Pariwisata Berbasis Masyarakat TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

15 Implikasi pariwisata sebagai sebuah industri masyarakat adalah pariwisata semestinya tidak hanya melibatkan masyarakat yang secara langsung mendapatkan manfaat pariwisata, melainkan juga masyarakat yang secara tidak langsung berkontribusi untuk kemenerusan pariwisata. Berhubungan dengan hal tersebut, Pretty 1995 dalam Mowforth dan Munt 1998 serta Ramukumba, et al. 2011 kemudian membagi partisipasi masyarakat dalam 7 tujuh jenis, yaitu: 1. partisipasi manipulatif; adanya keterwakilan masyarakat dalam kelembagaan pariwisata, namun wakil masyarakat ini tidak mempunyai kekuasaan 2. partisipasi pasif; masyarakat hanya diinformasikan hal yang sudah diputuskan atau kejadian yang sudah berlangsung 3. konsultasi; masyarakat berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pihak eksternal 4. partisipasi material insentif; masyarakat berkontribusi dengan memberikan sumber daya yang dimilikinya dan kemudian mandapat kompensasi material berupa makanan dan minuman, pekerjaan, uang, dan insentif materi lainnya 5. partisipasi fungsional; pihak eksternal menginisiasi keterlibatan masyarakat dengan membentuk kelompok untuk menentukan tujuan bersama dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi partisipasi tersebut muncul setelah adanya program dari pihak eksternal dengan tujuan untuk efektifitas dan efisiensi program 6. partisipasi interaktif; masyarakat mengadakan analisis secara bersama-sama, merumuskan program untuk mencapai tujuan, dan penguatan institusi lokal dengan difasilitasi oleh pihak eksternal. Partisipasi jenis ini sudah ideal karena masyarakat mendapatkan pembelajaran tentang sistem dan struktur, sehingga mampu mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan. 7. mobilisasi sendiri; masyarakat mempunyai inisiatif sendiri dalam proses perencanaan pembangunan tanpa ada intervensi dari pihak eksternal. Peran pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sangat dibutuhkan dalam menyediakan dukungan kerangka kerja. Selain itu, pariwisata berbasis masyarakat sering dipahami sebagai sesuatu yang berseberangan dengan pariwisata skala besar enclave, berbentuk paket all 16 inclusive , pariwisata masal, dan minim keterkaitannya dengan masyarakat lokal. Sehingga pariwisata berbasis masyarakat disebut juga sebagai pariwisata yang dibangun oleh masyarakat lokal, berskala kecil, serta melibatkan berbagai elemen lokal seperti pengusaha, organisasi, dan pemerintah lokal Hatton, 1999 dalam Telfer dan Sharpley, 2008; Leslie, 2012. Terkait dengan pembangunan pariwisata berskala kecil, Jenkins 1982 telah melakukan perbandingan antara pariwisata skala kecil dengan skala besar untuk mengetahui dampak pembangunan pariwisata terhadap masyarakat lokal. Berdasarkan komparasi tersebut diketahui bahwa pembangunan pariwisata berskala kecil mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dari pembangunan pariwisata berskala besar. Adanya perbedaan krakteristik tentunya akan menghasilkan perbedaan dampak pula terhadap masyarakat lokal. Tabel 1. Karakteristik Pembangunan Pariwisata Skala Kecil dan Skala Besar Skala kecil Skala besar secara fisik menyatu dengan struktur ruangkehidupan masyarakat lokal secara fisik terpisah dari komunitas lokal, namun efektif membangun citra kuat dalam rangka promosi perkembangan kawasan wisata bersifat spontan atau tumbuh atas inisiatif masyarakat lokal spontaneous pengembangan kawasan melalui perencanaan yang cermat dan profesional well planned partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pembangunan pariwisata investor dengan jaringan internasional sebagai pelaku utama usaha kepariwisataan interaksi terbuka dan intensif antara wisatawan dengan masyarakat lokal interaksi sangat terbatas antara wisatawan dengan masyarakat lokal Sumber : Diolah dari Jenkins, 1982 Berdasarkan tabel karakteristik pembangunan pariwisata skala kecil dan skala besar dapat dikatakan bahwa peluang terbesar pelibatan dan partisipasi masyarakat lokal dalam pariwisata, akan muncul jika pariwisata dikembangkan dengan skala kecil dan terbuka melakukan interaksi antara masyarakat dengan wisatawan. 17 Seringkali partisipasi masyarakat dalam pariwisata disebut sebagai strategi pembangunan alternatif yang terdengar sangat ideal namun dalam implementasinya banyak terdapat tantangan dan hambatan . Scheyvens 2002 menyebutkan ada 2 dua tantangan terbesar dalam pariwisata berbasis masyarakat. Pertama, pada kenyataannya masyarakat lokal dalam suatu destinasi pariwisata terbagi ke dalam berbagai faksi atau golongan yang saling mempengaruhi berdasarkan kelas masyarakat kasta, gender, dan kesukuan. Antar faksi biasanya saling menyatakan paling memiliki atau mempunyai hak istimewa privilege keberadaan sumber daya pariwisata. Golongan elit masyarakat tertentu sering berada dalam posisi mendominasi pelaksanaan pariwisata berbasis masyarakat, lalu memonopoli pembagian atau penerimaan manfaat pariwisata Mowforth dan Munt, 1998. Berdasarkan hal tersebut, partisipasi secara adil equitable menjadi pertimbangan penting dalam mendorong pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Selain itu juga isu-isu tentang kelas masyarakat, gender, dan kesukuan penting dipertimbangkan terutama dalam perencanaan pengembangan pariwisata . Tantangan kedua adalah permasalahan dalam masyarakat untuk mengidentifikasi pariwisata sebagai strategi pengembangan masyarakat lokal. Masyarakat pada umumnya tidak cukup punya informasi, sumber daya, dan kekuatan dalam hubungannya dengan berbagai pengambil keputusan lainnya dalam pembangunan pariwisata, sehingga masyarakat lokal rentan terhadap eksploitasi . Campbell 1999 juga menyatakan hal yang sama bahwa minimnya kesempatan berpartisipasi dalam pariwisata dan sektor lain yang terkait, akibat dari kesulitan yang dialami masyarakat dalam mengidentifikasi kontribusi atau manfaat yang dibangkitkan oleh pengembangan pariwisata. Selain tantangan yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat juga akan berhadapan dengan berbagai hambatan. Tosun 2000, Dogra dan Gupta 2012 mengidentifikasi 3 tiga hambatan dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat terutama di negara berkembang. Adapun hambatan-hambatan tersebut berupa : 18 1. keterbatasan operasional; termasuk dalam hambatan ini adalah sentralisasi administrasi publik, lemahnya koordinasi, dan minimalnya informasi yang diterima. 2. keterbatasan struktural; berupa sikap pelaku pariwisata, terbatasnya tenaga ahli, dominasi elit masyarakat, aturan hukum yang belum tepat, sedikitnya jumlah sumber daya manusia terlatih, dan minim akses ke sumber modalfinansial. 3. keterbatasan kultural, yaitu : terbatasnya kapasitas terutama pada masyarakat miskin dan rendahnya kesadaran masyarakat lokal terhadap kegiatan pariwisata.

2.3. Peta Jalan Penelitian

Sasaran 1 Karakteristik pasar pariwisata Sasaran 3 Model produk pariwisata berbasis masyarakat lokal Bidang Unggulan Budaya dan Pariwisata Tujuan: Pariwisata berbasis masyarakat lokal Minim keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan produk pariwisata Sasaran 2 Basis atraksi pariwisata Gambar 1. Peta Jalan Penelitian 19

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1.

Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengembangkan produk pariwisata berbasis masyarakat lokal di kawasan pariwisata Candidasa. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat 3 tiga sasaran yang harus dipenuhi dalam penelitian ini, yaitu : 1. Mengidentifikasi karakteristik pasar, baik pasar aktual maupun pasar potensial di kawasan pariwisata Candidasa 2. Mengenali basis atraksi pariwisata berbasis masyarakat lokal di kawasan pariwisata Candidasa 3. Merumuskan model produk pariwisata berbasis masyarakat lokal di kawasan pariwisata Candidasa

3.2. Manfaat Penelitian

Terealisasinya tujuan penelitian ini dapat memberikan alternatif produk pariwisata di kawasan pariwisata Candidasa. Produk wisata alternatif ini, diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan maupun manfaat pengembangan pariwisata khususnya di kawasan pariwisata Candidasa.