4. Alasan Diterapkan MBS
Otonomi pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan dan kinerja pendidikan yang meliputi pemerataan, mutu, relevansi, efektivitas,
efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan. Pendidikan tidak lagi semata-
mata merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintahan pusat, akan tetapi dibagi bersama antar tingkatan pemerintahan dan disebardidistribusi ke
pemerintahan daerah, hegemoni pemerintahan pusat menjadi pudar, keseragaman dan komonalitas menjadi kerdil, sebaliknya kebhinekaan disuburkan namun harus
tetap dalam bingkai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional, mentalitas sentris dijangkar jauh-jauh, sebaliknya prakarsa dan kreativitas yang
selama ini terpasung ditumbuh kembangkan, struktur organisasi yang semula sangat hirarkis dan gemuk dipangkas menjadi datar dan langsing, administrasi
berlebihan dan manajemen yang kurang peka atau tanggap direvitalisasi, dan subordinasi mutlak diperbaiki menjadi
kesetaraan. Manajemen Berbasis Sekolah MBS menjadi pola manajemen yang sejalan
dengan otonomi pendidikan. Dengan fleksibilitas sekolah yang lebih besar dalam mengelola sumberdayanya, sekolah akan semakin lincah meningkatkan mutu
secara optimal. Sekolah adalah pihak yang paling mengetahui situasi kebutuhan dasar, sehingga dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan
tersebut.Telah banyak usaha peningkatan mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar tetapi hasilnya tidak begitu menggembirakan. Pola MPMBS yang kemudian
diubah menjadi Manajemen Berbasis Sekolah MBS juga mengakibatkan perbaikan tata pengelolaan pendidikan di tingkat sekolah, baik transparansi,
akuntabilitas maupun kemandirian dalam pengembangan program dan pembiayaan Depdiknas, 2007: 2. Dari berbagai studi dan pengamatan langsung
di lapangan, hasil analisis menunjukkan bahwa paling tidak ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata:
1. Pertama, kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada keluaran pendidikan output terlalu memusatkan pada masukan input
dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. 2. Kedua, penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini
menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang
sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan
kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran
pendidikan menjadi kurang termotivasi. 3.
Ketiga, peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana.
Padahal peranserta mereka sangat penting di dalam proses-proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
Atas dasar pertimbangan tersebut, dilakukan reorientasi penyelengaraan pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah School Based
Management.
5. Faktor Pendorong Perubahan Sistem Pendidikan dari Sentralistik menuju Desentralistik Pendidikan