Pengembangan Bahan Ajar Anak Berkebutuhan Khusus untuk Pendidikan Inklusi di Program Studi PG/PAUD FKIP Universitas Tadulako | AR | Tri Sentra Jurnal Ilmu Pendidikan 2378 7121 1 PB

(1)

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS UNTUK PENDIDIKAN INKLUSI BAGI MAHASISWA PROGRAM STUDI

PG/PAUD FKIP UNIVERSITAS TADULAKO

Hj. Shopyatun AR Ikhlas Rasido

Dosen Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

Abstrak

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah; 1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang anak berkebutuhan khusus bagi mahasiswa program studi PG/PAUD, 2) untuk mengetahui sikap mahasiswa terhadap pendidikan inklusi, 3) menghasilkan bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi yang pada akhirnya menjadi buku ajar ber-ISBN. Desain penelitian merupakan penelitian pengembangan yang dilaksanakan secara bertahap, melalui 5 (lima) tahapan, yaitu; 1) analisis kebutuhan berupa pengetahuan dan keterampilan mahasiswa terhadap anak berkebutuhan khusus, serta sikap mahasiswa terhadap pendidikan inklusi, 2) penyusunan draft bahan ajar, 3) uji coba draft bahan ajar, 4) evaluasi draft bahan ajar, 5) produk akhir. Metode pengumpulan data menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian berupa; a) angket, b) wawancara, c) studi literatur. Teknik analisis data adalah analisis deskriptif berbentuk persentase, sedangkan penyususunan bahan ajar dilakukan melalui analisis isi. Hasil penelitian menemukan peningkatan sebesar 56% jumlah mahasiswa mampu menjabarkan definisi anak berkebutuhan khusus, 69% jumlah mahasiswa yang mampu menjabarkan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus, 76% jumlah mahasiswa mampu memahami dan melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus, 57% jumlah mahasiswa mampu melakukan pengelompokan anak berkebutuhan khusus, dan 32% jumlah mahasiswa mampu membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus. Sikap mahasiswa Program Studi PG/PAUD terhadap pendidikan inklusi adalah; 1) 83% mahasiswa pada program studi PG/PAUD bersikap negatif atau menolak pendidikan inklusi berdasarkan faktor pengetahuan tentang konsep pendidikan inklusi, 2) 87% bersikap negatif menolak pendidikan inklusi berdasarkan faktor pengalaman berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus, 3) berdasarkan faktor kebutuhan belajar, 65% mahasiswa ingin mengetahui secara mendalam tentang anak berkebutuhan khusus, 4) 88% mahasiswa belum pernah mengikuti seminar dan pelatihan tentang anak berkebutuhan khusus membentuk sikap negatif mereka menolak pendidikan inklusi. Dari 16 indikator pengukuran tingkat kepuasan mahasiswa pada Program Studi PG/PAUD menunjukkan tingkat kepuasan mahasiswa di atas 56% terhadap bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi.

Kata Kunci: Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap Mahasiswa, Pendidikan Inklusi, Berkebutuhan Khusus, Buku Ajar


(2)

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan inklusi di Indonesia telah dipayungi oleh kebijakan pemerintah yakni Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Peraturan menteri tersebut memuat dengan lengkap rambu-rambu mengenai pendidikan inklusi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Salah satu hal yang signifikan tercatat dalam Peraturan Menteri tersebut adalah mengenai kewajiban pemerintahan daerah kabupaten/kota untuk menunjuk minimal satu sekolah yang harus menyelenggarakan pendidikan inklusi. Namun demikian, pendidikan inklusi tidak cukup hanya minimal satu sekolah saja di setiap kabupaten/kota tetapi keterlibatan banyak sekolah yang di dalamnya terdapat siswa berkebutuhan khusus. Hal ini disebabkan kerena fenomena anak berkebutuhan khusus tiap tahunnya menunjukkan atau mengalami peningkatan jumlah. Data penelitian di bawah ini menunjukkan peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus dari tahun ke tahun.

Ekowarni (2003) menyebutkan data dari unit Psikiatri Anak (daycare) RSUD Dr.Soetomo Surabaya adanya peningkatan (sebesar 3.33%) jumlah pasien anak ADHD dengan berbagai karakteristik dari tahun 2000 ke tahun 2001. Secara rinci, terdapat 30 jumlah anak dengan ADHD yang tanpa disertai gangguan lain (32,96%), 15 anak dengan ADHD dan gangguan tingkah laku (16.48%), 8 anak dengan spektrum autis (8.79%), 12 anak dengan ADHD dan epilepsi (13.19%), 13 anak dengan ADHD dan gangguan berbahasa (14.28%), 6 anak dengan ADHD dan kecerdasan batas ambang (6.59%) dan 2 anak dengan ADHD dan antisosial (2.20%).

Data Balitbang Direktorat Pendidikan Luar Biasa pada tahuin 2006 yang menyoroti gangguan emosi dan perilaku anak, secara umum menemukan bahwa dari 696 siswa SD dari empat provinsi di Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang dari 6, dinyatakan 33% mengalami gangguan emosi dan perilaku (dalam Mahabbati, 2010). Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh


(3)

dr.Dwijo,Sp.KJ pada tahun 2000-2004, dari 4.015 siswa usia 6-13 tahun di 10 SD wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat menunjukkan prevalensi 26,2% anak ADHD berdasarkan kriteria DSM IV (dalam Mahabbati, 2010).

Peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus tersebut tidak seiring dengan pelayanan pendidikan inklusi. Merujuk data dari Direktorat PSLB tahun 2007 menyebutkan bahwa jumlah Anak Berkebutuhan Khusus yang sudah mengikuti pendidikan formal baru mencapai 24,7% atau 78.689 anak dari populasi anak cacat di Indonesia, yaitu 318.600 anak. Ini artinya masih terdapat sebanyak 65,3% Anak Berkebutuhan Khusus yang masih terseklusi, termarjinalisasikan dan terabaikan hak pendidikan. Bahkan angka tersebut diperkirakan dapat jauh lebih besar mengingat kecilnya angka prevalensi yang digunakan, yaitu 0,7% dari populasi penduduk serta masih buruknya sistem pendataan (dalam Sunaryo, 2009).

