Kesejahteraan: Antara Konseptual dan Praksis
tidak perlu repot memikirkan pasar. Akibatnya, bagi subkontraktor dan
buruhnya, semua itu menjadi alasan untuk melihat prinsipal sebagai juru
s e l a m a t y a n g s a n g g u p mensejahterakan mereka. Ini juga
diperkuat dengan fakta bahwa pengupahan mereka cenderung lebih
baik dan lebih pasti dibandingkan dengan pengupahan di SEI lain yang
lebih independen, seperti buruh nelayan dan buruh perkebunan teh
rakyat berdasarkan studi Akatiga tentang relasi buruh-majikan di sektor
informal, tahun 2001-2003. Jadi, s e b e t u l n y a k i t a b e r a d a d i
persimpangan jalan dalam melihat fenomena ini.
Penutup
Hubungan produksi subkontrak merupakan cara bagi unit-unit usaha
kecil tersebut untuk bertahan. Ketertinggalan dalam teknologi,
modal, dan pemasaran merupakan masalah yang relevan dengan
rendahnya pengupahan dan jaminan sosial bagi buruhnya.
Bila kondisi kesejahteraan buruh subkontrak dirunut mulai dari
ketersediaan pekerjaan valuable activity hingga kesenangan,
sebagian telah memenuhi syarat well- being. Tapi, masalahnya adalah
a p a k a h k o n d i s i k u r a n g g i z i , rendahnya pendidikan, bisa
diperbaiki dengan hanya menonton telenovela dan film India pleasures?
Jadi, kondisi ini tetap masih dipandang tidak sejahtera.
Kita mungkin tidak asing dengan solusi yang biasa disarankan, seperti
terlibatnya pemerintah dengan kebijakannya yang lebih berpihak
p a d a
w o n g c i l i k , d a n L S M p e n d a m p i n g y a n g m a m p u
mendorong semua pihak termasuk grassroot untuk bergerak. Idealnya,
gerakan tersebut bisa mendesak pemerintah memberlakukan sistem
welfare state. Tetapi rasanya terlalu berkhayal karena syarat untuk
membentuk welfare state yang ideal adalah democratic-welfare-capitalism
Marshal, seperti yang dikutip Spicker yang hanya bisa dilakukan oleh
negara-negara maju alias kaya yang m a m p u m e m b e r i k a n p r o v i s i
pelayanan sosial paripurna bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali. Jadi
untuk negara miskin semacam Indonesia, kalaupun belum bisa untuk
seluruh rakyat, paling tidak bagi rakyat miskin, terpinggirkan atau apa
pun namanya. Hal itu juga harus ditunjang dengan pemerintahan yang
bersih, atau istilahnya punya nurani, yang mampu mengembalikan
93 MAKNA
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 8 No. 3 DESEMBER 2003
kearifan tradisional atau prinsip- prinsip moral kesejahteraan seperti
altruisme dan solidaritas.
Memang ada sedikit kemajuan dari a p a y a n g t e l a h d i l a k u k a n
p e m e r i n t a h , y a i t u d e n g a n dikeluarkannya UU no. 13 tahun
2003 pasal 65 tentang tuntutan kondisi kerja yang sama di
perusahaan prinsipal dengan perusahaan subkontraktor. Namun,
hal itu perlu diterjemahkan lagi ke dalam aturan dan kontrol yang lebih
operasional, terutama jika ada bukti bahwa Sk adalah buruh Pr, sehingga
Sk bisa saja menuntut haknya sebagai buruh kepada Pr sesuai dengan
regulasi yang ada. Tapi lagi-lagi kita pesimistis jika mengingat hubungan
kerja informal Pr-Sk yang justru merupakan suatu cara untuk
menghindari regulasi pemerintah yang memerlukan biaya tinggi.
