam ada pada Lampiran 12.
Agak suka Agak suka
Netral
1 2
3 4
5 6
7
STK STA
STM
Sumber antioksidan
Respon Panelis
Gambar 27 Nilai median uji kekentalan pada jam ke-12 Lama penyimpanan 36 jam
Hasil uji non parametrik untuk uji hedonik kekentalan contoh pada jam ke- 36 juga menunjukkan adanya perbedaan tingkat kesukaan yang diberikan
panelis pada setiap contoh. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai P=0.001 P0.05. Nilai median yang diberikan untuk masing-masing contoh adalah netral untuk
STK, agak suka untuk STA, dan suka untuk STM. Grafik median uji kekentalan pada jam ke-36 dapat dilihat pada Gambar 28.
Berdasarkan hasil uji lanjut Friedman diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap STK berbeda nyata dengan STA, dimana jumlah panelis yang
menilai agak suka terhadap STA lebih rendah dibandingkan dengan STK pada saat lama penyimpanan ke-36 jam. Pada STK dan STM maupun STM dan STA
memiliki tingkat kesukaan yang sama. Hasil perhitungan uji lanjut friedman pada saat lama penyimpanan ke-36 jam ada pada Lampiran 12.
Suka Agak suka
Netral
1 2
3 4
5 6
7
STK STA
STM
Sumber antioksidan
Respon Panelis
Gambar 28 Nilai median uji kekentalan pada jam ke-36 Berdasarkan uji non parametrik Friedman, jenis perlakuan antioksidan
yakni STK, STA, dan STM, serta lama penyimpanan, yakni pada jam ke-12 dan jam ke-36 memiliki perbedaan tingkat kesukaan terhadap respon panelis pada uji
kekentalan contoh. Gambar 29 menunjukkan perbandingan tingkat kesukaan panelis pada masing-masing contoh STK, STA, dan STM seiring dengan
bertambahnya waktu simpan. Grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 29 memperlihatkan bahwa respon
uji kekentalan panelis terhadap STK dan STM adalah sama pada jam ke-12 dan ke-36, yakni masing-masing bernilai netral dan bernilai agak suka. Pada STA,
respon uji kekentalan contoh meningkat, dari semula bernilai agak suka pada jam ke-12, kemudian meningkat menjadi bernilai suka pada jam ke-36.
Netral Agak
suka Agak suka
Suka
1 2
3 4
5 6
7
STK STA
STM
Sumber antioksidan
Respon Panelis
Jam ke-12 Jam ke-36
Gambar 29 Perbandingan nilai median uji kekentalan pada lama penyimpanan 12 dan 36 jam
Tekstur
Seperti halnya uji kekentalan, uji organoleptik terhadap tekstur contoh juga dipengaruhi oleh indera penglihatan dan indera peraba. Indera penglihatan
menilai sifat-sifat permukaan seperti kasar-halus, atau homogen-heterogen. Indera peraba menilai tekstur melalui respon mekanik dengan memberikan
sentuhan atau tekanan kepada contoh. Tekstur daun temasuk ke dalam empat kesan rabaan dasar. Hasil uji friedman terhadap tekstur pada saat lama
penyimpanan ke-12 jam dan ke-36 jam ada pada Lampiran 12 Lama penyimpanan 12 jam
Hasil uji non parametrik Friedman untuk tekstur pada jam ke-12 menunjukkan adanya perbedaan tingkat kesukaan panelis, dimana nilai P=0.029
P0.05 untuk masing-masing contoh yang diberikan. Nilai median yang diberikan kepada masing-masing contoh adalah agak suka untuk STK, netral
untuk STM, agak suka untuk STA. Gambar 30 menunjukkan nilai median masing-masing contoh pada uji tekstur saat lama penyimpanan 12 jam.
Setelah dilakukan uji lanjut Friedman, ternyata diantara ketiga contoh tersebut tidak ada contoh yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat
kesukaan. Hal tersebut dapat terjadi karena perlakuan tersebut tidak memenuhi salah satu persyaratan uji lanjut Friedman, yakni blocks panelis berinteraksi
dengan perlakuan. Artinya, pada saat uji hedonik tekstur dilakukan, panelis membanding-bandingkan tekstur diantara ketiga contoh. Hasil perhitungan uji
lanjut friedman pada saat lama penyimpanan ke-12 jam ada pada Lampiran 12.
