Universitas Sumatera Utara
Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna, sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier.
Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification. Dengan kata lain, signification adalah upaya dalam memberi makna
terhadap dunia Sobur, 2004:125.
II.2 Kajian Pustaka
II.2.1 Analisis Semiologi Roland Barthes
Kancah penelitian semiotika tak bisa begitu saja melepaskan nama Roland Barthes 1915-1980, ahli semiotika yang mengembangkan kajian yang
sebelumnya punya warna kental dalam strukturalisme semiotika teks. Sebagai pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang
mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Semiotik, atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to signify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan to communicate. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi,
dalam hal mana objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang
dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca The reader . Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan
pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem
lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologiesnya secara tegas ia bedakan dari
denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Demi memperjelas signifikasi dua tahap, Barthes menciptakan peta bagaimana tanda bekerja sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar II.2. Peta Tanda Roland Barthes Sumber: Barthes, 1991: 113
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif 4. Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung
kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta
denotasi dan konotasi yang dipahami oleh Barthes. Di dalam semiotika Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama,
sementara konotasi merupakan tingkat kedua Colbey dan Jansz, 1999 :51. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan
makna. Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada
hanyalah konotasi. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa makna harfiah merupakan sesuatu yang bersifat. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi
ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu
periode tertentu. Dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu
6.
CONNOTATIVE SIGN TANDA KONOTATIF
4
. CONOTATIVE SIGNIFIER PETANDA KONOTATIF
3. denotative sign tanda denotatif
2 . Signified
Petanda 1.
Signifier penanda
5
. CONOTATIVE SIGNIFIED PETANDA KONOTATIF
Universitas Sumatera Utara
rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Didalam mitos pula sebuah petanda
dapat memiliki beberapa penanda Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci
dari analisisnya, Barthes menggunakan versi yang jauh lebih sederhana membahas model ‘glossematic sign’ tanda-tanda glossematic. Mengabaikan dimensi dari
bentuk dan substansi, dan fokus pada makna konotasi. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Pada level
ini, keseluruhan tanda yang diciptakan dalam denotasi menjadi penanda bagi babak kedua pemunculan makan. Petanda pada level ini adalah konteks, baik
personal maupun budaya, yang didalamnya pembaca pendengar, atau pengamat tanda memahami dan menafsirkannya Barton, 2010 :108.
http:www.scribd.com.
Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaanya.
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, konotasi bekerja dalam tingkat intersubjektif sehingga
kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika adalah
untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi terjadinya salah baca misereading atau salah dalam mengartikan makna suatu
tanda Wibowo, 2011: 174.
Barthes Salah seorang pengikut Saussure. Ia membuat sebuah model
sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap two order of
signification seperti terlihat pada gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
First Order Second order
Reality Sign
Culture
Form Content
Gambar II.2.1 Signifikasi Dua Tahap Barthes Sumber: Sobur, 2004: 127.
Melalui gambar 3 ini Barthes, seperti dikutip Fiske, menjelaskan: signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di
dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang
digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau
emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak
intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan memberi “uang pelicin”. Dengan kata lain,
denotasi adalah apa yang digambarkan terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.
Denotation Signifier
---------------- Signified
Connotation
Myth
Universitas Sumatera Utara
Charles Morris memudahkan kita memahami ruang lingkup kajian semiotika yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurutnya,
kajian semiotika yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda, kajian semiotika pada dasarnya dapat dibedakan ke dalam tiga cabang penyelidikan
Branches of inquiry yakni sintaktik, semantik dan pragmatik Wibowo, 2011: 4.
II.2.1.1 Semantik
Semantik membahas bagaimana tanda berhubungan dengan referennya, atau apa yang diwakili suatu tanda. Semiotika menggunakan dua dunia, yaitu
dunia benda world of things dan dunia tanda yang menjelaskan hubungan keduanya. Prinsip dasar dalam semiotika adalah bahwa representasi selalu
diperantarai atau dimediasi oleh kesadaran interpretasi seorang individu dan setiap interpretasi atau makna dari suatu tanda akan berubah dari suatu situasi ke situasi
lainnya Morissan, 2009: 29. Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘seme’ kata
benda yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud tanda atau lambang
disini adalah tanda-tanda linguistik Perancis : signé linguistique. Menurut Ferdinand de Saussure 1966, semiotika dilihat melalui sudut pandang lingustik
yang terdiri dari: 1 Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa. 2 Komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang
lazim disebut sebagai referensi acuan atau hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik adalah :
a. Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya. b.
Ilmu tentang makna atau arti http:www.scribd.com.
Universitas Sumatera Utara
Semantik mengacu pada makna dari sebuah tanda. Sebagai contoh, dua jari dipasangkan di belakang kepala seseorang adalah sebuah cara untuk
memanggilnya seorang “setan”John, 1996 :159. Dalam analisis semantik, bahasa bersifat unik dan memiliki hubungan yang erat dengan budaya masyarakat
penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada suatu bahasa, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Contohnya penutur bahasa Inggris yang
menggunakan kata ‘rice’ pada bahasa Inggris yang mewakili nasi, beras, gabah dan padi. Kata ‘rice’ akan memiliki makna yang berbeda dalam masing-masing
konteks yang berbeda. Dapat bermakna nasi, beras, gabah, atau padi. Tentu saja penutur bahasa Inggris hanya mengenal ‘rice’ untuk menyebut nasi, beras, gabah,
dan padi. Itu dikarenakan mereka tidak memiliki budaya mengolah padi, gabah, beras dan nasi, seperti bangsa Indonesia.
