PARAMETER NERACA HAYATI DAN PERTUMBUHAN

UJ-5 10 20 30 40 50 0.0

0.2 0.4

0.6 0.8

1.0 20 40 60 Umur hari S in ta sa n ha ri an l x K ep er id ia n ha ri an m x Adira-1 10 20 30 40 50 0.0

0.2 0.4

0.6 0.8

1.0 20 40 60 Umur hari S in ta sa n ha ri an l x K ep er id ia n ha ri an m x Gambar 5.1. Keperidian harian m x dan sintasan l x kutu putih P. manihoti pada ubi kayu varietas UJ-5 atas dan Adira-1 bawah Parameter Pertumbuhan Populasi Perbedaan varietas ubi kayu berpengaruh sangat nyata P0.0001 terhadap laju reproduksi bersih Ro, laju pertambahan intrinsik r m , rataan masa generasi T, masa ganda Dt, dan laju pertambahan terbatas . Laju reprodukai bersih Ro P. manihoti pada varietas UJ-5 adalah 1.3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada varietas Adira-1 Tabel 5.3. Begitu pula parameter pertumbuhan populasi lainnya rm, Dt,  lebih tinggi pada UJ-5. Sebaliknya, masa generasi T P. manihoti sekitar tiga hari lebih singkat pada varietas UJ-5 dibandingkan pada Adira-1. Tabel 5.3. Parameter pertumbuhan populasi P. manihoti pada dua varietas ubi kayu Parameter Varietas P UJ-5 Adira-1 Ro 361.040±5.429 274.630±2.520 0.0001 r m 0.258±0.0008 0.220±0.0005 0.0001 T 22.795±0.050 25.532±0.047 0.0001 Dt 2.683±0.008 3.152±0.007 0.0001  1.295±0.0009 1.246±0.0006 0.0001 Pengaruh varietas ubi kayu terhadap kutu putih P. manihoti juga dapat diperiksa dari berbagai parameter neraca hayati, yang menggambarkan tingkat kesesuaian tumbuhan inang. Rataan masa generasi T kutu P. manihoti lebih singkat pada UJ-5 22.8 hari dibandingkan pada Adira-1 25.5 hari. Perbedaan ini terkait dengan perbedaan masa perkembangan pradewasa dan keperidian kutu putih pada kedua varietas seperti telah disebutkan terdahulu. Sebaliknya, laju reproduksi bersih Ro, yang merupakan kelipatan populasi per generasi, lebih besar pada UJ-5 361 daripada Adira-1 274. Begitu pula terdapat perbedaan yang nyata antara laju pertambahan intrinsik r m P. manihoti pada dua varietas ubi kayu yang diuji. Nilai r m kutu P. manihoti pada varietas UJ-5 0.258 lebih tinggi daripada varietas Adira-1 0.220. Pada varietas Manggu yang kandungan sianidanya rendah, Saputro 2013 mendapatkan nilai r m = 0.213. Nilai r m yang jauh lebih rendah 0.133 dilaporkan terjadi pada varietas Incoza yang tergolong tahan terhadap P. manihoti di Afrika Tertuliano et al. 1993. Karena laju pertambahan intrinsic r m menggambarkan pengaruh komposit dari perkembangan, keperidian, dan sintasan, maka r m dapat dijadikan indeks untuk mengukur kualitas nutrisi atau tingkat resistensi tumbuhan inang Southwood dan Henderson. 2000. Lebih tingginya nilai r m pada UJ-5 mengisyaratkan potensi peningkatan populasi P. manihoti yang lebih cepat pada varietas ini. Keseluruhan hasil penelitian mengungkapkan bahwa perkembangan, reproduksi, dan sintasan P. manihoti sangat dipengaruhi oleh varietas ubi kayu. Dari penelitian ini juga ditunjukkan bahwa potensi laju pertumbuhan populasi P. manihoti lebih tinggi pada varietas UJ-5 yang mengandung sianida yang tinggi. Pengetahuan ini sangat penting, terutama karena pada saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman ubi kayu varietas UJ-5 pada skala luas untuk kepentingan industri bioetanol. Dalam kaitan ini, kutu putih P. manihoti dapat menjadi ancaman serius bagi upaya peningkatan produksi ubi kayu di Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan barulah memberikan landasan awal bagi penyusunan program pengelolaan hama terpadu kutu P. manihoti. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memahami dinamika populasi P. manihoti di lapangan, terutama dalam kaitannya dengan peranan musuh alami lokal. Simpulan Ubi kayu varietas UJ-5 lebih sesuai bagi kehidupan dan peningkatan populasi kutu putih P. manihoti. Hal ini ditunjukkan oleh masa perkembangan pradewasa yang lebih singkat dan keperidian yang lebih tinggi. Analisis neraca hayati mengungkapkan nilai r m yang lebih tinggi pada UJ-5. Oleh karena itu, penanaman ubi kayu varietas UJ-5 pada skala luas perlu mengantisipasi perkembangan serangan kutu P. manihoti. Daftar Pustaka Awmack CS, Leather SR. 2002. Host plant quality and fecundity in herbivorous insects. Annu. Rev. Entomol. 47: 817-844. Balitkabi 2005. Teknologi Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi, Malang. Bellotti AC, Smith L, Lapointe SL. 1999. Recent advances in cassava pest management. Annu. Rev.. Entomol. 44: 343-370. Birch LC. 1948. The intrinsic rate of natural increase of an insect population. J Animal Ecol. 17: 15 –26. Catalayud PA, Le Ru B. 2006. Cassava-Mealybug Interactions. Institut de Reserche Pour le Development, Paris. Calatayud PA, Rahbé Y, Delobe1 B, Khuong-Huu E, Tertuliano M, Le Ru B. 1994a. Influence of secondary compounds in the phloem sap of cassava on expression of antibiosis towards the mealybug Phenacoccus manihoti. Entomol. Exp. Appl.