Sementara itu, sekolah yang telah menyelenggarakan pendidikan inklusi ternyata masih banyak yang menemui kendala dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi. Berdasarkan hasil penelitian (Sunardi 2009, dalam Suyanto, 2009) terhadap 12 sekolah penyelenggara inklusi di Kabupaten dan Kota Bandung, secara umum saat terdapat lima kelompok issue dan permasalahan pendidikan inklusi di tingkat sekolah, yaitu : pemahaman dan implementasinya, kebijakan sekolah, proses pembelajaran, kondisi guru, dan support system. Lebih spesifik, dari lima kelompok isu permasalahan pendidikan inklusi di tingkat sekolah khususnya di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), menurut Adnan, dkk (2012) adalah para pendidik anak usia dini di lembaga PAUD sebagai tangan kedua setelah orang tua di rumah, masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mengenali anak berkebutuhan khusus dengan berbagai karakteristiknya, sehingga mengakibatkan sulitnya anak-anak bekebutuham khusus ini diterima di lembaga PAUD untuk belajar bersama dengan anak lain. Tentu ini sangat bertentangan dengan konsep pendidikan untuk semua dan konsep pendidikan sedini mungkin.


(4)

B. Rumusan Masalah

Fenomena anak berkebutuhan khusus tiap tahunnya menunjukkan atau mengalami peningkatan jumlah. Meningkatnya jumlah anak berkebutuhan khusus setiap tahunnya tidak seiring dengan pelayanan pendidikan inklusi. Sementara sekolah yang telah menyelenggarakan pendidikan inklusi ternyata masih banyak yang menemui kendala dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi. Salah satu kendala dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi disebabkan oleh faktor pendidik anak usia dini di lembaga PAUD. Pendidik anak usia dini di lembaga PAUD sebagai tangan kedua setelah orang tua di rumah, masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mengenali anak berkebutuhan khusus dengan berbagai karakteristiknya, sehingga mengakibatkan sulitnya anak-anak bekebutuhan khusus ini diterima di lembaga PAUD untuk belajar bersama dengan anak lain. Tentu ini sangat bertentangan dengan konsep pendidikan untuk semua dan konsep pendidikan sedini mungkin.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa Program Studi PG/PAUD terhadap anak berkebutuhan khusus.

2. Mengembangkan sikap positif (menerima) mahasiswa Program Studi PG/PAUD terhadap pendidikan inklusi.

3. Mengembangkan bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi.

II. Kajian Pustaka

A. Identifikasi Dini Dan Assessmen Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Untuk mengetahui anak berkebutuhan khsusus melalui proses identifikasi.


(5)

Identifikasi dini anak berkebutuhan khusus dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/ tingkah laku) seawal mungkin dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inklusi. Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dapat dibagi menjadi:

1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan 2. Tunanrungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran

3. Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan anggota tubuh/gerakan

4. Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa 5. Tunagrahita

6. Anak lamban belajar

7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau diskalkulia)

8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi

9. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku

B. Pendidikan Inklusi

Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, disebutkan bahwa: Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran. Sementara Pasal 2 peraturan tersebut dijelaskan bahwa Pendidikan inklusif bertujuan: (1) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; (2) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai


(6)

keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.

Pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut (Ashman, 1994 dalam Elisa dan Wrastari, 2013):

1. Kelas Reguler (Inklusi Penuh)

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non berkebutuhan khusus sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. 2. Kelas Reguler dengan Cluster

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler dalam kelompok khusus.

3. Kelas Reguler denganPull Out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

4. Kelas Reguler denganClusterdanPull Out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktuwaktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

5. Kelas Khusus dengan Berbagai; pengintegrasian

Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler.

6. Kelas Khusus Penuh

Anak berkebutuhan khusus yang belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.

Untuk menentukan model sekolah inklusi seperti yang disebutkan di atas dilaksanakan berdasarkan hasil identifikasi dan assessmen anak berkebutuhan khusus.


(7)

C. Pengetahuan Dan Keterampilan Mahasiswa Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Pengetahuan dan keterampilan mahasiswa terhadap anak berkebutuhan khusus berdasarkan level atau tingkatan taksonomi Bloom. Pada penelitian ini level atau tingkatan konsep anak berkebutuhan khusus yang ingin dicapai mahasiswa berada pada level C1 (mampu medeskripsikan atau menjabarkan suatu konsep) sampai dengan level C3 (mampu mengaplikasikan atau menerapkan suatu konsep). Level atau tingkat taksonomi Bloom pada level C1 sampai dengan C3 konsep anak berkebutuhan khusus yang ingin dicapai mahasiswa adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami pengertian anak berkebutuhan anak khusus 2. Mengetahui dan memahami jenis-jenis anak berkebutuhan anak khusus

3. Memahami dan terampil mengelompokkan anak berkebutuhan khusus 4. Memahami dan terampil membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus

D. Sikap Mahasiswa Terhadap Pendidikan Inklusi

Thurstone memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (Edwards, 1957 dalam Azwar, 2010). Lebih lanjut Thurstone menjelaskan bahwa sikap merupakan sebuah proses antara positif atau negatif yang disebabkan oleh suatu stimulus (Thurstone, 1931; Allport, 1935; Green and Goldfried, 1965 dalam Cacioppo and Berntson, 1994). Heri Purwanto (1998) menjelaskan lebih lanjut mengenai definisi sikap positif dan negatif. Sikap positif adalah kecenderungan tindakan yang berupa mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

Sikap mahasiswa terhadap pendidikan inklusi adalah gambaran yang positif atau negatif dari komitmen mahasiswa dalam mengembangkan anak berkebutuhan khusus yang menjadi tanggung jawabnya dan juga menggambarkan sejauh mana anak berkebutuhan khusus di terima di sebuah sekolah. Melalui sikap positif dari mahasiswa, anak berkebutuhan khusus akan mendapat lebih banyak kesempatan dalam bidang pendidikan untuk belajar


(8)

bersama teman sebayanya, dan akan lebih mendapatkan keuntungan pendidikan semaksimal mungkin (Olson, 2003). Sikap mahasiswa yang negatif menggambarkan harapan yang rendah terhadap anak berkebutuhan khusus di kelas inklusi (Elliot, 2008).

Faktor yang mempengaruhi sikap mahasiswa terhadap pendidikan inklusi di adopsi dari penelitian Elisa, S & Wrastari, AT. (2013), yaitu:

1) Faktor pengetahuan Mahasiswa

Konsep terhadap anak berkebutuhan khusus bergantung pada jenis hambatan anak, tingkat keparahan hambatan, dan kebutuhan anak akan pendidikan. Selain itu pengetahuan mahasiswa yang memiliki konsep inklusi sebagai konsep penyatuan dan penyetaraan kemampuan anak berkebutuhan khusus dengan anak non berkebutuhan khusus akan memberikan dukungan penuh terhadap pendidikan inklusi.