Netral Agak
suka Agak
suka
1 2
3 4
5 6
7
STK STA
STM
Sumber antioksidan Respon Panelis
Gambar 30 Nilai median uji tekstur pada jam ke-12 Lama penyimpanan 36 jam
Hasil uji non parametrik menunjukkan bahwa respon panelis terhadap tekstur pada lama penyimpanan ke-36 jam tidak menunjukkan adanya
perbedaan tingkat kesukaan pada setiap contoh P=0.785. Nilai median untuk masing-masing contoh adalah netral. Nilai grand median yang diberikan adalah
4.167 ˜ 4 netral. Grafik median uji tekstur pada lama penyimpanan ke-36 jam dapat dilihat pada Gambar 31.
Netral Netral
Netral
1 2
3 4
5 6
7
STK STA
STM
Sumber antioksidan Respon Panelis
Gambar 31 Nilai median uji tekstur pada jam ke-36
Kelebihan dan kekurangan tablet vitamin A dan MSK sebagai antioksidan
Kelebihan dan kekurangan penggunaan tablet vitamin A dan MSK sebagai antioksidan dapat dilihat dari kemampuannya untuk menekan laju
pembentukkan bilangan peroksida dan malonaldehide, laju oksidasi antara tablet vitamin A dan MSK, harga, serta antioksidan yang digunakan dalam bahan
pangan harus memenuhi beberapa persyaratan. Tabel 11 menunjukkan perbandingan antara tablet vitamin A dan MSK dalam memenuhi persyaratan
penggunaan antioksidan berdasarkan Ludenberg 1961 yang diacu di dalam Priatna 1992.
Tabel 11 Hasil perbandingan antara sifat Vitamin A dan MSK yang ditambahkan ke dalam sop daun Torbangun
No Kategori
Vitamin A MSK
1 Aktif pada konsentrasi rendah
v v
2 Tidak menimbulkan keracunan
- v
3 Tidak menimbulkan bau, rasa, dan warna
pada bahan pangan v
- 4
Mudah dicampur dalam bahan pangan v
- 5
Mudah diperoleh dan murah v
v 6
Mudah dideteksi, diidentifikasi, maupun diukur
v v
Keterangan : Kategori didasarkan pada Ludenberg 1961 diacu di dalam Priatna 1992.
Jika dilihat dari laju oksidasi, laju oksidasi STA selama pengolahan adalah 3738.31 REmenit, sedangkan laju oksidasi selama penyimpanan adalah
0.699 REmenit. Pada STM, laju oksidasi selama pengolahan adalah 75.87 REmenit, sedangkan selama penyimpanan, laju oksidasinya adalah 0.23
REmenit. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa STA memiliki laju oksidasi yang lebih besar dibandingkan dengan STM, sehingga dapat dinyatakan
bahwa vitamin A lebih mudah teroksidasi dibandingkan dengan MSK. Kemudahan teroksidasi berhubungan dengan kemampuan vitamin A dan ß-
karoten untuk berikatan dengan radikal bebas, semakin besar laju oksidasi, maka peranan sebagai antioksidan akan semakin baik. Oleh karena itu, sifat vitamin A
sebagai antioksidan lebih baik dibandingkan dengan ß-karoten yang terkandung di dalam MSK
Pertimbangan dari segi harga merupakan hal yang juga perlu diperhatikan. Berdasarkan hasil perhitungan, untuk 100 g sayur Torbangun,
dibutuhkan tablet vitamin A sebanyak 0.5088 gram atau sekitar 2.12 tablet vitamin A 20.000 IU, yang setara dengan Rp.265,-. Pada sop daun Torbangun
dengan penambahan MSK, untuk membuat 100 g sop daun Torbangun, MSK yang dibutuhkan adalah 2.65 g MSK yang setara dengan Rp.26.52,-
perhitungan yang lebih rinci disajikan pada Lampiran 13. Namun, dengan nilai tersebut, tablet vitamin A yang digunakan telah mencapai konsentrasi yang
paling optimal, sedangkan MSK tidak, karena penggunaan MSK dibatasi oleh kelarutannya di dalam sop daun Torbangun, serta penerimaan organoleptik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Konsentrasi vitamin A yang digunakan adalah 22 tablet vitamin A 20000 IUkg sayur dan 26.5 g MSKkg sayur. Antioksidan ditambahkan pada saat
pertengahan proses pemasakan agar antioksidan tersebut dapat larut di dalam santan.