72: 47-57.

Catalayud PA, Tertuliano M, Le Ru B. 1994b. Seasonal changes in secondary compounds in the phloem sap of cassava in relation to plant genotype and infestations by Phenacoccus manihoti Homoptera: Pseudococcidae. Bull. Entomol. Res 84: 453-459. Iheagwam EU. 1981. The influence of temperature on increase rates of the cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat.-Ferr.Homoptera; Pseudococcidae. Rev Zool Afr 95: 959 –967. Lema KM, Herren HR. 1985. The influence of constant temperature on population growth rates of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti. Entomol Exp Appl 38: 165 –169. Maia AHN, Luiz AJB, Campanhola C. 2000. Statistical inference on associated life table parameters using jacknife technique: computational aspect. J. Econ.Entomol. 93: 511-518. Nwanze KF. 1978. Biology of the cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat-Ferr. in the Republic of Zaire. In: Nwanze KF, Leuschner K Ed.. Proceedings of the International Workshop on Cassava Mealybug Phenacoccus manihoti Mat-Ferr. Pseudococcidae . pp. 20-28. INERA, M’Vuazi, Zaire, June 26-29, 1977. IITA Press, Ibadan, Nigeria. Nwanze KF. 1982. Relationship between cassava root yields and crop infestations by the mealybug, Phenacoccus manihoti. Int. J. Pest Manag. 28: 27-32. Nwanze KF, Leuschner K, Ezumah HC. 1979. The cassava mealybug, Phenacoccus manihoti , in Republic of Zaire. PANS 252: 125-130. Parsa S, Kondo T, Winotai A. 2012. The cassava mealybug Phenacoccus manihoti in Asia: First records, potential distribution, and an identification key. PloS ONE 710: e47675. doi.10.1371journal.pone.0047675. Rauf A. 2011. Invasive pests. In: IPM CRSP Annual Report 2010-2011, p. 100. Saputro AR. 2013. Biologi dan potensi peningkatan populasi kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero Hemiptera: Pseudococcidae: Hama pendatang baru di Indonesia. [skripsi]. Fakultas Pertanian – IPB, Bogor. Southwood TRE, Henderson PA. 2000. Ecological Methods. Third Edition. Blackwell Sci., Oxford. Soysouvanh P, Siri N. 2013. Population abundance of pink mealybug, Phenacoccus manihoti on four cassava varieties. Khon Kaen Agr.J. 411: 149-153. Tertuliano M, Calatayud PA, Le Rü B. 1999. Seasonal changes of secondary compounds in the phloem sap of cassava in relation to fertilization and to infestation by the cassava mealybug. Insect Sci. Appl. 191: 91-98. Tertuliano M, Dossou-Gbete S, Le Ru B. 1993. Antixenotic and antibiotic components of resistance to the cassava mealybug Phenacoccus manihoti Homoptera: Pseudococcidae in various host plants. Insect. Sci. Appl 145: 657-665. Winotai A, Goergen G, Tamò M, Neuenschwander P. 2010. Cassava mealybug has reached Asia. Biocontrol News Inf. 31: 10 –11.