2) Faktor Pengalaman

Mahasiswa yang memiliki pengalaman di tempat terapi lebih memiliki kedekatan dengan anak berkebutuhan khusus dan lebih memahami kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Begitu pula mahasiswa yang memiliki kerabat anak berkebutuhan khusus lebih dekat dengan anak berkebutuhan khusus akan memiliki keyakinan bahwa hak semua anak sama.

3) Kebutuhan belajar

Mahaiswa yang memiliki keinginan untuk belajar menangani dan memahami anak berkebutuhan khusus memiliki rasa sayang dan senang kepada anak berkebutuhan khusus

4) Pelatihan

Mahasiswa yang pernah mengikut seminar dan pelatihan merubah pandangannya terhadap anak berkebutuhan khusus bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kelebihan

Dalam penelitian ini, keempat faktor itulah yang dijadikan ukuran untuk menilai sikap mahasiswa terhadap pendidikan inklusi. Sikap itu bisa menjadi positif atau menerima pendidikan inklusi dan bisa pula menjadi negatif atau


(9)

menolak pendidikan inklusi.

III. Metode penelitian A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian pengembangan melalui 5 (lima) tahapan. Berikut ini merupakan gambar alur penelitian yang terdiri dari 5 (lima) tahapan:

Gambar 3.1 Alur Penelitian

B. Subyek Penelitian

Subjek penelitian melibatkan seluruh staf pengajar berjumlah 6 orang dan mahasiswa Program Studi PG/PAUD semester VII dan yang sedang

ANALISIS KEBUTUHAN :

Pengetahuan & Keterampilan Mahasiswa terhadap anak berkebutuhan khusus Sikap Mahasiswa terhadap Pendidikan Inklusi

PENYUSUNAN DRAFT BAHAN AJAR

Anak Berkebutuhan Khusus untuk Pendidikan Inklusi

EVALUASI DRAFT BAHAN AJAR

Anak Berkebutuhan Khusus untuk Pendidikan Inklusi

PRODUK AKHIR BAHAN AJAR

Anak Berkebutuhan Khusus Untuk Pendidikan Inklusi UJI COBA DRAFT BAHAN AJAR


(10)

menyelesaikan tugas akhir berjumlah 30 Orang. Lokasi tempat dilaksanakannya penelitian adalah Program Studi PG/PAUD FKIP Universitas Tadulako

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitiani ini metode pengumpulan data yang digunakan melalui teknikpurposive sampling.

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan maka penelitian ini menggunakan berbagai instrumen penelitian berupa: a) angket, b) wawancara, c) studi literatur.

E. Analisa Data

Untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan mahsiswa terhadap anak berkebutuhan khusus, serta sikap mahasiswa terhadap pendidikan inklusi, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dalam bentuk persentase, sedangkan dalam penyusunan bahan ajar teknik analisis datanya melalui analisis isi.

IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan A. Hasil Penelitian

1. Pengetahuan dan Keterampilan Mahasiswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Hasil penelitian pada tabel di bawah ini menunjukan pengetahuan dan keterampilan awal mahasiswa tentang konsep anak berkebutuhan khusus dalam bentuk persentase

Tabel 4.1 Persentase

Pengetahuan dan Keterampilan Awal Mahasiswa Tentang Anak Kebutuhan Khusus

No Pengetahuan dan Keterampilan Tentang Anak Berkebutuhan

Khusus

Tidak Tahu/ Tidak Terampil

(%)

Tahu/ Terampil

(%)

1 Mengetahui dana memahami

pengertian anak berkebutuhan anak


(11)

khusus

2 Mengetahui dan memahami jenis-jenis anak berkebutuhan anak khusus

88 12

3 Memahami dan terampil melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus

100 0

4 Memahami dan terampil

mengelompokkan anak

berkebutuhan khusus

100 0

5 Memahami dan terampil membuat pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus

100 0

2. Sikap Mahasiswa Terhadap Pendidikan Inklusi

Hasil penelitian pada tabel di bawah ini menunjukan bentuk sikap mahasiswa yang terdiri dari sikap positif yaitu sikap menerima terhadap pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus dan sikap negatif yaitu sikap menolak terhadap pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus. Baik sikap positif maupun sikap negatif terhadap pendidikan inklusi diformulasikan ke dalam bentk persentase.

Tabel 4.2 Persentase

Sikap Mahasiswa Tehadap Pendidikan Inklusi

No Faktor Pembentuk Sikap

Sikap % Negatif

(Tidak Tahu/Tidak Menerima)

Positif (Tahu/Menerima)

1 Pengetahuan tentang konsep pendidikan inklusi.

83 17

2 Pengalaman berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus

87 13


(12)

4 Pelatihan anak berkebutuhan khusus

88 12

3. Rancangan dan Uji Coba Bahan Ajar Pendidikan Inklusi Untuk Anak Berkabutuhan Khusus.

Rancangan bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi disusun berdasarkan tingkat pengetahuan dan keterampilan awal mahasiswa mengenai anak berkebutuhan khusus, serta sikap mereka terhadap penerimaan pendidikan inklusi, serta diperkaya dengan studi literatur yang diperoleh melalui buku referensi maupun hasil penelitian lain yang mengkaji tentang anak berkebutuhan khusus dan pendidikan inklusi. Kemudian disusun sebuah draft bahan ajar dengan merujuk pada taksonomi bloom. Tujuannya adalah agar draft bahan ajar ini dapat diukur sejauh mana kelayakannya yang dapat dilihat dari hasil pembelajaran mahasiswa. Setelah draft bahan ajar tersebut rampung, langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba (mengajarkan) kepada 30 orang mahasiswa Program Studi PG/PAUD. Setelah diuji coba (diajarkan) kepada 30 orang mahasiswa Program Studi PG/PAUD, pada akhir pembelajaran mahasiswa diberikan tes untuk menguji pengetahuan dan keterampilan mereka tentang konsep anak berkebutuhan khusus. Hasil tes menemukan terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa mengenai konsep anak berkebutuhan khusus. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan itu ditunjukkan pada tabel di bawah ini dalam bentuk persentase.