D a l a m m a s a l a h r e n d a h n y a pendidikan, saya sependapat dengan
Keppi Sukesi 2002 bahwa tenaga kerja informal perlu dibantu dengan
penyediaan pendidikan yang semurah mungkin bahkan kalau
perlu gratis. Ini adalah salah satu upaya untuk memutus rantai
lingkaran setan kemiskinan pada suatu golongan, yang dapat menutup
akses ke lapangan kerja dan pendapatan yang memadai.
Untuk jaminan sosial tampaknya kita harus belajar dari pengalaman sukses
n e g a r a l a i n y a n g b i s a m e n g g a b u n g k a n s i s t e m
tradisionalinformal indigeneous social security system dengan sistem
intervensi negara statutory system seperti sistem zakat di negara Arab
Saudi, atau bentuk baru statutory social security system seperti
FUNRURAL di Brazil James Midgley dalam Von Benda-Beckmann dkk,
2000. Zakat yang biasanya dibayarkan secara sukarela, diubah
menjadi kewajiban semacam pajak dengan ketentuan: 50 harus
dibayarkan kepada pemerintah untuk diberikan kepada kaum miskin, dan
pengelolaan 50 lainnya diserahkan kepada individu masing-masing
sesuai dengan hukum Islam. Kemudian FUNRURAL di Brazil
adalah semacam subsidi kesehatan dan finansial yang diselenggarakan
pemerintah untuk usaha kecil, buruh tani, nelayan, dan komunitas Indian,
yang berasal dari 2 pajak komoditas pertanian. Sejak tahun 1978 sistem ini
terintegrasi ke dalam sistem jaminan sosial nasional, tetapi dengan
identitas yang terpisah.
94 ANTARA INFORMALISASI, JAMINAN SOSIAL, DAN PENGORGANISASIAN BURUH
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 8 No. 3 DESEMBER 2003
Daftar Rujukan
Akatiga. 2002. “Catatan Lapangan Studi Kasus relasi Buruh Majikan pada Pola Produksi Subkontrak di Industri Tekstil Majalaya.”
Benda Beckmann, Franz von dkk. ed. 2000. Coping with Insecurity: An “Underall” Perspective on Social Security in The Third World. Indonesia:
Pustaka Pelajar dan Focaal Foundation The Netherlands.
Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Cook, S., N. Kabeer, dan G. Suwannarat. 2003. Social Protection in Asia. New
Delhi: Ford Foundation and Har-Anand Pub. Cross, John C. 1997 “Entrepreneurship and Exploitation: Measuring
Dependence and Independence in the Informal Economy.” International Journal of Sociology and Social Planning, vol. 17.
Keppi Sukesi, dkk. 2002, Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Perempuan Sektor Informal Kasus Perempuan Pedagang Pasar Tradisional dan Pedagang
Kakilima, Malang: Universitas Brawijaya.
Popon Anarita dan Resmi Setia. 2003. Dewan Pengupahan: Starategiskah sebagai Media Perjuangan Buruh? Working Paper. Bandung: Yayasan
Akatiga.
Rius. 2000. Marx untuk Pemula. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Shelly H.P dan Anne Friday. 2003. Relasi Buruh Majikan Informal di dalam Pola
Produksi Subkontrak: Studi Kasus di Industri Kecil Tekstil Majalaya, Jawa Barat. Working Paper. Bandung: Yayasan Akatiga.
Sjaifudian Chotim, Hetifah Erna Ermawati. 1994. Subkontrak dan Implikasinya terhadap Pekerja Perempuan: Kasus Industri Kecil Batik di
Pekalongan. Bandung: Yayasan Akatiga
95 MAKNA
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 8 No. 3 DESEMBER 2003
Snel, Erik dan Richard Staring. 2001. Poverty, Migration, and Coping Strategies: an Introduction. Focal-European Journal of Anthropology no. 38.
Soepardi, Efiaty dan Nurbaiti Iskandar. 2001. Telinga, Hidung, Tenggorokan, Leher, dan Kepala. Jakarta: Fak. Kedokteran UI.