BAB VI PEMANGSAAN

Plesiochrysa ramburi SCHNEIDER NEUROPTERA: CHRYSOPIDAE PADA KUTU PUTIH UBI KAYU, Phenacoccus manihoti MATILLE-FERRERO HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE Abstrak Predator Plesiochrysa ramburi Schneider Neuroptera: Chrysopidae merupakan serangga musuh alami yang banyak djumpai pada pertanaman ubi kayu yang terserang oleh kutu putih Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero Hemiptera: Pseudococcidae. Penelitian yang dilakukan meliputi kapasitas dan preferensi pemangsaan, serta tanggap fungsional. Hasil penelitian menunjukkan larva instar-1 P. ramburi paling banyak memangsa kutu putih instar-1 72 ekor, diikuti oleh instar-2 42 ekor , instar-3 11 ekor, dan hanya sedikit memangsa imago kutu putih 1 ekor. Larva predator instar-2 memangsa kutu putih nimfa instar-1, instar-2, instar-3, dan imago berturut-turut 89, 92, 20, dan 8 ekor. Sementara larva P. ramburi instar-3 paling banyak memangsa kutu putih nimfa instar-2 151 ekor , dibandingkan instar-1 142 ekor, instar-3 71 ekor, dan imago 57 ekor. Seekor larva P. ramburi diperkirakan mampu memangsa sebanyak 757 ekor kutu putih dari berbagai instar selama hidupnya. Penelitian lanjutan khusus pada larva instar-3 P. ramburi menunjukkan preferensi pemangsaan terhadap kutu putih nimfa instar-1 dan instar-2 dibanding terhadap instar-3 dan imago. Indeks preferensi Li bernilai positif untuk nimfa instar-1 dan instar-2, dan negatif untuk instar-3 dan imago. Preferensi terhadap nimfa instar-1 dan instar-2 berkaitan dengan masa penanganan yang lebih singkat pada mangsa yang berukuran lebih kecil. Hubungan antara kerapatan mangsa dan tingkat pemangsaan menunjukkan tanggap fungsional tipe-2, dengan laju pemangsaan a dan masa penanganan mangsa Th berturut-turut 0.24jam dan 0.69 jam. Kata kunci : Pemangsaan , preferensi, tanggap fungsional, Phenacoccus manihoti , Plesiochrysa ramburi Abstract Predator Plesiochrysa ramburi Schneider Neuroptera: Chrysopidae is the most abundant natural enemies on cassava fields infested by cassava mealybug, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero Hemiptera: Pseudococcidae. Research activities included study on predation capacity and prey preferences, as well as functional response. Our studies showed that larvae 1 st instar of P. ramburi consumed more on 1 st instar of P. manihoti 72, followed by 2 nd instar 42 , 3 rd instar 11, and only a few adults 1. 2 nd instar of predator preyed on 1 st , 2 nd , 3 rd , and adults respectively 89, 92, 20, and 8 individulas. While larvae 3 rd instar of P. ramburi consumed more 2 nd instar of mealybug 151-tail, as compared to 1 st 142, 3 rd instar 71, and adults 57. Each larva of P. ramburi was able consume as many as 757 mealybugs of different instars during its development. Further studies with 3 rd instar of P. ramburi showed predation preference on 1 st and 2 nd instar of P. manihoti, as opposed to 3 rd instar and adults. The value of preference index Li is positive for 1 st and 2 nd , and negative for the 3 rd instar and adults of cassava mealybugs. Preference toward 1 st and 2 nd instar of P. manihoti is related to shorter handling time due to smaller size. Predation increased with increasing mealybug density. P. rambury exhibited functional respone type-2, with attack rate a and handling time Th were 0.24hour and 0.69 hour, respectively. Keywords : Predation, prey preference, functional response, Phenacoccus manihoti , Plesiochrysa ramburi Pendahuluan Pengendalian biologi merupakan dasar dari pengendalian hama terpadu PHT. Pada prinsipnya teknik PHT bertujuan meminimalkan penggunaan bahan-bahan kimia sintetis yang dapat menyebabkan terjadinya