Tabel 4.3 Persentase

Pengetahuan dan Keterampilan Mahasiswa Tentang Anak Kebutuhan Khusus Setelah Uji Coba Bahan Ajar

NO Pengetahuan dan Keterampilan Tentang Anak Berkebutuhan Khusus

Tidak Tahu/ Tidak Terampil

Tahu/ Terampil

1 Mengetahui dan memahami pengertian anak berkebutuhan anak khusus


(13)

2 Mengetahui dan memahami jenis-jenis anak berkebutuhan anak khusus

19 81

3 Memahami dan terampil melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus

14 76

4 Memahami dan terampil

mengelompokkan anak berkebutuhan khusus

43 57

5 Memahami dan terampil membuat pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus

68 32

4. Evaluasi Rancangan Bahan Ajar Anak Berkebutuhan Khusus Untuk Pendidikan Inklusi

Untuk Evaluasi rancangan bahan ajar pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan angket dan wawancara. Angket diberikan kepada mahasiswa, sedangkan wawancara dengan mewawancarai teman sejawat kemudian dianalisis melalui analisis isi

Pada tabel di bawah ini menunjukkan tingkat kepuasan mahasiswa terhadap bahan ajar Anak Berkebutuhan Khusus untuk Pendidikan Inklusi Untuk dalam bentuk persentase.

Tabel 4.4 Persentase Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Bahan Ajar Anak Berkebutuhan Khusus

Untuk Pendidikan Inklusi

No Indikator Kepuasan Mahasiswa

Sangat Tidak Memuas

kan (%)

Tidak Memuaskan

(%)

Memuaskan (%)

Sangat Memuaskan

(%)

1 Cakupan

materi

10 12 65 13


(14)

penyajian 3 Manfaat

materi

11 13 64 12

4 Relevansi materi

11 20 67 12

5 Kemuktahira n materi

12 14 63 11

6 Tingkat pemahaman terhadap materi

10 20 57 13

7 Kesesuaian penyampaian dengan tujuan

10 27 58 15

8 Kesesuaian penyampaian dengan karakteristik peserta

10 10 67 13

9 Rasio latihan dengan teori

9 11 68 12

10 Penggunaan media

8 14 65 13

11 Penggunaan contoh

12 19 57 12

12 Interaksi penyaji dengan peserta

11 11 67 11

13 Alokasi waktu untuk

12 11 67 10

14 Ketuntasan materi yang


(15)

dijelaskan 15 Kesempatan

untuk

menyampaika n gagasan

8 8 71 11

16 Kesesuaian waktu dengan strategi yang digunakan

6 8 75 11

Sementar itu, hasil evaluasi dari teman sejawat terhadap rancangan bahan ajar pendidikan Inklusi Untuk anak berkebutuhan khusus menghasilkan beberapa kekurangan, yaitu:

a) Masih banyak ditemukan kalimat dengan kesalahan dalam pengetikan b) Masih ada kalimat yang sulit dipahami, bermakna ganda, bias.

c) Mempertimbangkan untuk menyertakan gambar atau contoh mendeskripsikan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.

5. Bahan Ajar Anak Berkebutuhan Khusus Untuk Pendidikan Inklusi

Bahan ajar anak berkebutuhan khusus dalam penelitian ini diperuntukan bagi para calon pendidik PAUD yang ada di program studi PG/PAUD FKIP Universitas Tadulako. Bahan ajar tersebut disusun secara praktis dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menyikapi anak berkebutuhan khusus yang dihadapi pendidik.

Bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi terdiri dari dua bagian yang tak terpisahkan. Pada bagian pertama, untuk pokok bahasan pertama, berisikan konsep tentang berbagai jenis anak berkebutuhan khusus, yang meliputi anak dengan keterlambatan perkembangan; anak dengan keterbelakangan mental; anak dengan gangguan emosional dan perilaku; anak dengan gangguan spektrum autis; anak dengan kesulitan belajar; anak berbakat, Untuk pokok bahasan kedua, berisikan bagaimana mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, dan pokok bahasan ketiga, berisikan metode dan strategi membantu anak berkebutuhan khusus. Pada


(16)

bagian kedua bahan ajar ini, memuat tentang konsep pendidikan inklusi untuk pokok bahasan pertama. Pokok bahasan kedua memuat landasan penyelenggaraan pendidikan inklusi. Dan untuk pokok bahasan ketiga memuat implementasi pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan Khusus. Pada setiap pokok bahasan selalu diawali dengan deskripsi materi pokok bahasan, kompetensi pembelajaran, waktu, metode dan proses pembelajaran. Pada akhir bagian untuk setiap pokok bahasan disertai dengan latihan. Tujuannya adalah untuk mengukur pencapaian kompetensi pembelajaran mahasiswa. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan berbagai instrumen. Instrumen tersebut berupa; 1) instrumen untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, 2) instrumen deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, serta 3) formulir kuesioner untuk deteksi anak dengan autism. Instrumen-instrumen tersebut dimasukkan ke dalam bagian lampiran pada bahan ajar ini.

B. Pembahasan

Menarik untuk disimak bahwa pada awalnya pengetahuan mahasiswa tentang anak berkebutuhan khusus sangatlah minim. Dari 5(lima) indikator yang digunakan untuk menguji pengetahuan mereka tentang anak berkebutuhan khusus, hanya dua indikator yang memperoleh angka persentase walaupun angka persentase tersebut rendah.

Indikator pertamaberupa pertanyaan “apakah mereka mengetahui dana memahami pengertian anak berkebutuhan anak khusus?” Dari hasil penelitian diperoleh 73% mahasiswa mengatakan tidak tahu.

Untuk indikator kedua berupa pertanyaan “apakah mahasiswa mengetahui dan memahami jenis-jenis anak berkebutuhan anak khusus. Dari hasil penelitian menemukan 88% mahasiswa tidak mengetahuinya.

Sedangkan untuk indikator ketiga “apakah mahasiswa memahami dan terampil melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus?” Hasil penelitian menemukan tak satupun mahasiswa memahami dan memiliki keterampilan melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus.


(17)

dan terampil mengelompokkan anak berkebutuhan khusus?” Hasil penelitian menemukan tak satupun mahasiswa memahami dan terampil mengelompokkan anak berkebutuhan khusus.

Sedangkan untuk indikator kelima, “apakah mahasiswa memahami dan terampil membuat pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus?” Jawaban hasil penelitian menemukan tak satupun mahasiswa memahami dan memiliki keterampilan tersebut.