Berdasarkan uji kimiawi kerusakan lemak, penurunan nilai pH dan kenaikan total asam selama penyimpanan lebih rendah dengan penambahan
antioksidan MSK dibandingkan dengan kontrol atau penambahan antioksidan vitamin A. Namun, kenaikan nilai hidroperoksida dan malonaldehide selama
penyimpanan lebih rendah dengan penambahan vitamin A. Oleh karena itu, Vitamin A dinyatakan sebagai antioksidan yang lebih efektif dibandingkan
dengan MSK untuk menekan kerusakan sayur sop daun Torbangun, karena mampu menekan pembentukkan hidroperoksida dan malonaldehide sebagai
indikator kerusakan lemak Hasil uji retensi vitamin A dan
β - karoten menunjukkan adanya
kecenderungan penurunan jumlah vitamin A dan β
- karoten. Pada STA, retensi akibat pengolahan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai
pada saat penyimpanan. Hal tersebut berarti kandungan vitamin A di dalam tablet vitamin A banyak yang mengalami kerusakan selama pemasakan, baik
akibat rusak karena pengolahan dengan suhu tinggi, maupun karena oksidasi. Pada STM, retensi vitamin A lebih besar pada saat pengolahan dibandingkan
saat penyimpanan selama 48 jam, namun, laju oksidasi selama pengolahan dengan menggunakan panas lebih tinggi dibandingkan dengan laju oksidasi
selama penyimpanan. Retensi total pada STM lebih tinggi dibandingkan dengan pada STA, hal
tersebut terjadi karena provitamin A β
–karoten lebih stabil terhadap proses oksidasi. Retensi karoten pada daun Torbangun setelah dilakukan proses
pengolahan hingga menjadi STK adalah 15.15. Persentase tersebut menunjukkan bahwa pada saat pengolahan terjadi kehilangan sejumlah besar
vitamin A. Diduga kehilangan teresebut akibat adanya proses ekstraksi dan proses pengolahan dengan suhu tinggi.
Berdasarkan hasil uji mikroorganisme dengan menggunakan metode TPC total plate count jumlah mikroorganisme baik pada STK, STA, dan STM sudah
melebihi ambang batas, yakni 1 x 10
5
CFUg, pada saat lama penyimpanan ke- 24 jam. Sehingga secara keamanan pangan STK, STA, dan STM hanya layak
dikonsumsi hingga 24 jam penyimpanan. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa respon panelis terhadap aroma dan
warna pada titik ke-12 jam maupun ke-36 jam tidak memiliki tingkat kesukaan yang berbeda nyata. Respon hedonik panelis terhadap aroma pada lama
penyimpanan ke-12 jam hingga ke-36 jam menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan tingkat kesukaan dari netral menjadi agak suka, sedangkan
terhadap warna menunjukkan kecenderungan penurunan tingkat kesukaan dari agak suka menjadi netral. Hasil uji hedonik terhadap kekentalan pada lama
penyimpanan ke-12 jam hingga ke-36 jam menunjukkan adanya perbedaan tingkat kesukaan yang nyata. Pada lama penyimpanan ke-12 jam, tingkat
kesukaan kekentalan STK berbeda nyata dengan STM, sedangkan pada lama penyimpanan ke-36 jam, tingkat kesukaan kekentalan STK berbeda nyata
dengan STA. Hasil uji hedonik terhadap tekstur menunjukkan bahwa pada lama penyimpanan ke-12 jam, tingkat kesukaan panelis menunjukkan perbedaan
nyata, sedangkan pada lama penyimpanan ke-36 jam, tingkat kesukaan panelis sama. Namun, setelah dilakukan uji lanjut pada lama penyimpanan ke-12 jam,
ternyata tidak satupun respon panelis yang menunjukkan perbedaan tingkat kesukaan.