Spicker, Paul. 1988. Principles of Social Welfare: An Introduction to Thinking about Welfare State. London: Routledge
96 ANTARA INFORMALISASI, JAMINAN SOSIAL, DAN PENGORGANISASIAN BURUH
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 8 No. 3 DESEMBER 2003
Informalisasi ,
Coping Strategies
, Dan Pengorganisasian Buruh
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 8 No. 3 DESEMBER 2003 97
This article is the result of a study on “workers coping mechanism in their community”, conducted in Majalaya, Bandung Regency, in 2002. The field
findings indicate that most of the social welfare sources they develop and own are within the context of their social relations in their community, not in their
working place. This can be seen as a form of industrial working risk relinquishment to the workers and both their domestic and community life. In
addition, the condition also betrays the practice of informalizing social security by the employer. Therefore, the phenomenon of informalization should be
comprehended not only in terms of its connection to work relations, but also in terms of social security, and even the industrial control management over the
workers and their community. All such forms of informalization can have effects on the efforts to empower workers and labor movement. Considering this, an
understanding on the different practices of informalization, including risk and social security, is an indispensable part in an effective effort of empowerment
that takes into account situational changes. Abstract
Resmi Setia M.S
1
1 Peneliti Divisi Buruh Yayasan AKATIGA.
ulisan ini bertujuan untuk membahas dan memperluas
p e m a h a m a n t e n t a n g p r o s e s informalisasi yang dilakukan oleh
industri dalam rangka memperkecil risiko, memperbesar efisiensi, dan
melakukan praktik kontrol atau tekanan terhadap tenaga kerja secara
ekstra legal. Untuk memperluas p e m a h a m a n t e n t a n g p r o s e s
informalisasi tersebut, tulisan ini mencoba menyorotinya dengan
melihat bentuk coping strategies buruh dan relasi antara industri
dengan komuniti buruh di sekitar industri tekstil Majalaya, Jawa Barat.
Bagian pertama tulisan akan menjelaskan pola-pola coping
strategies buruh. Coping strategies akan dilihat sebagai praktik sehari-
hari yang dilakukan buruh secara individual maupun kolektif untuk
menanggulangi persoalan kehidupan sehari-hari di dalam komunitinya.
Perhatian terhadap coping strategies buruh memungkinkan kita melihat
sejumlah infrastruktur sosial ekonomi yang secara signifikan telah
membantu buruh mengatasi risiko h i d u p y a n g m u n c u l a k i b a t
keterlibatannya sebagai tenaga kerja upahan di dalam industri. Pada
prinsipnya institusi atau infrastruktur sosial-ekonomi itu dapat dilihat
sebagai institusi dan mekanisme- mekanisme yang berfungsi sebagai
jaminan sosial bagi kehidupan buruh. Perhatian terhadap coping strategies
juga memungkinkan kita melihat suatu proses di mana beban dan
risiko hidup yang dihadapi warga komuniti yang bekerja sebagai
tenaga kerja industri berubah menjadi beban yang harus ditanggulangi oleh
institusi-institusi komuniti maupun keluarga buruh. Dalam konteks
tersebut, proses peralihan beban a k a n d i l i h a t s e b a g a i p r o s e s
informalisasi jaminan-jaminan sosial yang seharusnya juga ditanggung
oleh industri. Bagian kedua akan menyoroti hubungan-hubungan yang
terbina antara industri dan komuniti. Dari hubungan-hubungan tersebut
tampak bahwa proses informalisasi juga terjadi dalam hal kontrol industri
terhadap tenaga kerja dan aktivitas buruh di tempat kerja. Bagian akhir
dari tulisan ini akan membahas secara garis besar implikasi proses-
proses informalisasi bagi upaya pemberdayaan dan penguatan buruh
dan gerakan buruh.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL 8 No. 3 DESEMBER 2003 98
T
Pendahuluan
2 2
Di luar jalur hukum tetapi tidak bertentangan dengan hukum ilegal.
99