Pola Pemenuhan Bijih Nikel

25 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara Bijih nikel baru sebagian kecil yang diolah menjadi ferronikel dan nikel matte, sedangkan sebagian besar masih diekspor dalam bentuk bijih sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih mineral. Perlu adanya investasi untuk pengembangan industri smelter ferro nikel atau produk olahan lainnya, misalnya minimal untuk pemrosesan crude ferro nickel 5-10 Ni, yang selanjutnya dapat diproses menjadi ferro nickel seperti yang dilakukan PT Aneka Tambang. Berdasarkan kuesioner dan wawancara dengan pemilik IUP nikel di Sulawesi Tenggara, diperoleh informasi bahwa sebagian besar IUP kecil tidak akan membangun smelter dan mereka mengharapkan ada investor untuk membangun smelter yang kebutuhan bijih nikelnya dipasok dari IUP-IUP kecil tersebut. Permasalahan yang dihadapi para pemegang IUP kecil adalah keterbatasan kemampuan finansial untuk membangun smelter, jumlah cadangan dan teknologi.

3.1.2. Pola Pemenuhan Bijih Nikel

Pola pemenuhan bijih nikel untuk smelter di Sulawesi Tenggara berdasarkan pada rencana pembangunan smelter dan kebutuhan bijih, jumlah IUP produksi bijih, dan jumlah cadangan. Jumlah perusahaan yang sudah dan merencanakan membangun smelter nikel adalah sebanyak 20 perusahaan dan jumlah IUP aktif produksi sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih adalah tersebar di Konawe Selatan lima smelter delapan IUP, Konawe Utara delapan smelter 14 IUP, Kolaka Utara tiga smelter 10 IUP, Bombana dua smelter empat IUP, Kolaka satu smelter 16 IUP, dan Konawe satu Smelter 3 IUP. Jumlah serapan bijih nikel dari rencana smelter tersebut adalah sebanyak 16.821.000 ton per tahun dengan kadar Ni berkisar antara 1,1 - 1,9. Di sisi lain jumlah rata - rata produksi nikel per tahun di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 21.576.875 ton, maka jumlah bijih nikel yang tidak terserap per tahun sebanyak 8.805.409 ton. Apabila dirinci sesuai dengan rencana pembangunan smelter, maka serapan bijih untuk smelter di masing-masing daerah adalah di Konawe Selatan sebanyak 4.671.000 ton, Konawe Utara 3.840.000 ton, Kolaka Utara 1.900.000 ton, Bombana 2.060.000 ton, Kolaka 3.500.000 ton, dan Konawe 850.000 ton. Apabila dikaitkan dengan jumlah IUP yang aktif melakukan kegiatan produksi 60 IUP dan tingkat konsumsi bijih nikel pada smelter di masing-masing daerah, menunjukkan adanya potensi kelebihan pasokan sebesar 26 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 8.805.409 tontahun. Kelebihan pasokan ini hanya memperhatikan jumlah IUP yang aktif melakukan kegiatan produksi dan belum termasuk potensi pasokan bijih nikel dari IUP produksi tidak aktif yang jumlahnya mencapai 164 IUP Tabel 3.4. Tabel 3.4. Produksi dan Konsumsi Bijih Nikel Dalam Rangka Pembangunan Smelter Kabupaten Jumlah IUP Produksi ton Kapasitas ton Kelebihan Pasokan ton Produksi tidak aktif Produksi Aktif Konawe Utara 71 14 7.431.866 3.840.000 3.591.866 Buton 5 5 1.047.364 1.047.364 Kolaka Utara 26 10 3.641.593 1.900.000 1.741.593 Bombana 11 4 828.475 2.060.000 1.231.525 Konawe Selatan 12 8 5.067.549 4.671.000 396.549 Konawe 12 3 56.758 850.000 793.242 Kolaka 27 16 3.503.270 3.500.000 3.270 Jumlah 164 60 21.576.87 5 1.6821.00 8.805.409 Kelebihan pasokan bijih nikel mengindikasikan ada beberapa IUP aktif produksi tidak melakukan kegiatan penambangan karena perusahaan smelter pada umumnya bekerja sama dengan IUP - IUP besar grup dan belum menyentuh pada IUP - IUP kecil. Untuk mengatasi permasalahan ini ada tiga skenario yang dapat ditempuh, yaitu: a. Mendistribusikan keseluruhan potensi kosumsi bijih nikel untuk smelter kepada seluruh IUP aktif produksi secara merata untuk masing-masing wilayah. b. Membangun smelter pada wilayah yang kelebihan pasokan bijih. c. Memasok bijih nikel di suatu daerah ke wilayah yang kekurangan pasokan. Untuk skenario a, distribusi bijih nikel pada umumnya dapat dipenuhi oleh daerah setempat, kecuali daerah Bombana dan Konawe yang kekurangan pasokan, maka pemenuhan bijihnya dapat dipenuhi dari IUP dari luar daerah atau dari IUP Produksi pasif daerah setempat. Sedangkan di daerah Buton ada lima IUP 27 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara produksi aktif, empat di antaranya dimiliki oleh PT Arga Morini Indah empat IUP dengan luas lahannya mencapai 3.883 Ha, cukup potensial membangun smelter atau kerja sama dengan investor lain, sehingga produksi bijih nikel dari IUP di wilayah ini dapat dapat ditampung oleh smelter tersebut. Skenario b dapat dicapai melalui konsorsium antara para pemilik IUP produksi aktifpasif skala kecil atau para pemilik IUP kecil dengan calon investor custom plant. Konsorsium pembangunan smelter dapat dilakukan melalui pengumpulan modal dari masing-masing pemilik IUP, dan setiap IUP dapat memasok bijih nikel yang disesuaikan dengan rasio kontribusi modal yang diserahkan untuk membangun smelter tersebut. Skenario c dapat dilakukan dengan memasok bijih nikel dari suatu daerah ke daerah yang mempunyai kekurangan pasokan Tabel 3.5, seperti Kabupaten Bombana yang memiliki 4 IUP aktif produksi dengan kemampuan memasok bijih nikel hanya 828.475 tontahun, tetapi potensi konsumsinya mencapai 2.060.000 tontahun. Demikian juga dengan Kabupaten Konawe yang memiliki tiga IUP aktif produksi dengan kemampuan memasok bijih nikel hanya 56.758tontahun, tetapi potensi konsumsinya mencapai 850.000 tontahun. Tabel 3.5. Distribusi Pasokan Bijih Nikel per Kabupaten Kabupaten Jumlah IUP Produksi Aktif Potensi konsumsi ton Bagian Pasokan per IUP ton Konawe Utara 14 3.840.000 274.285 Buton 5 Kolaka Utara 10 1.900.000 190.000 Bombana 4 2.060.000 515.000 Konawe Selatan 8 4.671.000 583.875 Konawe 3 850.000 283.333 Kolaka 16 3.500.000 218.750 Jumlah 60 16.821.000 2.065.243 28 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara

BAB 4 ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN