34 memiliki kesanggupan menyesuaikan diri kepada sikap yang kooperatif
bekerja sama atau sosiosentris mau memperhatikan kepentingan orang lain. Selain itu, ternyata anak memiliki peminatan di dalam sebuah kepemimpinan.
Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa siswa mengalami perkembangan dalam aspek karakter kepemimpinan yang dalam pencapaiannya dipengaruhi oleh
lingkungan keluarga, sekolah dan bahkan lingkungan teman sebayanya. Kepemimpinan siswa lebih banyak timbul dari sebuah proses berkelompok.
Pembentukan sikap kepemimpinan siswa di sekolah ini dipengaruhi oleh proses belajar yang ditempuhnya. Proses belajar akan terbentuk berdasarkan
pandangan dan pemahaman guru tentang karakteristik siswa dan hakikat dari sebuah pembelajaran dimana pembelajaran bukan hanya transfer ilmu
pengetahuan, namun juga perihal pembentukan moral anak.
D. Pendidikan Sikap Kepemimpinan
Berdasarkan hakikat pendidikan dan sikap kepemimpinan yang telah dikaji, dapat diketahui bahwa pendidikan sikap kepemimpinan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk membangun sikap kepemimpinan dalam diri siswa agar menjadi siswa yang bertanggung jawab, siswa yang dapat
menjalankan perannya sebagai siswa, serta siswa yang dapat mengembangkan potensinya sebagai seorang pribadi. Pendidikan sikap kepemimpinan dapat
muncul dari dalam maupun luar diri siswa. Hal ini terbentuk melalui pendidikan dari lembaga formal yaitu sekolah yang dapat melatih munculnya
sikap kepemimpinan siswa. Pendidikan ini diberikan oleh guru sebagai
35 fasilitator siswa mendapatkan pendidikan sikap kepemimpinan. Terdapat
beberapa indikator terbentuknya pendidikan sikap kepemimpinan pada siswa. Indikator ini juga mengacu kepada indikator kompetensi dalam aspek afektif
yang akan memunculkan sikap setelah siswa diberikan pendidikan. Adapun indikator dari aspek afektif yang dinamakan taksonomi Krathwohl menurut
Akhmad Sudrajat 2011: 99-101 adalah sebagai berikut: 1.
Receiving atau Attending Menerima atau Memperhatikan Menerima atau memperhatikan yang dimaksudkan disini adalah
kepekaan menerima rangsangan dari luar yang datang dalam bentuk permasalahan. Dibutuhkan kesadaran dan keinginan untuk menerima
rangsangan ini yang diwujudkan dengan memperhatikan suatu kegiatan atau objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka menerima
nilai yang diajarkan dan menggabungkan diri ke dalam nilai itu agar kemudian dapat terinternalisasi.
2. Responding Menanggapi
Menanggapi memiliki makna adanya partisipasi aktif di dalamnya. Proses menanggapi dibutuhkan keikutsertaan diri secara aktif di dalam
suatu fenomena tertentu dan membuat suatu reaksi. Selanjutnya akan timbul hasrat untuk mempelajari lebih jauh lagi suatu kejadian agar dapat
direspon menjadi sebuah solusi. 3.
Valuing Menilai atau Menghargai Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek sehingga jika kegiatan itu
36 tidak dilaksanakan akan menimbulkan rasa penyesalan atau kerugian.
Disini peserta didik juga mampu menilai baik buruknya sebuah kejadian. Selanjutnya akan tertanam nilai yang baik dari proses penilaian tersebut.
4. Organization Mengatur atau Mengorganisasikan
Mengatur atau
mengorganisasikan memiliki
makna mempertemukan perbedaan nilai yang dibiasakan sehingga terbentuk nilai
baru yang lebih umum. Tentunya nilai baru ini akan membawa perbaikan di dalam diri individu. Dalam tahap mengatur ini, peserta didik sudah
memiliki pemantapan untuk pengambilan sikap atas suatu kejadian yang terjadi.
5. Characterization Karakterisasi
Karakterisasi yaitu keterpaduan semua nilai yang membentuk kepribadian dan tingkah laku. Hal ini akan membuat internalisasi nilai
yang menjadi sebuah prinsip bagi peserta didik sehingga tidak mudah untuk dipengaruhi. Karakterisasi timbul melalui proses pembiasaan yang
cukup lama.
E. Kerangka Berpikir