Kesulitan lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu penanda dan referennya memiliki hubungan satu lawan satu
yang artinya berbeda, setiap tanda lingustik tidak selalu hanya memiliki satu makna. Adakalanya, satu tanda lingustik memiliki dua acuan atau lebih, dan
sebaliknya, dua tanda lingustik dapat memiliki satu acuan yang sama. Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan contoh-contoh berikut :
Racun Bisa
Dapat
Buku Lembar kertas berjilid
Kitab
Sumber: Sobur, 2004: 127. Gambar II.2.2. Hubungan satu tanda linguistik
Universitas Sumatera Utara
II.2.1.2 Sintaktik
Sintaktik syntactics yaitu studi mengenai hubungan di antara tanda. Dalam hal ini, tanda tidak pernah mewakili dirinya, tanda adalah selalu menjadi
bagian dari sistem tanda yang lebih besar atau kelompok yang diorganisir melalui cara tertentu. Sistem tanda seperti ini disebut kode code. Kode dikelola dalam
berbagai aturan. Dengan demikian, tanda yang berbeda mengacu atau menunjukkan benda berbeda dan tanda digunakan bersama-sama melalui cara-
cara yang diperbolehkan Morissan, 2009:30. Tanda-tanda tersebut disusun ke dalam sistem dengan tanda lainnya.
Sebagai contoh, seseorang mungkin menyimpan dua buah jarinya di belakang kepala seseorang, tertawa dan berkata “mengejek Anda” Hal tersebut adalah
sebuah gerak tubuh, sebuah tanda suara tertawa, ekspresi wajah dan bahasa bersatu untuk menciptakan makna. Menurut pandangan semiotika tanda selalu
dipahami dalam hubungannya dengan tanda lainnya. Dalam situasi pembicaraan biasa tanda-tanda dari berbagai sistem tanda
berfungsi secara bersama-sama, sistem tanda bahasa berdampingan dengan sistem tanda paralinguistik getaran suara, intonasi dan yang lain gerak, sikap, pancaran
mata, mimik dan jarak. Sintaksis semiotis menganalisis hubungan antar tanda. Dalam suatu sistem yang sama, sintaksis semiotis tidak dapat membatasi diri
dengan hanya mempelajari hubungan antar tanda, tetapi harus melihat hubungan- hubungan lain yang pada prinsipnya bekerja sama Morissan, 2009 :33.
II.2.1.3 Pragmatik
Pragmatik yaitu bidang yang mempelajari bagaimana tanda menghasilkan perbedaan dalam kehidupan manusia atau dengan kata lain, pragmatik adalah
studi yang mempelajari penggunaan tanda serta efek yang dihasilkan tanda. Aspek pragmatik dari tanda memiliki peran penting dalam komunikasi, khususnya untuk
mempelajari mengapa terjadi pemahaman understanding atau kesalahpahaman misunderstanding dalam berkomunikasi. Pragmatik mengacu pada pengaruh
Universitas Sumatera Utara
atau perilaku yang dimunculkan oleh sebuah tanda atau sekelompok tanda, seperti ketika tanda “setan” dianggap sebuah lelucon daripada sebuah penghinaan.
Dari perspektif semiotika, kita harus memiliki pengertian sama, tidak saja terhadap setiap kata dan tata bahasa yang digunakan, tetapi juga masyarakat dan
kebudayaan yang melatarbelakanginya, agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik. Sistem hubungan diantara tanda harus memungkinkan komunikator
untuk mengacu pada sesuatu yang sama. Kita harus memiliki kesatuan rasa sense of coherance terhadap pesan. Jika tidak, maka tidak akan ada pengertian
komunikasi. Kita juga harus memastikan bahwa apabila kita menggunakan aturan tata bahasa, maka mereka yang menerima pesan kita juga harus memiliki
pemahaman yang sama terhadap tata bahasa yang kita gunakan. Dengan demikian, makna yang kita maksudkan, people can communicate if they share
meaning orang hanya dapat berkomunikasi jika mereka melihat makna yang sama Morissan, 2009: 38.
Unsur pragmatik yakni hubungan antara tanda dengan pemakai user atau interpreter , menjadi bagian dari sistem semiotik sehingga juga menjadi salah
satu cabang kajiannya karena keberadaan tanda tidak dapat dilepaskan dari pemakainya. Bahkan lebih luas lagi keberadaan suatu tanda dapat dipahami hanya
dengan mengembalikan tanda itu ke dalam masyarakat pemakainya, kedalam konteks sosial budaya yang dimiliki. Sehubungan dengan itu Abrams 1981
mengungkapkan bahwa the focus of semiotic interest is on the under lying system of language,not on the parol. Hal itu sesuai dengan pernyataan bahwa bahasa
adalah cermin kepribadian dan budaya bangsa.
II.3 Lima Kode yang Ditinjau Roland Barthes
Dalam bukunya Barthes selalu membuat judul yang aneh dan beberapa dari bukunya tersebut menjadi rujukan penting untuk studi semiotika, Barthes
berpendapat bahwa sarrasine ini terangkai dalam kode rasionalisasi suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda mode Sobur, 2004:
65.
Universitas Sumatera Utara
II.3.1 Kode Hermenuetik