Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
II.1 Paradigma Kajian
Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandang
terhadap dunia, penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk
mengejar kebenaran yang dilakukan oleh para filusuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Model itu disebut dengan paradigma,
Moleong, 2010: 49. Paradigma sangat penting dalam mempengaruhi teori, analisisi maupun
tindak perilaku seseorang. Secara tegas dikatakan bahwa tidak ada suatu pandangan atau teori yang bersifat netral dan objektif, melainkan salah satu di
antaranya sangat bergantung pada paradigma yang digunakan. Karena menurut Kuhn 1970 paradigma menetukan apa yang tidak kita pilih, tidak kita inginkan,
tidak ingin kita lihat, dan tidak ingin kita ketahui. Paradigma mempengaruhi pandangan seseorang apa yang baik dan buruk,
suka atau tidak suka. Oleh karena itu, jika ada dua orang yang melihat sebuah realitas sosial yang sama atau membaca lembaran tulisan buku yang sama, akan
menghasilkan pandangan, penilaian, sikap dan perilaku yang berbeda pula. Perbedaan itu terjadi karena perbedaan paradigma yang dimiliki, yang secara
otomatis mempengaruhi presepsi dan tindak komunikasi seseorang. Ada bermacam-macam paradigma dalam mengungkap hakekat realitas
atau ilmu pengetahuan yang berkembang dewasa ini yaitu: positivisme, postpositivsme, konstruktivisme constructivism dan teori kritik critical theory.
Perbedaan paradigma ini bisa dilihat dari cara mereka memandang realitas dan melakukan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan, di tinjau dari empat dimensi
pertanyaan: Epitemologis, Ontologis, Metodologis dan aksiologis.
Universitas Sumatera Utara
II.1.1 Paradigma Konstruktivis
Paradigma Konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teori- teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Littlejohn
mengatakan bahwa Paradigma konstruktivis berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi
dalam kelompok, masyarakat, dan budaya Wibowo, 2011: 27. Paradigma dalam penelitian semiotika banyak mengacu pada paradigma
konstruktivis, meski sejumlah penelitian lainnya menggunakan paradigma kritis namun paradigma konstruktivis lebih relevan jika digunakan untuk melihat
realitas signifikannya objek yang diteliti,dari paradigma konstruktivis dapat dijelaskan melalui empat dimensi seperti diutarakan oleh Hidayat dalam
Wibowo, 2010: 28 sebagai berikut: 1.
Ontologis: relativism, relaitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku seseuai konteks spesifik yang dinilai
relevan oleh pelaku sosial. 2.
Epstemologis: transactionalistsubjectivist, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara
peneliti dengan yang diteliti. 3.
Axiologis: Nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant,
fasilitator yang menjebatani keragaman subjektivitas pelaku sosial. Tujuan penelitian lebih kepada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara
peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.
4. Metodologis: menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti
denagn responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti, melalui metode-metode kualitatif seperti participant observasion. Kriteria kualitas
penelitian authenticity dan revlectivty: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yang di hayati oleh para pelaku sosial.
II.1.2 Semotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang
atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang
menunjuk adanya hal lain. Contohnya asap menandaai adanya api, sirine mobil