Merujuk dari hasil penelitian di atas, dapat juga dikatakan bahwa tingkat pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang anak berkebutuhan khusus berada pada level atau tingkatan C1 berdasarkan taksonomi Bloom. Level atau tingkatan C1 mengindikasikan kemampuan mahasiswa hanya sebatas mampu menjabarkan suatu pengertian atau mendefinisikan suatu konsep. Itupun hanya sebagian kecil mahasiswa yang memiliki kemampuan tersebut. Untuk indikator mengenai “apakah mahasiswa mengetahui dana memahami pengertian anak berkebutuhan anak khusus?” hasil penelitian menemukan 27% mahasiswa yang memiliki jawaban mengetahui dan memahami konsep tersebut. Untuk indikator kedua berupa pertanyaan“apakah mahasiswa mengetahui dan memahami jenis-jenis anak berkebutuhan anak khusus. Dari hasil penelitian menemukan 12% mahasiswa mengetahuinya.

Begitu pula dengan sikap mahasiswa terhadap pendidikan inklusi sangatlah minim. Di bawah ini dijabarkan 4 (empat) faktor pembentuk sikap positif (menerima) dan sikap negatif (menolak):

a) Pengetahuan tentang konsep pendidikan inklusi

Pengetahuan mahasiswa tentang konsep terhadap anak berkebutuhan khusus bergantung pada jenis hambatan anak, tingkat keparahan hambatan, dan kebutuhan anak akan pendidikan, konsep inklusi sebagai konsep penyatuan dan penyetaraan kemampuan anak berkebutuhan khusus dengan anak non berkebutuhan khusus mempengaruhi sikap mereka terhadap pendidikan inklusi. Dari hasil penelitian menemukan 83% mahasiswa pada program studi PG/PAUD bersikap negatif atau menolak pendidikan inklusi. Angka


(18)

tersebut juga menunjukkan tingkat pengetahuan mahasiswa yang rendah tentang pendidikan inklusi.

b) Pengalaman berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus

Mahasiswa yang memiliki pengalaman di tempat terapi lebih memiliki kedekatan dengan anak berkebutuhan khsusus dan lebih memahami kebutuhan anak berkebutuhan khusus, memiliki kerabat anak berkebutuhan khusus lebih dekat dengan siswa anak berkebutuhan khusus, memiliki keyakinan bahwa hak semua anak sama. Dari hasi penelitian menemukan bahwa 87 % bersikap negatif atau menolak pendidikan inklusi. Angka tersebut menggambarkan hanya 23% mahasiswa yang memiliki pengalaman berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus.

c) Kebutuhan belajar

Mahasiswa yang memiliki keinginan untuk belajar menangani dan memahami anak berkebutuhan khusus memiliki rasa sayang dan senang kepada anak berkebutuhan khusus. Dari hasil penelitian ini menemukan 65% mahasiswa ingin mengetahui secara mendalam (belajar) tentang anak berkebutuhan khusus. Angka tersebut sebenarnya sangat menggembirakan. Oleh karena ada kemauan dari mahasiswa untuk belajar lebih jauh tentang anak berkebutuhan khusus.

d) Pelatihan anak berkebutuhan khusus

Mahasiswa yang pernah ikut seminar dan pelatihan mendapatkan motivasiddiri yang positif terkait anak berkebutuhan khusus. Mahasiswa yang pernah ikut seminar dan pelatihan merubah pandangannya terhadap anak berkebutuhan khusus. Dari hasil penelitian menemukan 88% mahasiswa memiliki sikap negatif atau menolak pendidikan inklusi angka tersebut juga berarti sebagain besar mahasiswa belum pernah mengikuti seminar atau pelatihan tentang anak berkebutuhan khusus.

Penelitian yang dilakukan oleh Elisa, S & Wrastari, AT. (2013) menemukan bentuk sikap guru yang terdiri dari sikap positif yaitu sikap menerima terhadap pendidikan inklusi dan sikap negatif yaitu sikap menolak terhadap pendidikan inklusi. Faktor yang mempengaruhi sikap tersebut, yaitu:


(19)

1. Faktor guru yang terdiri dari latar belakang guru, pandangan terhadap anak berkebutuhan khusus, tipe guru, tingkat kelas, keyakinan guru, pandangan sosio-politik, empati guru, dan gender.

2. Faktor pengalaman yang terdiri dari pengalaman mengajar anak berkebutuhan khusus dan pengalaman kontak dengan anak berkebutuhan khusus.

3. Faktor pengetahuan yang terdiri dari level pendidikan guru, pelatihan, pengetahuan, dan kebutuhan belajar guru.

4. Faktor lingkungan pendidikan yang terdiri dari dukungan sumber daya, dukungan orang tua dan keluarga, dan sistem sekolah.

Merujuk pada penelitian di atas terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elisa, S & Wrastari, AT. (2013) untuk faktor pandangan terhadap anak berkebutuhan khusus, pengetahuan, pengalaman kebutuhan belajar. Namun terdapat perbedaan yang tidak ditemukan dalam penelitian tersebut. Perbedaan tersebut adalah persentase sikap positif (menerima) dan sikap negatif (menolak) pendidikan inklusi.

Dalam penelitian terdahulu tidak dijelaskan seberapa besar sikap positif (menerima) dan sikap negatif (menolak) terhadap pendidikan inklusi. Sedangkan dalam penelitian ini ditemukan persentase sikap positif (menerima) dan sikap negatif (menolak) terhadap pendidikan inklusi.

Dari hasil penelitian menemukan 83% mahasiswa pada program studi PG/PAUD bersikap negatif atau menolak pendidikan inklusi berdasarkan faktor pengetahuan tentang konsep pendidikan inklusi. Artinya bahwa ketidaktahuan mahasiswa tentang konsep pendidikan inklusi mempengaruhi pandangan mereka terhadap pendidikan inklusi dimana sebagian besar mahasiswa memiliki sikap negatif atau menolak pendidikan inklusi.

Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa 87% bersikap negatif menolak pendidikan inklusi berdasarkan faktor pengalaman berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus. Artinya bahwa belum berpengalamannya mahasiswa berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus menjadi dasar terbentuknya sikap mereka menolak pendidikan inklusi.


(20)

Sedangkan berdasarkan faktor kebutuhan belajar, dari hasil penelitian menemukan 65% mahasiswa ingin mengetahui secara mendalam (belajar) tentang anak berkebutuhan khusus. Angka tersebut menggambarkan sebagian besar mahasiswa memiliki keinginan untuk belajar tentang anak berkebutuhan khusus.

Untuk faktor pelatihan, dari hasil penelitian menemukan 88% mahasiswa belum pernah mengikuti seminar dan pelatihan tentang anak berkebutuhan khusus sehingga mempengaruhi sikap negatif mereka menolak pendidikan inklusi.

