Universitas Sumatera Utara
II.1.1 Paradigma Konstruktivis
Paradigma Konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teori- teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Littlejohn
mengatakan bahwa Paradigma konstruktivis berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi
dalam kelompok, masyarakat, dan budaya Wibowo, 2011: 27. Paradigma dalam penelitian semiotika banyak mengacu pada paradigma
konstruktivis, meski sejumlah penelitian lainnya menggunakan paradigma kritis namun paradigma konstruktivis lebih relevan jika digunakan untuk melihat
realitas signifikannya objek yang diteliti,dari paradigma konstruktivis dapat dijelaskan melalui empat dimensi seperti diutarakan oleh Hidayat dalam
Wibowo, 2010: 28 sebagai berikut: 1.
Ontologis: relativism, relaitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku seseuai konteks spesifik yang dinilai
relevan oleh pelaku sosial. 2.
Epstemologis: transactionalistsubjectivist, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara
peneliti dengan yang diteliti. 3.
Axiologis: Nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant,
fasilitator yang menjebatani keragaman subjektivitas pelaku sosial. Tujuan penelitian lebih kepada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara
peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.
4. Metodologis: menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti
denagn responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti, melalui metode-metode kualitatif seperti participant observasion. Kriteria kualitas
penelitian authenticity dan revlectivty: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yang di hayati oleh para pelaku sosial.
II.1.2 Semotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang
atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang
menunjuk adanya hal lain. Contohnya asap menandaai adanya api, sirine mobil
Universitas Sumatera Utara
yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota Wibowo, 2011: 5.
Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas dari objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang dipertanyakan lebih
lanjut ketika kita membaca teks atau narasi wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic Wibowo, 2011: 5
Konteks semiotik yang paling penting dalam pemikiran Saussure adalah pandangan mengenai tanda. Saussure meletakkan tanda dalam konteks
komunikasi manusia dengan melakukan pemilihan antara apa yang disebut signifier penanda dan signified petanda. Signifier adalah bunyi yang bermakna
atau coretan yang bermakna aspek material, yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau
konsep aspek mental dari bahasa. Kedua unsur ini seperti dua sisi dari sekeping mata uang atau selembar kertas Wibowo, 2011: 6.
Tanda bahasa dengan demikian menyatukan, bukan hal dengan nama, melainkan konsep dan gambaran akustis. Saussure menggambarkan tanda yang
terdiri atas signifier dan signified itu sebagai berikut : Sign
Composed Of signification
Signifier plus
Signified external reality
physical mental concept
Of meaning existence
of the sign
Gambar II.1 Elemen-Elemen Makna Saussure Sumber: Sobur, 2004 :125
Universitas Sumatera Utara
Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna, sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier.
Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification. Dengan kata lain, signification adalah upaya dalam memberi makna
terhadap dunia Sobur, 2004:125.
II.2 Kajian Pustaka
II.2.1 Analisis Semiologi Roland Barthes