dampak pada lingkungan yang tidak diinginkan yaitu terjadinya resistensi hama, resurjensi hama, terbunuhnya organisma bukan sasaran, munculnya hama sekunder, adanya residu pada tanaman dan terganggunya kualitas lingkungan sekitar seperti air, tanah dan udara Metcalf dan Luckmann 1993. Pengendalian kutu putih P manihoti dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti penggunaan tanaman resisten, dengan bahan kimia organik, secara budidaya dan pengendalian biologi. Pengendalian kutu putih yang pernah dilakukan adalah dengan kombinasi antara tanaman inang resisten dan pengendalian biologi Porter 1988. Berdasarkan penelitian di Amerika dan Afrika, diketahui bahwa tidak ada satupun varietas ubi kayu yang tahan terhadap P manihoti. Pengendalian hama ini terutama dilakukan dengan konservasi maupun augmentasi musuh alami seperti yang telah dilakukan di Thailand dan Afrika Napompeth 1989, 1990a, 1990b; Suasa-ard 2000; William dan Granara 1992. Di Indonesia pada tanaman ubi kayu komponen PHT yang diterapkan antara lain adalah 1 penanaman varietas tahan, 2 pengaturan kultur teknis, 3 pengendalian biologis dan 4 pengendalian kimiawi jika diperlukan Saleh et al. 2009. Pengendalian biologi merupakan salah satu teknik pengendalian yang sesuai dengan sifat komoditas ubi kayu yang relatif toleran terhadap serangan hama. Ada beberapa musuh alami berupa predator dan parasitoid yang ditemukan pada pertanaman ubi kayu. Salah satu musuh alami yang banyak ditemukan di pertanaman ubi kayu adalah dari ordo Neuroptera, famili Chrysopidae. Serangga dari famili Chrysopidae dengan ciri umum mempunyai sayap kehijauan, mata berwarna kuning emas atau kemerahan dengan panjang 12-20 mm, telur bertangkai, imago biasanya hidup bebas dengan memakan embun madu dan pollen sedangkan larva mempunyai mandibel yang kokoh berbentuk bulan sabit yang berfungsi untuk merobek mangsa serangga bertubuh lunak seperti kutu daun, kutu putih dan lain-lain. Dewasa aktif terbang, terutama selama sore dan malam hari Mendel et al. 2003; Zhang et al. 2006.. Dewasa memiliki kemampuan penerbangan yang kuat dan dapat terbang selama 3 sampai 4 jam pada dua malam pertama penerbangan dan bertelur pada hari kelima setelah menjadi dewasa. Telur berbentuk oval diletakkan secara tunggal, dengan tangkai seperti sutra panjang, berwarna hijau pucat, berubah abu- abu dalam 2-3 hari. Setelah 6-7 hari telur menetas, larva yang sangat aktif, memiliki tiga instar, berwarna abu-abu atau kecoklatan, kulit mirip buaya dengan tungkai berkembang baik dan mandibel berkembang seperti penjepit besar untuk menyedot cairan tubuh mangsanya. Larva tumbuh dengan ukuran kurang dari 1 mm sampai 6-8 mm. Setelah instar ketiga larva membulat, kemudian berkepompong biasanya di tempat-tempat tersembunyi pada tanaman. Dewasa muncul setelah 8-10 hari setelah berpupa Zhu et al. 2005. Instar pertama berlangsung 3-4 hari, instar-2 sekitar 3-4 hari, sedangkan instar ke-3, 5-6 hari dan pupa 14-15 hari. Siklus hidup dari telur sampai imago meletakkan telur kembali dapat berlangsung sampai 40 hari Kligen et al. 1996. Kefektifan salah satu chrysopid yaitu Chrysoperla carnea dalam mengendalikan serangga aphid pada beberapa tanaman telah dipelajari oleh beberapa peneliti, diketahui bahwa 1 larva chrysopa mampu memangsa 500 kutu daun dalam kehidupannya Hagely 1989, Michaud 2001. Dan perannya sebagai predator pengendali pada beberapa hama juga sudah dipelajari Stark dan Whitford 1987. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pemangsaan P. ramburi terhadap kutu putih P. manihoti di laboratorium. Metode Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Juli sampai Oktober 2012. Pembiakan