Setelah dilakukan uji coba darft bahan ajar pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus, terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang konsep anak berkebutuhan khusus.

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang konsep anak berkebutuhan khusus yang diukur melalui 5 (lima) indikator sebagai berikut:

1. Pemahaman definisi atau pengertian anak berkebutuhan anak khusus

Persentase jumlah mahasiswa yang mampu menjabarkan definisi atau pengertian anak berkebutuhan khusus meningkat sebesar 83%. Sebelum dilakukan uji coba bahan ajar, persentase jumlah mahasiswa yang mampu menjabarkan definisi atau pengertian anak berkebutuhan khusus sebesar 27%. Berarti terjadi peningkatan sebesar 56% jumlah mahasiswa yang mampu menjabarkan definisi atau pengertian anak berkebutuhan khusus.

2. Pemahaman jenis-jenis anak berkebutuhan anak khusus

Persentase jumlah mahasiswa yang mampu menjabarkan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus meningkat sebesar 81%. Sebelum dilakukan uji coba bahan ajar, persentase jumlah mahasiswa yang mampu menjabarkan definisi atau pengertian anak berkebutuhan khusus sebesar 12%. Berarti terjadi peningkatan sebesar 69% jumlah mahasiswa yang mampu menjabarkan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.

3. Pemahaman dan keterampilan melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus


(21)

Persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus meningkat sebesar 76%. Sebelum dilakukan uji coba bahan ajar, persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus sebesar 0%. Berarti terjadi peningkatan sebesar 76% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus.

4. Pemahaman dan keterampilan mengelompokkan anak berkebutuhan khusus Persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan pengelompokan anak berkebutuhan khusus meningkat sebesar 57%. Sebelum dilakukan uji coba bahan ajar, persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan pengelompokan anak berkebutuhan khusus sebesar 0%. Berarti terjadi peningkatan sebesar 57% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan pengelompokan anak berkebutuhan khusus.

5. Pemahaman dan keterampilan membuat pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus

Persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus meningkat sebesar 32%. Sebelum dilakukan uji coba bahan ajar, persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus sebesar 0%. Berarti terjadi peningkatan sebesar 32% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus.

Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa bahan ajar yang dirancang sudah memenuhi kriteria suatu bahan ajar yang baik. Dimana ukuran sebagai bahan ajar yang baik adalah seberapa banyak mahasiswa mampu mencapai tujuan pembelajaran dari bahan ajar tersebut.

Hasil evaluasi tingkat kepuasan mahasiswa terhadap bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi berdasarkan 16 indikator kepuasan mahasiswa terhadap bahan ajar anak berkebutuhan khusu untuk


(22)

pendidikan inklusi, menghasilkan angka yang cukup signifikan. 16 indikator kepuasan mahasiswa itu meliputi:

a) Cakupan materi, tingkat kepuasan di atas 65% b) Sistematika penyajian, tingkat kepuasan di atas 56% c) Manfaat materi, tingkat kepuasan di atas 64%

d) Relevansi Materi, tingkat kepuasan di atas 67% e) Kemuktahiran materi, tingkat kepuasan di atas 63% f) Tingkat pemahaman materi, tingkat kepuasan di atas 56%

g) Kesesuaian penyampaian dengan tujuan, tingkat kepuasan di atas 58% h) Kesesuaian penyampaian dengan karakteristik peserta, tingkat kepuasan di

atas 58%

i) Rasio latihan dengan teori, tingkat kepuasan di atas 68% j) Penggunaan media, tingkat kepuasan di atas 65%

k) Penggunaan contoh, tingkat kepuasan di atas 57% l) Interaksi dengan peserta, tingkat kepuasan di atas 67% m) Alokasi waktu, tingkat kepuasan di atas 67%

n) Ketuntasan materi, tingkat kepuasan di atas 73%

o) Kesempatan menyampaikan gagasan, tingkat kepuasan di atas 71% p) Kesesuaian waktu dengan strategi, tingkat kepuasan di atas 75%

Walaupun demikian, bahan ajar ini masih perlu dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas dalam proses belajar dan mengajar. Sehingga pada akhirnya akan menjadi suatu bahan ajar yang komprehensif dan dapat dijadikan rujukan bagi mahasiswa di program studi PG/PAUD Universitas Tadulako pada khususnya maupun mahasiswa di universitas lain pada umumnya.

Bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi terdiri dari dua bagian yang tak terpisahkan. Pada bagian pertama, untuk pokok bahasan pertama berbicara mengenai definisi atau pengertian anak berkebutuhan khusus, pokok bahasan kedua berbicara mengenai jenis anak berkebutuhan khusus yang meliputi anak dengan keterlambatan perkembangan; anak dengan keterbelakangan mental; anak dengan gangguan emosional dan perilaku; anak dengan gangguan spektrum autis; anak dengan kesulitan belajar; anak berbakat,


(23)

pada pokok bahasan ketiga memuat bagaimana mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, dan pokok bahasan keempat berisikan metode dan strategi membantu anak berkebutuhan khusus.

Pada bagian kedua, untuk pokok bahasan pertama berisikan tentang konsep pendidikan inklusi, untuk pokok bahasan kedua memuat landasan penyelenggaraan pendidikan inklusi, sedangkan untuk pokok bahasan ketiga berbicara tentang implementasi pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus. Untuk setiap pokok bahasan diawali dengan deskripsi materi pokok bahasan, kompetensi lulusan, waktu, metode dan proses pembelajaran.

Pada akhir bagian untuk setiap pokok bahasan disertai dengan latihan yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana pencapaian kompetensi mahasiswa dalam pembelajaran. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan berbagai instrumen pengukuran anak berkebutuhan khusus. Instrumen itu terdiri dari; 1) instrumen untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, 2) instrumen deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, serta 3) formulir kuesioner untuk deteksi anak dengan autism.

V. Penutup A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang konsep anak berkebutuhan khusus, yaitu:

a) Peningkatan sebesar 56% jumlah mahasiswa yang mampu menjabarkan definisi atau pengertian anak berkebutuhan khusus. b) Peningkatan sebesar 69% jumlah mahasiswa yang mampu

menjabarkan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.

c) Peningkatan sebesar 76% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus.


(24)

d) Peningkatan sebesar 57% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan pengelompokan anak berkebutuhan khusus.

e) Peningkatan sebesar 32% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus.

