• Hj. Shofyatun AR Ikhlas Rasido, Pengembangan Bahan Ajar Anak Berkebutuhan Khusus….
32
I. Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan inklusi di Indonesia telah dipayungi oleh kebijakan pemerintah yakni Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 tahun
2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa. Peraturan menteri tersebut
memuat dengan lengkap rambu-rambu mengenai pendidikan inklusi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Salah satu hal yang signifikan tercatat dalam
Peraturan Menteri tersebut adalah mengenai kewajiban pemerintahan daerah kabupatenkota untuk menunjuk minimal satu sekolah
yang harus menyelenggarakan pendidikan inklusi. Namun demikian, pendidikan inklusi
tidak cukup hanya minimal satu sekolah saja di setiap kabupatenkota tetapi keterlibatan banyak sekolah yang di dalamnya terdapat siswa berkebutuhan
khusus. Hal ini disebabkan kerena fenomena anak berkebutuhan khusus tiap tahunnya menunjukkan atau mengalami peningkatan jumlah. Data penelitian di
bawah ini menunjukkan peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus dari tahun ke tahun.
Ekowarni 2003 menyebutkan data dari unit Psikiatri Anak daycare RSUD Dr.Soetomo Surabaya adanya peningkatan sebesar 3.33 jumlah pasien
anak ADHD dengan berbagai karakteristik dari tahun 2000 ke tahun 2001. Secara rinci, terdapat 30 jumlah anak dengan ADHD yang tanpa disertai
gangguan lain 32,96, 15 anak dengan ADHD dan gangguan tingkah laku 16.48, 8 anak dengan spektrum autis 8.79, 12 anak dengan ADHD dan
epilepsi 13.19, 13 anak dengan ADHD dan gangguan berbahasa 14.28, 6 anak dengan ADHD dan kecerdasan batas ambang 6.59 dan 2 anak dengan
ADHD dan antisosial 2.20. Data
Balitbang Direktorat Pendidikan Luar Biasa pada tahuin 2006 yang menyoroti gangguan emosi dan perilaku anak, secara umum menemukan
bahwa dari 696 siswa SD dari empat provinsi di Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang dari 6, dinyatakan 33 mengalami gangguan emosi dan
perilaku dalam Mahabbati, 2010. Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh
Tri Sentra Jurnal Ilmu Pendidikan Vol.2 Edisi 4 Juli-Desember 2013 •
33 dr.Dwijo,Sp.KJ pada tahun 2000-2004, dari 4.015 siswa usia 6-13 tahun di 10
SD wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat menunjukkan prevalensi 26,2 anak ADHD berdasarkan kriteria DSM IV dalam Mahabbati, 2010.
Peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus tersebut tidak seiring dengan pelayanan pendidikan inklusi. Merujuk data dari Direktorat PSLB tahun
2007 menyebutkan bahwa jumlah Anak Berkebutuhan Khusus yang sudah mengikuti pendidikan formal baru mencapai 24,7 atau 78.689 anak dari
populasi anak cacat di Indonesia, yaitu 318.600 anak. Ini artinya masih terdapat sebanyak 65,3 Anak Berkebutuhan Khusus yang masih terseklusi,
termarjinalisasikan dan terabaikan hak pendidikan. Bahkan angka tersebut diperkirakan dapat jauh lebih besar mengingat kecilnya angka prevalensi yang
digunakan, yaitu 0,7 dari populasi penduduk serta masih buruknya sistem pendataan dalam Sunaryo, 2009.
Sementara itu, sekolah yang telah menyelenggarakan pendidikan inklusi ternyata masih banyak yang menemui kendala dalam menyelenggarakan
pendidikan inklusi. Berdasarkan hasil penelitian Sunardi 2009, dalam Suyanto, 2009 terhadap 12 sekolah penyelenggara inklusi di Kabupaten dan Kota
Bandung, secara umum saat terdapat lima kelompok issue dan permasalahan pendidikan inklusi di tingkat sekolah, yaitu : pemahaman dan implementasinya,
kebijakan sekolah, proses pembelajaran, kondisi guru, dan support system. Lebih spesifik, dari lima kelompok isu permasalahan pendidikan inklusi di
tingkat sekolah khususnya di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini PAUD, menurut Adnan, dkk 2012 adalah para pendidik anak usia dini di lembaga
PAUD sebagai tangan kedua setelah orang tua di rumah, masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mengenali anak berkebutuhan khusus dengan
berbagai karakteristiknya, sehingga mengakibatkan sulitnya anak-anak bekebutuham khusus ini diterima di lembaga PAUD untuk belajar bersama
dengan anak lain. Tentu ini sangat bertentangan dengan konsep pendidikan untuk semua dan konsep pendidikan sedini mungkin.
• Hj. Shofyatun AR Ikhlas Rasido, Pengembangan Bahan Ajar Anak Berkebutuhan Khusus….
34
B. Rumusan Masalah
Fenomena anak berkebutuhan khusus tiap tahunnya menunjukkan atau mengalami peningkatan jumlah. Meningkatnya jumlah anak berkebutuhan
khusus setiap tahunnya tidak seiring dengan pelayanan pendidikan inklusi. Sementara sekolah yang telah menyelenggarakan pendidikan inklusi ternyata
masih banyak yang menemui kendala dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi. Salah satu kendala dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi
disebabkan oleh faktor pendidik anak usia dini di lembaga PAUD. Pendidik anak usia dini di lembaga PAUD sebagai tangan kedua setelah orang tua di rumah,
masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mengenali anak berkebutuhan khusus dengan berbagai karakteristiknya, sehingga mengakibatkan sulitnya
anak-anak bekebutuhan khusus ini diterima di lembaga PAUD untuk belajar bersama dengan anak lain. Tentu ini sangat bertentangan dengan konsep
pendidikan untuk semua dan konsep pendidikan sedini mungkin.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa Program Studi
PGPAUD terhadap anak berkebutuhan khusus. 2. Mengembangkan sikap positif menerima mahasiswa Program Studi
PGPAUD terhadap pendidikan inklusi. 3. Mengembangkan bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan
inklusi.
II. Kajian Pustaka A. Identifikasi Dini Dan Assessmen Anak Berkebutuhan Khusus