Saran
Jumlah mikroorganisme hingga lama penyimpanan ke-24 jam pada masing-masing jenis antioksidan masih di bawah ambang batas, sehingga uji
hedonik rasa masih dapat dilaksanakan pada penelitian selanjutnya hingga lama penyimpanan ke-24 jam saja. Berdasarkan hasil penelitian ini terbukti bahwa
penambahan antioksidan vitamin A mampu meningkatkan daya awet sayur sop daun Torbangun, maka pada penelitian lanjutan yang masih perlu dilakukan
adalah kajian mengenai pengaruh berbagai jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap daya awet sayur. Penelitian lain yang perlu dilakukan
adalah mempelajari pengaruh penambahan zat antioksidan dan anti mikroba untuk meningkatkan daya awet sayur sop daun Torbangun. Kajian mengenai
keamanan pangan dan nilai gizi akibat pengaruh pemberian antioksidan vitamin A dan ß-karoten secara in vivo juga perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2000. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia. Allen, LH, Marjorie H. 2002. Estimating the Potential for Vitamin A Toxicity in
Women and Young Children. http:jn.nutrition.org.html. [25 Mei 2006]. Andarwulan, N,Dedi F. 1994. Isolasi karakterisasi antioksidan alami dari jinten
Cuminum cyminum Linn. [Laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
, Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Anonymous. 2005. Malaysian Palm Oil: Palm Oil Information Series. Malaysia: Malaysian Palm Oil Promotion Council.
Apriyantono, A., et al. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Bailey, AE. 1951. Industrial of Oil and Fat Product. New York : Interscience Publication Inc.
Bakrie, A. 1998. Triliyunan Rupiah Per Tahun Nilai Komponen Aktif Alami dalam Minyak Sawit Terbuang Percuma. Makalah Seminar Nasional Minyak
Sawit, Jakarta 24 Februari 1998. Buckle, KA, RA Edwards, G.H. Fleet, M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Hadi
Purnomo Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food Science.
Cheosakul, U. 1967. Preparation of Stabilized Coconut Milk. Bangkok : Applied Scientific Research Coorperation.
Damanik, R. et al. 2001. Cosumption of bangun-bangun leaves coleus ambonicus Lour to increase breast milk production among Batakneese
women in North Sumatera Island, Indonesia. Asia Pac J Clin Nutr 2001; 10 4:S67.
, M.L. Wahlqvist, N. Wattanapanpeiboon. 2004. The use of putuative lactagogue plant on breast milk produstion in simalungan, North
Sumatera, Indonesia. Asia Pac J Clin Nutr 2004; 13 supplement:S118. , , . 2006. Lactagogue effect
of Torbangun, a Bataknese traditional cuisine. Asia Pac J Clin Nutr 2006; 15 2:267-274.
deMan, JM. 1999. Principles of Food Chemistry 3
rd
edition. Maryland: An Spen Publication.
de Padva LS, Bunyapraphatsara N, Lemmens RHMJ. 1999. Plant Resources of
South-East Asia 12 : Medicinal and Poisonus. Bogor, Indonesia.
Fardiaz, S. 1987. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB. . 1992a. Mikrobiologi Pangan Jilid I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
. 1992b. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Direktorat Jenderal Pusat Antar Universitas. Bogor: IPB.
. 1993. Analisa Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Fatimah, F. 2005. Efektivitas antioksidan dalam system emulsi oil in water OW
[disertasi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fennema, OR, 1996. Food Chemistry. 3
rd
ed. New York: Marcel Dekker Inc. Francis, FJ. 1982. Pigment and Other Colorantas. Di dalam Fennema OR. Food
Chemistry. New York : Marvel Dekker Inc. Gonzales, ON. 1990. Coconut Milk. Di dalam Bacon et al. editor. Coconut as
Food. Filipina : Philippine Coconut Research and Development Foundation, Inc.
Hendrawati, TY. 2001. Studi pengaruh penggunaan antioksidan golongan phenolik dan aminik terhadap ketahanan oksidasi minyak sawit pada
berbagai tingkat kemurnian [tesis]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Karunia, MI. 1996. Pengaruh pemanasan terhadap kerusakan minyak sawit dan minyak kedelai kasar [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press. Kirk, RE, DF. Othmer. 1950. encyclopedia of Chemical Technology 5th. New
York : The Interscience encyclopedia. Lay, BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Raja Grafindo
Persada. Madhavi, DL. 1996. Technological aspect of food antioxidants. Di dalam Food
antioxidants. D.L. Madhavi, S.S Deshpande, D.K. Salunkhe [Editor]. New York : Marcel Dekker, Inc.
