Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara

18 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara Luas sebaran endapan nikel diperkirakan mencapai 480.032,13 Ha, dengan status kawasan 283.561,84 Ha 59 masuk kawasan Areal Penggunaan Lain APL, 170.300 Ha 35 kawasan Hutan Lindung Hl, dan 26.170, 28 Ha 5 masuk dalam kawasan Hutan Konservasi. Dalam upaya pengembangan Sulawesi Tenggara sebagai Kawasan Ekonomi Khusus KEK, dengan sektor pertambangan sebagai salah satu sektor strategis, maka empat dari tujuh kabupaten yang menjadi alternatif untuk pembangunan industri pertambangan adalah Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka Utara, dan Kolaka Gambar 3.2. Sumber : Bappeda Prov. Sultra Gambar 3.2. Peta Sebaran Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara

3.1.1. Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sumber daya nikel cukup besar. Dari jumlah izin usaha pertambangan IUP yang dikeluarkan masing-masing KabupatenProvinsi sebanyak 528 IUP, 350 IUP 66 adalah IUP nikel. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi oleh kegiatan usaha nikel Gambar 19 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 3.3. IUP nikel terbanyak ada di Kabupaten Konawe Utara, dan di posisi kedua berada di Kabupaten Kolaka Utara, berikutnya Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton, serta sedikit di Kabupaten lainnya. Sumber : Puslitbang Tekmira ESDM Gambar 3.3. Status IUP Nikel di Sulawesi Tenggara Jumlah IUP nikel yang masih aktif melakukan kegiatan produksi per Oktober 2013 hanya 61 IUP 17, status operasi produksi 166 IUP 47, dan eksplorasi 184 IUP 52. Ada enam daerah yang banyak memiliki IUP nikel, yaitu Kabupaten Konawe Utara 157 IUP dengan operasi produksi aktif sebanyak 14 IUP, Kolaka Utara 50 IUP dengan 10 IUP operasi produksi aktif, Kabupaten Konawe 46 IUP dengan tiga IUP operasi aktif, Kabupaten Kolaka 31 IUP dengan 15 IUP-nya berstatus IUP operasi aktif, Kabupaten Konawe Selatan 29 IUP dengan tiga IUP operasi aktif dan Bombana 19 IUP dengan 4 IUP operasi aktif Tabel 3.1. 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Jumlah IUP 20 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 3.1. Status IUP Nikel per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara No Kabupaten Daerah Jumlah IUP IUP Nikel Operasi Produksi Operasi Produksi Aktif Eksplorasi 1 Buton 78 11 5 5 6 2 Bombana 86 19 11 4 8 3 Butur 14 1 1 4 Muna 3 1 1 5 Konawe 54 46 12 3 34 6 Konawe Utara 159 157 71 14 86 7 Konawe Selatan 31 29 12 8 17 8 Kolaka 35 31 27 16 4 9 Kolaka Utara 60 50 26 10 24 10 Bau bau 3 2 1 1 11 Lintas Kabupaten 3 1 1 1 12 Lintas Provinsi 1 1 1 13 Kontrak karya 1 1 1 Jumlah 528 350 166 61 184 Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013, luas wilayah IUP nikel yang aktif melakukan kegiatan produksi mencapai 118.186 Ha atau 118 Km 2 , berarti hanya 0,3 dari luas daratan Sulawesi Tenggara 38.140 km2. Daerah yang paling luas digunakan untuk kegiatan penambangan adalah Konawe Utara 42.441Ha dan Kolaka 8.864 Ha. Dari jumlah IUP operasi produksi aktif dan telah menandatangani pakta integritas membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel ada tujuh perusahaan Tabel 3.2. Tiga perusahaan yang telah mempunyai kemajuan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel per 30 September 2013, adalah PT. Cahaya Modern Metal Industri, PT. Kembar Mas dan PT. Cinta Jaya. 21 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 3.2. Perusahaan yang telah Menandatangani Pakta Integritas Membangun Smelter Perusahaan Investasi Mineral Kabupaten PT Cahaya Modern Metal Industri Smelter Nikel Konawe PT Kembar Mas Smelter Nikel Konawe Utara PT BMS Group Smelter Nikel Konawe Utara PT Jilin Smelting Indonesia Smelter Nikel Bombana PT Jian Metal Indonesia Smelter Nikel Konawe Utara PT Elit Kharisma Utama Smelter Nikel Konawe Utara PT Cinta Jaya Smelter Nikel Konawe Utara Terkait dengan peraturan larangan ekspor bijih nikel, maka di Provinsi Sulawesi Tenggara ada 20 perusahaan yang akan membangun smelter nikel Lampiran 1. Di antara keduapuluh perusahaan tersebut, ada enam perusahaan dengan tingkat kemajuan pembangunan smelter mencapai di atas 30, yaitu PT. Jilin Metal, PT. Bintang Smelter Indonesia di Konawe Selatan; PT. Cahaya Modern Metal Industri di Konawe; PT. Kembar Emas Sultra, PT. Karyatama Konawe Utara di Konawe Utara; PT. Bhinneka Sekarsa Adidaya di Kolaka Utara. Selain itu, ada tujuh perusahaan yang telah menandatangani pakta integritas membangun smelter per tanggal 26 april 2013. Ketujuh perusahaan tersebut tersebar di tiga kabupaten, yaitu Konawe Utara lima perusahaan, Konawe satu perusahaan, dan Bombana satu perusahaan. Salah satu perusahaan yang telah menandatangani fakta integritas untuk membangun smelter adalah PT Cahaya Modern Metal Industri di Kabupaten Konawe telah mencapai lebih dari 60 Gambar 3.4. 