2. Sikap mahasiswa Program Studi PG/PAUD terhadap pendidikan inklusi adalah

a) 83% mahasiswa pada program studi PG/PAUD bersikap negatif atau menolak pendidikan inklusi berdasarkan faktor pengetahuan tentang konsep pendidikan inklusi. Artinya bahwa ketidaktahuan mahasiswa tentang konsep pendidikan inklusi mempengaruhi pandangan mereka terhadap pendidikan inklusi dimana sebagian besar mahasiswa memiliki sikap negatif atau menolak pendidikan inklusi.

b) 87% bersikap negatif menolak pendidikan inklusi berdasarkan faktor pengalaman berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus. Artinya bahwa belum berpengalamannya mahasiswa berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus menjadi dasar terbentuknya sikap mereka menolak pendidikan inklusi.

c) Sedangkan berdasarkan faktor kebutuhan belajar, dari hasil penelitian menemukan 65% mahasiswa ingin mengetahui secara mendalam (belajar) tentang anak berkebutuhan khusus. Angka tersebut menggambarkan sebagian besar mahasiswa memiliki keinginan untuk belajar tentang anak berkebutuhan khusus.

d) Untuk faktor pelatihan, dari hasil penelitian menemukan 88% mahasiswa belum pernah mengikuti seminar dan pelatihan tentang anak berkebutuhan khusus sehingga mempengaruhi sikap negatif mereka menolak pendidikan inklusi.

3. Pengetahuan dan keterampilan yang rendah yang dimiliki mahasiswa pada program studi PG/PAUD tentang konsep anak berkebutuhan memberikan andil terbesar terbentuknya sikap negatif atau menolak terhadap


(25)

pendidikan inklusi.

4. Dari 16 indikator pengukuran tingkat kepuasan mahasiswa menunjukkan tingkat kepuasan mahasiswa program studi PG/PAUD di atas 56% terhadap bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi.

B. Saran

1. Kajian tentang pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khsusus di masukkan dalam kurikulum Program Studi PG/PAUD sebagai mata kuliah pilihan.

2. Menyempurnakan kalimat dengan kesalahan dalam pengetikan

3. Menggunakan kalimat yang mudah dipahami, dan tidak bermakna ganda, lebih opersional.

4. Menyertakan gambar atau menggunakan contoh dalam mendeskripsikan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.

Daftar Pustaka

Adnan, Evita, dkk. 2012.Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Bahan Ajar Diklat Berjenjang: Diklat Dasar. Direktorat Pembinaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan PAUD NI Direktorat Jenderal PAUD NI Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

American Psychiatric Association.1994. Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders.4thed. Washsington DC: APA

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas, Dirjen Mandikdasmen, dan Direktorat P L B. (2007).Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.Jakarta: Depdiknas.

Elliot, S. 2008. The Effect of Teachers' Attitude Toward Inclusion on the Practice and Success Levels of Children with and without Disabilities in Physical Education. International Journal of Special Education

Ekowarni, Endang. 2003. Teori Modifikasi Perilaku, Diet, dan Obat untuk Penangan Perilaku Hiperaktivitas pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Jurnal ANIMA, Vol. 18. Nomor 2


(26)

Elisa, S & Wrastari, AT. 2013. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi Ditinjau Dari Faktor Pembentuk Sikap.Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya: Jurnal Psikologi Perkembangan Dan PendidikanVol. 2, No. 01, Februari 2013

Fanu, J.L. 2006. Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Yogyakarta: Think

Florian, Leni 2008. Special or Inclusive Education: Future Trends. Dalam British Journal of Special Education.

Hildayani, dkk. 2009. Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus.Jakarta: Universitas Terbuka.

Mahabbati, Aini. 2010, Pendidikan Inklusif Untuk Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku (Tunalaras). Jurnal Pendidikan Khusus (JPK) ISSN 1858-0998 Vol.7, No.2, November 2010

Hwang, Yoon-Suk. 2010. Attitudes towards inclusion: gaps between belief and practice. International Journal of Special Education.

Sunaryo, 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif (Konsep, Kebijakan, dan Implementasinya dalam Perspektif Pendidikan Luar Biasa). Jurusan PLB FIP UPI.


(1)

Persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus meningkat sebesar 76%. Sebelum dilakukan uji coba bahan ajar, persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus sebesar 0%. Berarti terjadi peningkatan sebesar 76% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus.

4. Pemahaman dan keterampilan mengelompokkan anak berkebutuhan khusus Persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan pengelompokan anak berkebutuhan khusus meningkat sebesar 57%. Sebelum dilakukan uji coba bahan ajar, persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan pengelompokan anak berkebutuhan khusus sebesar 0%. Berarti terjadi peningkatan sebesar 57% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan pengelompokan anak berkebutuhan khusus.

5. Pemahaman dan keterampilan membuat pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus

Persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus meningkat sebesar 32%. Sebelum dilakukan uji coba bahan ajar, persentase jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus sebesar 0%. Berarti terjadi peningkatan sebesar 32% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus.

Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa bahan ajar yang dirancang sudah memenuhi kriteria suatu bahan ajar yang baik. Dimana ukuran sebagai bahan ajar yang baik adalah seberapa banyak mahasiswa mampu mencapai tujuan pembelajaran dari bahan ajar tersebut.

Hasil evaluasi tingkat kepuasan mahasiswa terhadap bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi berdasarkan 16 indikator kepuasan mahasiswa terhadap bahan ajar anak berkebutuhan khusu untuk


(2)

pendidikan inklusi, menghasilkan angka yang cukup signifikan. 16 indikator kepuasan mahasiswa itu meliputi:

a) Cakupan materi, tingkat kepuasan di atas 65% b) Sistematika penyajian, tingkat kepuasan di atas 56% c) Manfaat materi, tingkat kepuasan di atas 64%

d) Relevansi Materi, tingkat kepuasan di atas 67% e) Kemuktahiran materi, tingkat kepuasan di atas 63% f) Tingkat pemahaman materi, tingkat kepuasan di atas 56%

g) Kesesuaian penyampaian dengan tujuan, tingkat kepuasan di atas 58% h) Kesesuaian penyampaian dengan karakteristik peserta, tingkat kepuasan di

atas 58%

i) Rasio latihan dengan teori, tingkat kepuasan di atas 68% j) Penggunaan media, tingkat kepuasan di atas 65%

k) Penggunaan contoh, tingkat kepuasan di atas 57% l) Interaksi dengan peserta, tingkat kepuasan di atas 67% m) Alokasi waktu, tingkat kepuasan di atas 67%

n) Ketuntasan materi, tingkat kepuasan di atas 73%

o) Kesempatan menyampaikan gagasan, tingkat kepuasan di atas 71% p) Kesesuaian waktu dengan strategi, tingkat kepuasan di atas 75%

Walaupun demikian, bahan ajar ini masih perlu dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas dalam proses belajar dan mengajar. Sehingga pada akhirnya akan menjadi suatu bahan ajar yang komprehensif dan dapat dijadikan rujukan bagi mahasiswa di program studi PG/PAUD Universitas Tadulako pada khususnya maupun mahasiswa di universitas lain pada umumnya.

Bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi terdiri dari dua bagian yang tak terpisahkan. Pada bagian pertama, untuk pokok bahasan pertama berbicara mengenai definisi atau pengertian anak berkebutuhan khusus, pokok bahasan kedua berbicara mengenai jenis anak berkebutuhan khusus yang meliputi anak dengan keterlambatan perkembangan; anak dengan


(3)

pada pokok bahasan ketiga memuat bagaimana mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, dan pokok bahasan keempat berisikan metode dan strategi membantu anak berkebutuhan khusus.

Pada bagian kedua, untuk pokok bahasan pertama berisikan tentang konsep pendidikan inklusi, untuk pokok bahasan kedua memuat landasan penyelenggaraan pendidikan inklusi, sedangkan untuk pokok bahasan ketiga berbicara tentang implementasi pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus. Untuk setiap pokok bahasan diawali dengan deskripsi materi pokok bahasan, kompetensi lulusan, waktu, metode dan proses pembelajaran.

Pada akhir bagian untuk setiap pokok bahasan disertai dengan latihan yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana pencapaian kompetensi mahasiswa dalam pembelajaran. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan berbagai instrumen pengukuran anak berkebutuhan khusus. Instrumen itu terdiri dari; 1) instrumen untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, 2) instrumen deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, serta 3) formulir kuesioner untuk deteksi anak dengan autism.

V. Penutup A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang konsep anak berkebutuhan khusus, yaitu:

a) Peningkatan sebesar 56% jumlah mahasiswa yang mampu menjabarkan definisi atau pengertian anak berkebutuhan khusus. b) Peningkatan sebesar 69% jumlah mahasiswa yang mampu

menjabarkan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.

c) Peningkatan sebesar 76% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan identifikasi anak berkebutuhan khusus.


(4)

d) Peningkatan sebesar 57% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau melakukan pengelompokan anak berkebutuhan khusus.

e) Peningkatan sebesar 32% jumlah mahasiswa yang mampu memahami dan menerapkan atau membuat pembelajaran anak berkebutuhan khusus.

2. Sikap mahasiswa Program Studi PG/PAUD terhadap pendidikan inklusi adalah

a) 83% mahasiswa pada program studi PG/PAUD bersikap negatif atau menolak pendidikan inklusi berdasarkan faktor pengetahuan tentang konsep pendidikan inklusi. Artinya bahwa ketidaktahuan mahasiswa tentang konsep pendidikan inklusi mempengaruhi pandangan mereka terhadap pendidikan inklusi dimana sebagian besar mahasiswa memiliki sikap negatif atau menolak pendidikan inklusi.

b) 87% bersikap negatif menolak pendidikan inklusi berdasarkan faktor pengalaman berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus. Artinya bahwa belum berpengalamannya mahasiswa berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus menjadi dasar terbentuknya sikap mereka menolak pendidikan inklusi.

c) Sedangkan berdasarkan faktor kebutuhan belajar, dari hasil penelitian menemukan 65% mahasiswa ingin mengetahui secara mendalam (belajar) tentang anak berkebutuhan khusus. Angka tersebut menggambarkan sebagian besar mahasiswa memiliki keinginan untuk belajar tentang anak berkebutuhan khusus.

d) Untuk faktor pelatihan, dari hasil penelitian menemukan 88% mahasiswa belum pernah mengikuti seminar dan pelatihan tentang anak berkebutuhan khusus sehingga mempengaruhi sikap negatif mereka menolak pendidikan inklusi.


(5)

pendidikan inklusi.

4. Dari 16 indikator pengukuran tingkat kepuasan mahasiswa menunjukkan tingkat kepuasan mahasiswa program studi PG/PAUD di atas 56% terhadap bahan ajar anak berkebutuhan khusus untuk pendidikan inklusi. B. Saran

1. Kajian tentang pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khsusus di masukkan dalam kurikulum Program Studi PG/PAUD sebagai mata kuliah pilihan.

2. Menyempurnakan kalimat dengan kesalahan dalam pengetikan

3. Menggunakan kalimat yang mudah dipahami, dan tidak bermakna ganda, lebih opersional.

4. Menyertakan gambar atau menggunakan contoh dalam mendeskripsikan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.

Daftar Pustaka

Adnan, Evita, dkk. 2012.Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Bahan Ajar Diklat Berjenjang: Diklat Dasar. Direktorat Pembinaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan PAUD NI Direktorat Jenderal PAUD NI Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

American Psychiatric Association.1994. Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders.4thed. Washsington DC: APA

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas, Dirjen Mandikdasmen, dan Direktorat P L B. (2007).Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.Jakarta: Depdiknas.

Elliot, S. 2008. The Effect of Teachers' Attitude Toward Inclusion on the Practice and Success Levels of Children with and without Disabilities in Physical Education. International Journal of Special Education

Ekowarni, Endang. 2003. Teori Modifikasi Perilaku, Diet, dan Obat untuk Penangan Perilaku Hiperaktivitas pada Anak Dengan Gangguan

Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Jurnal ANIMA, Vol. 18.


(6)

Elisa, S & Wrastari, AT. 2013. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi Ditinjau Dari Faktor Pembentuk Sikap.Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya: Jurnal Psikologi Perkembangan Dan PendidikanVol. 2, No. 01, Februari 2013

Fanu, J.L. 2006. Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Yogyakarta: Think

Florian, Leni 2008. Special or Inclusive Education: Future Trends. Dalam British Journal of Special Education.

Hildayani, dkk. 2009. Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus.Jakarta: Universitas Terbuka.

Mahabbati, Aini. 2010, Pendidikan Inklusif Untuk Anak Dengan Gangguan Emosi

Dan Perilaku (Tunalaras). Jurnal Pendidikan Khusus (JPK) ISSN

1858-0998 Vol.7, No.2, November 2010

Hwang, Yoon-Suk. 2010. Attitudes towards inclusion: gaps between belief and practice. International Journal of Special Education.

Sunaryo, 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif (Konsep, Kebijakan, dan Implementasinya dalam Perspektif Pendidikan Luar Biasa). Jurusan PLB FIP UPI.


Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26