Mahmud, et al. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Meyer, LH. 1982. Food Chemistry. New York : Reinhold Publishing Coorperation. Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta :
Bharata.
Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: IPB Press. ___ , Made A. 2001. Kajian terhadap serta makanan dan antioksidan
dalam berbagai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degeneratif [Laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Muchtadi, TR, Lilis N. 1986. Metoda baru pengolahan minyak kelapa sawit [Laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Muhilal, Ahmad S. 2004. Angka kecukupan vitamin larut lemak. Di dalam:
Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi ; Jakarta 17-19 Mei 2004.
Jakarta: LIPI. hlm 331-342. Nawar WW. 1996. Lipids. Di dalam Food Chemistry. Ed ke-2. Fennema OR,
Editor. New York: Marcel Dekker Inc. Priatna, AC. 1992. Penggunaan kemasan plastik dan penambahan antioksidan
untuk mempertahankan mutu akam [skripsi yang tidak dipublikasikan]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; 1992.
Puspitasari, SZ. 2003. Pengaruh pemasakan terhadap bioavailabilitas zat gizi sayur santan daun bangun-bangun Coleus amboinicus Lour. [skripsi].
Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor; 2003.
Saddler, GD, Patricia AM. 1999. pH and titratable acidity. Di dalam: S. Suzanne N, editor. Food Analysis. Ed ke-2. London: Kluwer AcademicPlenum
Publishers. Sari, TW. 2001. Aspek keamanan pangan hidangan ayam panggang di rumah
makan tradisional Sunda [skripsi]. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor; 2001.
Scita, G. 1992. The Stability of ß-karoten under different laboratory condition. Di dalam Ronald RE, WO Landen, Jr, editor. Vitamin Analysis for the Health
and Food Sciences. New York : CRC Press. 2000. hlm 17. Shapton, DA, NF Shapton. 1993. Principle and Practices for The Save
Processing of Food. Heinemann: Butterworth. Simonne, et al. 1997. Analisis ß-karoten pada ubi jalar dengan metode HPLC. Di
dalam : Mochamad Adnan. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-0222-1995 tentang bahan tambahan makanan. Jakarta: Standar Nasional Indonesia.
. Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-3816-1995 tentang santan kelapa. Jakarta: Standar Nasional Indonesia.
Soemaatmadja, D. 1974. Pengolahan Kelapa III : Pengawetan Santan Kelapa. Bogor : Balai Penelitian Kimia Bogor, Departemen Perindustrian.
Subekti, EM. 1997. Pengaruh pemberian vitamin antioksidan A, E, dan C serta minyak sawit mentah CPO terhadap poliferasi limfosit dan kadar
malonaldehida plasma tikus percobaan yang diberi ransum mengandung malathion [tesis]. Bogor: IPB.
Sulaeman, A. 1990. Bahan Tambahan Makanan Food Additive, Jenis dan Petunjuk Penggunaannya. Bogor : IPB.
Surai, PF. 2003. Natural Antioxidants in Avian Nutrition and Reproduction. England: Notingham University.
Winarno, FG, Dedi F, Srikandi F. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Penerbit Gramedia.
. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lampiran 1
Perhitungan konversi tablet vitamin A yang dibutuhkankg bahan
Ø Berat tablet vitamin A = 0.44 gram Ø Konsentrasi per tablet = 20.000 IU
Ø 1 gram tablet vitamin A = 20.000 IU = 45454.55 IU 0.44
1 gram tablet = 45454.55 IU 1 gram RE = 3.3 IU retinol WKNPG 2004
1 gram tablet = 45454.55 IU x 1 gram RE = 13774.1 gram RE
3.3 IU 1 gram RE
= 1 µg retinol 13774.1 gram RE = 13774.1 µg retinol
= 13.7741 mg retinol Ø Kebutuhan = 300 mg vitamin Akg bahan
Total tablet vitamin A yang dibutuhkan = 300 mg x 1 tablet = 21.78 tabletkg sop daun Torbangun
13.774 mg Dibulatkan
= 22 tablet vitamin Akg sop daun Torbangun
Lampiran 2. Metode analisis uji mutu kimiawi kerusakan lemak.
a. Total Asam Tertitrasi TAT Apriyantono et al. 1989