P. ramburi

Larva P. ramburi dikoleksi dari pertanaman ubi kayu di Desa Ngampar, Kecamatan Sukaraja, kemudian dipelihara di dalam cawan petri hingga menjadi pupa. Pupa yang akan menjadi imago dipindahkan ke dalam kurungan kasa berukuran 40 cm x 40 cm x 60 cm yang bertujuan untuk pembiakan. Pemeliharaan imago dilakukan dengan memberikan makanan berupa campuran madu, ragi dan air dengan perbandingan 1:1:1 Gautam et al. 2009 yang berfungsi sebagai pengganti nektar. Campuran ini dioleskan pada kertas dan ditempelkan pada dinding kurungan. Imago biasanya meletakkan telur pada permukaan dalam kurungan menempel pada kain kasa. Setelah telur diletakkan segera dipindahkan ke cawan petri dan dipelihara sampai menetas. Setelah menetas larva diberi makan kutu putih P. manihoti . Pembiakan P. manihoti Larva P. manihoti diperoleh dari pertanaman ubi kayu di Kecamatan Sukaraja. Larva kemudian diinfestasikan pada tanaman ubi kayu yang ditumbuhkan pada gelas plastik dengan ukuran diameter 8 cm dan tinggi lebih kurang 10 cm yang lebih kurang 23 nya diisi dengan media air, kemudian dipelihara pada kondisi laboratorium pemeliharaan serangga. Komposisi mangsa menurut instar Cawan petri yang telah disediakan diisi dengan potongan daun ubi kayu segar. Kemudian kedalam cawan petri diinfestasikan nimfa instar-1, 2, 3 dan imago masing-masing 200 ekor. Setelah itu dilepaskan predator instar-1. Setelah ganti kulit kemudian dihitung jumlah masing-masing instar mangsa yang tersisa. Predator instar selanjutnya diberi makan dengan kutu putih dengan komposisi yang sama. Perlakuan ini juga dilakukan setelah predator memasuki instar-3. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 20 kali. Pada setiap pengamatan dilakukan penambahan daun ubi kayu jika diperlukan. Untuk mengetahui lama fase pradewasa dilakukan dengan mengambil sampel dari perbanyakan predator sebanyak 20 telur. Pengambilan telur P. ramburi untuk mengetahui lama periode larva instar-1, larva instar-2, dan larva instar-3. Dua puluh cawan petri diameter +17 cm masing-masing diisi dengan daun ubi kayu segar beserta mangsa P. manihoti nimfa instar pertama sampai instar-3 lebih kurang 400 mangsa. Ke dalam cawan petri kemudian dimasukkan satu telur yang sudah hampir menetas berwarna abu-abu. Kemudian dilakukan perhitungan lama instar larva predator setelah telur menetas. Pergantian setiap instar predator ditandai dengan adanya bekas kulit eksuvia yang ditinggalkan. Penggantian daun ubi kayu dan penambahan mangsa dilakukan jika daun sudah layu dan mangsa yang tersedia berkurang. Preferensi pemangsaan

P. ramburi

Ke dalam cawan petri diameter +17 cm dimasukkan kutu putih instar-1, 2, 3 dan imago masing-masing 50 ekor. Kutu putih diberi makan dengan daun ubu kayu segar. Setelah itu ke dalam cawan petri dimasukkan larva instar-3 P. ramburi yang telah dipuasakan selama 12 jam. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 10 ulangan. Pengamatan dilakukan dengan melihat jumlah masing- masing instar P. manihoti yang tersisa pada 3, 6, 12, dan 24 jam setelah pelepasan predator. Kemudian dihitung derajat pemilihan indeks preferensi terhadap mangsa dengan rumus L i = r i – p i , L i indeks pemilihan mangsa, r i = proporsi mangsa yang dimangsa oleh predator, dan p i = proporsi mangsa yang tersedia. Preferensi maksimum terjadi bila r i = 1 dan pi = 0, dan penolakan maksimum terjadi jika r i = 0, dan p i = 1. Jika nila L i positif dan mendekati satu maka preferensi bernilai maksimum, dan sebaliknya nilai L negatif maka penghindaran penolakan terhadap mangsa bernilai maksimum. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS Version 16.0. Lebih lanjut data dianalisis dengan analisis ragam ANOVA. Untuk mengetahui lama waktu untuk pemangsaan dilakukan percobaan pada cawan petri diameter +17 cm. Kedalam cawan petri dimasukkan perlakuan mangsa yaitu kutu putih P. manihoti instar-1, 2, 3, dan imago masing- masing berjumlah 200 ekor mangsa. Percobaan dilakukan satu persatu pada masing-masing perlakuan mangsa dimulai dari instar awal. Ke dalam cawan petri yang telah diisi mangsa dilepaskan predator P. ramburi stadia larva instar-3 yang telah dipuasakan lebih kurang selama 12 jam. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop selama 2 jam, dengan menghitung lama waktu predator sejak menangkap mangsa sampai predator menghisap habis mangsa dan meninggalkannya. Kemudian dihitung jumlah mangsa yang dapat dihabiskan selama dua jam. Perlakuan ini dilakukan dengan 20 kali ulangan. Kemampuan pemangsaan