22 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara Gambar 3.4. Smelter Nikel PT. Cahaya Modern Metal Industri Sedangkan PT Kembar Emas Sultra, yang juga telah menandatangani fakta integritas, baru menyelesaikan pembangunan smelter-nya sekitar 30, atau tahap pengerjaan konstruksi Gambar 3.5. Gambar 3.5. Pengerjaan Fondasi Pabrik PT. Kembar Emas Sultra 23 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara Apabila diasumsikan bahwa penjualan bijih nikel identik dengan jumlah yang diproduksi, maka jumlah produksi nikel selama periode 2012-2013, atau sampai sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih nikel bulan Januari 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.3. Pada Tabel tersebut menunjukkan tingkat penjualan bijih nikel pada tahun 2012 sebesar 18,678,250 ton, dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan yang mencapai 29,431,002 ton, atau mengalami peningkatan sebesar 58. Secara nominal kenaikan produksi paling tinggi adalah di Kabupaten Konawe Selatan dan Konawe Utara yang masing-masing mengalami kenaikan 4,898,505 ton dan 3,448,050 ton Tabel 3.3. Tabel 3.3. Penjualan Bijih Nikel per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara No Kabupaten Tahun Kenaikan 2012 2013 Nominal 1 Konawe Utara 5,707,841 9,155,891 3,448,050 60 2 Buton 842,014 1,252,714 410,700 49 3 Kolaka Utara 3,043,410 4,239,776 1,196,366 39 4 Bombana 562,382 1,094,568 532,186 95 5 Konawe Selatan 2,618,297 7,516,802 4,898,505 187 6 Konawe 56,758 -56,758 -100 7 Kolaka 3,458,715 3,547,825 89,110 3 8 Prov. Sultra 2,388,833 2,623,426 234,593 10 Jumlah 18,678,250 29,431,002 10,752,752 58 Sebagian sumber daya nikel di Sulawesi Tenggara sudah diolah oleh PT Aneka Tambang di Kolaka yang menghasilkan FeNi, dan satu perusahaan di Konawe yang menghasilkan nickel pig iron NPI. Sebagian besar produksi bijih nikel yang diproduksi tersebut diekspor ke Tiongkok dan Jepang. Ironisnya, untuk memenuhi kebutuhan nikel dalam negeri, Indonesia harus mengimpor kembali nikel yang sudah diolah di Jepang. Pengembangan industri pengolahan pemurnian nikel, seperti antara lain melalui proses dapat meningkatkan nilai tambah kekayaan nikel bagi perekonomian daerah dan nasional. Ada 24 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara beberapa teknologi proses pengolahan dan pemurnian nikel selain menggunakan proses mond, seperti pengolahan biji nikel laterit dan peningkatan perolehan total nikel dan kobal pada proses leaching bijih nikel laterit. Pada saat ini sudah ada teknologi pengolahan dan pemurnian nikel berkadar rendah yang dapat menjadi peluang untuk mengolah bijih nikel. Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Sulawesi Tenggara, dengan kandungan nikelnya lebih kecil dari 2 dan belum termanfaatkan dengan baik. Proses pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah pada bijih nikel laterit jenis limonit dan jenis saprolit telah berhasil dilakukan. Selain itu, telah ditemukan cara untuk memperbaiki kinerja proses leaching dengan AAC Ammonia Ammonium Carbonate terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang kandungan magnesiumnya sampai 15, yaitu dengan penambahan bahan aditif baru seperti kokas dan garam NaCl yang digabungkan dengan aditif konvensional sulfur ke dalam pellet. Dengan mengolah bijih nikel menjadi ferronickel, harganya dapat meningkat dari USD55ton menjadi USD232ton, atau meningkatkan nilai komoditi sekitar 400. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya nikel sampai ke proses pengolahannya harus memperhatikan berbagai faktor, yaitu pasokan bijih nikel, pasokan energi, dan kemudahan - kemudahan utama lainnya yang diperlukan oleh investor maupun calon investor yang akan membangun smelter. Jika smelter berdiri, maka akan ada tambahan pemasukan bagi negara sebesar 300, ketimbang nikel hasil tambang diekspor dalam bentuk bijih. Smelter yang akan dibangun juga bakal menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, produksi tambang juga lebih terkendali, memacu industri hilir karena ketersediaan bahan baku dalam negeri, serta mengurangi kerusakan lingkungan karena mineral yang tidak dimanfaatkan dapat dikembalikan. Smelter yang akan dibangun juga akan memberikan efek berantai yang positif di sektor perekonomian, dengan adanya pemasok dan industri-industri ikutannya, dan pastinya meningkatkan lapangan kerja. Selain itu, akan terjadi pemerataan perekonomian, karena industri tidak hanya terpusat di Jawa tapi juga di daerah- daerah lain. 25 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara Bijih nikel baru sebagian kecil yang diolah menjadi ferronikel dan nikel matte, sedangkan sebagian besar masih diekspor dalam bentuk bijih sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih mineral. Perlu adanya investasi untuk pengembangan industri smelter ferro nikel atau produk olahan lainnya, misalnya minimal untuk pemrosesan crude ferro nickel 5-10 Ni, yang selanjutnya dapat diproses menjadi ferro nickel seperti yang dilakukan PT Aneka Tambang. Berdasarkan kuesioner dan wawancara dengan pemilik IUP nikel di Sulawesi Tenggara, diperoleh informasi bahwa sebagian besar IUP kecil tidak akan membangun smelter dan mereka mengharapkan ada investor untuk membangun smelter yang kebutuhan bijih nikelnya dipasok dari IUP-IUP kecil tersebut. Permasalahan yang dihadapi para pemegang IUP kecil adalah keterbatasan kemampuan finansial untuk membangun smelter, jumlah cadangan dan teknologi.

3.1.2. Pola Pemenuhan Bijih Nikel