P. ramburi

Cawan petri yang telah disediakan diisi dengan potongan daun ubi kayu segar. Kemudian kedalam cawan petri diinfestasikan nimfa instar-2 dari P. manihoti sebanyak 450 nimfa mangsa. Setelah itu dilepaskan predator instar-1. Setelah ganti kulit kemudian dihitung jumlah mangsa yang tersisa, dan predator instar selanjutnya diberi makan dengan kutu putih instar-2 sebanyak 450 ekor. Perlakuan ini juga dilakukan setelah predator memasuki instar-3. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 20 kali. Pada setiap pengamatan dilakukan penambahan daun ubi kayu jika diperlukan. Tanggap fungsional predator P.ramburi terhadap kutu putih P. manihoti Perlakuan ini menggunakan 10 tingkat kepadatan mangsa yaitu 1, 2, 4, 6, 8, 10, 20, 30, 40, 50, P. manihoti instar-2 yang dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian satu larva instar 3 dari P.ramburi yang telah dipuasakan selama 12 jam dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi mangsa pada setiap tingkat kepadatan. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 10 ulangan. Pengamatan dilakukan dengan interval 3 jam selama 24 jam terhadap jumlah mangsa yang dimakan. Penambahan mangsa dilakukan untuk mengganti mangsa yang hilang atau dimakan sesuai dengan tingkat kepadatan semula. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui tipe tanggap fungsional predator menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Juliano 1993 sebagai berikut : Ne exp + P 1 No + P 2 No 2 + P 3 No 3 No 1 + exp P + P 1 No + P 2 No 2 + P 3 No 3 Berdasarkan persamaan di atas, No merupakan kerapatan mangsa yang tersedia, Ne proporsi mangsa yang dikonsumsi, P titik potong, P 1 merupakan koefisien linier, P 2 kuadratik dan P 3 adalah kubik. Keempat parameter ini diduga dengan metode kemungkinan maksimum dengan prosedur PROC CATMOD SAS SAS Institute 1990. Hasil dan Pembahasan Komposisi mangsa menurut instar Secara umum semua fase perkembangan kutu putih dapat dijadikan mangsa oleh larva P. ramburi Gambar 6.1. Namun demikian, terdapat perbedaan yang sangat nyata P0.000 antara banyaknya instar kutu putih yang dimangsa. = P. ramburi instar-1 Kutu putih B a n y a k n y a k u tu p u tih y a n g d im a n g s a e k o r 20 40 60 80 Imago Nimfa-3 Nimfa-2 Nimfa-1 P. ramburi instar-2 Kutu putih B a n y a k n y a k u tu p u tih y a n g d im a n g s a e k o r 20 40 60 80 100 Imago Nimfa-3 Nimfa-2 Nimfa-1 P. ramburi instar-3 Kutu putih B an ya kn ya k utu p utih y an g d im an gs a e ko r 20 40 60 80 100 120 140 160 Imago Nimfa-3 Nimfa-2 Nimfa-1 Gambar 6.1. Kemampuan pemangsaan oleh berbagai larva P. ramburi pada berbagai instar kutu putih Larva P. ramburi instar-1 paling banyak memangsa kutu putih instar-1 71.95± 1.21 ekor, diikuti oleh instar-2 41.95 ±1.05 ekor , instar-3 11.25 ±1.02 ekor, dan hanya sedikit memangsa imago kutu putih 1.00 ±0.73 ekor. Larva predator instar-2 memangsa kutu putih nimfa instar-1, instar-2, instar-3, dan imago berturut-turut 89.55 ±1.04, 92.45 ±1.28, 19.80 ±0.87, dan 7.85 ±0.72 ekor. Sementara larva P. ramburi instar-3 paling banyak memangsa kutu putih nimfa instar-2 151.05 ±1.15 , dibandingkan instar-1 141.75 ±0.65 ekor, instar-3 71.15 ±0.42, dan imago 57.40 ±0.91. Dari percobaan ini tampak bahwa baik larva P. ramburi instar-1, instar-2, maupun instar-3 lebih banyak memangsa kutu putih nimfa instar-1 dan instar-2. Dalam percobaan ini, larva instar-3 P. ramburi yang digunakan merupakan kelanjutan dari instar selanjutnya, sehingga dapat diduga banyaknya kutu putih yang dimangsa oleh seekor larva P. ramburi selama masa kehidupan larva. Masa perkembangan larva P. ramburi berlangsung 8-9 hari, dengan perincian instar-1 2.90 ±0.14 hari, instar-2 2.40 ± 0.11 hari, dan instar-3 3.45±0.18 hari. Berdasarkan percobaan ini seekor larva predator diperkirakan mampu memangsa sebanyak 757.15 kutu putih dari berbagai instar. Preferensi Pemangsaan

P. ramburi

Banyaknya kutu putih yang dimangsa oleh larva instar-3 P. ramburi sangat tergantung pada fase perkembangan kutu putih F = 408.6; db = 3, 39; P 0.000. Tampak bahwa dalam waktu 24 jam larva P. ramburi mampu memangsa kutu putih instar-1 dan instar-2 dengan rataan berturut-turut 42.0± 0.9 dan 42.7 ± 1.2 ekor Gambar 6.2. Banyaknya kutu putih yang dimangsa jauh lebih sedikit pada instar-3 16.3±0.8 ekor dan imago 8.7±0.2 ekor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada keadaan semua stadia kutu putih tersedia tersedia, larva P, ramburi lebih memilih untuk memangsa kutu nimfa instar-1 dan instar-2 dibandingkan instar-3 dan imago. Kutu putih B any akn ya kut u put ih y ang d iman gsa 10 20 30 40 50 Imago Instar-3 Instar-2 Instar-1 Gambar 6.2. Rataan banyaknya masing-masing instar kutu putih yang dimangsa selama 24 jam oleh larva instar-3 P.ramburi.

Dokumen yang terkait

Kutu Putih Singkong Phenacoccus Manihoti Matile Ferrero Persebaran Geografi Di Pulau Jawa Dan Rintisan Pengendalian Hayati

0 4 49

Kesesuaian Dan Parasitisme Anagyrus Lopezi Pada Berbagai Instar Kutu Putih Singkong, Phenacoccus Manihoti Matile Ferrero

0 17 72

Insidensi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Putih Pepaya dan Singkong (Hemiptera: Pseudococcidae) Di Wilayah Bogor

1 7 57

Keanekaragaman Spesies Kutu Putih (Hemiptera : Pseudococcidae) pada Tanaman Buah-buahan di Bogor

10 50 91

Tingkat infeksi Neozygites fumosa (Speare) Remaudie’re & Keller (Zygomycetes : Entomophthorales) pada kutuputih pe-paya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink dan kutuputih singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococc

1 7 129

Praktek Budidaya dan Persepsi Petani Ubi Kayu Terhadap Hama Kutu Putih Phenacoccus manihoti di Kabupaten Bogor

0 6 38

Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih Singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), Hama Pendatang Baru di Indonesia

0 6 31

Tingkat Infeksi neozygitesfumosa (Speare) Remaudie're & Keller (Zygomycetes:Entomophthorales) pada Kutu Putih Pepaya, Paracoccus Marginatus Williams & Granara De Willink dan Kutu Putih Singkong, Phenacoccus Manihoti Matie-Ferrero (Hemiptera:Pseudococcidae

1 7 11

KUTU PUTIH SINGKONG, PHENACOCCUS MANIHOTI MATILE-FERRERO (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE): PERSEBARAN GEOGRAFI DI PULAU JAWA DAN RINTISAN PENGENDALIAN HAYATI

0 0 8

Encapsulation rates of parasitoid Anagyrus lopezi (De Santis) (Hymenoptera: Encyrtidae) by cassava mealybug, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae)

0 0 9