Latar Belakang PERILAKU BERISIKO TERTULAR HIV MELALUI JALUR SEKSUAL PEKERJA BANGUNAN DI PECATU TAHUN 2016.

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acquired Immunodeficiency Syndrome AIDS merupakan penyakit menular akibat infeksi Human Immunodeficiency Virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh serta mengakibatkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh dan mudah terinfeksi berbagai penyakit lain. Sebelum memasuki fase AIDS, penderita berstatus HIV positif. Hingga saat ini belum ada vaksin untuk mencegah HIVAIDS dan pengobatan yang dapat dilakukan hanya dengan peningkatan Terapi Anti Retroviral TAR yang efektif dan terjangkau untuk memperpanjang usia dan memelihara kehidupan orang dengan HIVAIDS ODHA World Health Organization, 2005. Kejadian HIVAIDS menjadi perhatian seluruh dunia termasuk Indonesia hingga mencantumkan HIVAIDS sebagai tujuan Millenium Development Goals MDGs yang ke enam. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kejadian HIVAIDS di Indonesia dan upaya mengendalikan penyebaran serta menurunkan jumlah kasus baru. Salah satu upaya yang telah dilakukan yaitu penggunaan kondom pada hubungan seksual yang berisiko tinggi menularkan HIVAIDS. Namun upaya ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan, berdasarkan hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku STBP 2011 menunjukkan bahwa penggunaan kondom baru mencapai 35 pada pekerja seks komersial PSK dan 14 pada pelanggan. Upaya pencegahan lainnya berupa peningkatan pengetahuan penduduk melalui komunikasi, informasi dan edukasi KIE. Penguatan penanggulangan HIVAIDS juga dilakukan melalui penerbitan berbagai peraturan daerah terkait pencegahan dan penanggulangannya. Peraturan tentang penanggulangan HIVAIDS di Bali diatur dalam Perda Provinsi Bali No. 3 Tahun 2005 Bappenas, 2012. Menurut data Riskesdas 2010, berdasarkan status perkawinan orang yang sudah kawin kejadian HIVAIDS sebesar 70,9 dan sebanyak 51,2 terjadi didaerah perkotaan. Menurut tingkat pendidikan kejadian terbesar pada kelompok tamat SD sebesar 29,2 dan 32,6 terjadi pada kelompok pekerja petaninelayanburuh KementerianKesehatan Republik Indonesia, 2010. Pengetahuan terkait cara penularan HIV pada petaninelayan dan buruh yang mengetahui penularan HIV melalui hubungan seksual yang tidak aman sebesar 33,6, penggunaan jarum suntik bersama sebesar 31,0 dan transfusi darah yang tidak aman sebesar 26,8. Setelah tiga tahun berturut-turut 2010-2012 jumlah kasus HIV positif dan AIDS di Indonesia cukup stabil yaitu 21.591 2010, 21.031 2011, 21.511 2012, namun mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebanyak 29.037 jumlah kasus baru HIV positif dengan kenaikan mencapai 35. Menurut jenis kelamin, persentase kasus baru AIDS 2013 pada kelompok laki-laki 1,9 kali lebih besar dibandingkan pada kelompok perempuan. Berdasarkan kelompok umur sebagian besar kasus baru AIDS pada usia 20-29 tahun yang termasuk kelompok usia produktif yang aktif secara seksual. Cara penularan dengan hubungan heteroseksual merupakan persentase tertinggi sebesar 78, selanjutnyainjecting drug user IDU sebesar 9,3 dan homoseksual sebesar 4,3 KementerianKesehatan Republik Indonesia, 2014. Data laporan menurut Ditjen PP dan PL Kemenkes RI 2014, jumlah kumulatif kasus HIVAIDS di Bali sebanyak 9.637 dengan HIV dan AIDS 4.261 sedangkan prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk Bali menempati urutan ke 3 sebesar 109, 52 setelah Papua Barat dan Papua. Pekerja yang termasuk dalam mobile migrant population menjadi salah satu kelompok yang berisiko terhadap penularan HIVAIDS. Hal ini disebabkan oleh perpindahan tempat kerja dalam waktu yang relatif singkat dengan menghabiskan waktu yang lama di tempat tujuan bekerja, jauh dari keluarga dan pertumbuhan industri seks disekitar lingkungan kerjanya. Pada penelitian yang dilakukan Hugo, 2001 terdapat hubungan yang jelas antara penduduk yang memiliki mobilitas tinggi dengan kecenderungan melakukan perilaku seksual berisiko terutama pada PSK dibandingkan dengan kelompok yang kurang dinamis.Gaji yang didapatkan seminggu sekali cenderung digunakan untuk melakukan transaksi seks dengan perempuan pekerja seks komersial PSK Rokhmah, 2014. Salah satu sektor pekerjaan yang termasuk kedalam mobile migrant population adalah pekerja bangunan. Hal ini disebabkan para pekerja bangunan berasal dari luar daerah, jauh dari pasangan dan keluarga, serta berpindah-pindah dan menetap disuatu tempat dalam waktu yang singkat. Di Ho Chi Minh City, Vietnam, pekerja konstruksi yang bergerak menjadi salah satu kelompok yang dianggap paling rentan untuk terinfeksi HIV dan untuk berperan dalam penyebarannya United Nations Development Programs, 2003. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutia, 2008 terdapat 18 perilaku seksual berisiko pada pekerja bangunan, hal ini harus menjadi perhatian yang serius karena dapat menjadi jembatan penyebaran HIV dari kelompok yang berisiko tinggi PSK pada kelompok yang berisiko rendah ibu rumah tangga dan anak-anak. Berbagai faktor mempengaruhi perilaku berisiko pada pekerja bangunan dan salah satu yang mempengaruhi yaitu pengetahuan. Hasil penelitian pada pekerja bangunan yang dilakukan oleh Mutia, 2008 menunjukkan bahwa responden yang memiliki informasi kurang mengenai HIVAIDS berisiko 4,8 kali kemungkinan untuk berperilaku seksual berisiko dibandingkan responden yang memiliki informasi yang cukup. Menurut Luthfiana, 2012 hasil analisis bivariat antara pengetahuan, sikap dan perilaku berisiko, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dan sikap terhadap HIVAIDS dengan nilai p=0,002 dan antara sikap dengan pengetahuan berisiko HIVAIDS nilai p=0,001. Responden yang memiliki pengetahuan rendah mempunyai peluang 1,78 kali untuk berperilaku berisiko HIVAIDS. Salah satu perusahaan yang memobilisasi pekerja bangunan dalam jumlah besar adalah perusahaan yang menyediakan jasa konstruksi. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang menyediakan jasa kontruksi milik swasta. Salah satu proyek yang saat ini masih berjalan terletak di Pecatu. Pada saat ini pembangunan masih dalam tahap pekerjaan struktur yang melibatkan 300 pekerja bangunan yang berasal dari luar Bali, sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh pekerja bangunan tersebut merupakan pekerja migran. Menurut Hugo, 2001 hubungan antara buruh migran dan industri seks menjadi titik penting dalam penyebaran HIVAIDS. Titik penting disini adalah PSK di Indonesia bekerja jauh dari kampung halamannya, hal ini juga terjadi pada buruh migran yang menggunakan jasa PSK. Sehingga terdapat ancaman “persebaran ganda”. Hal ini dibuktikan dengan studi kasus yang dilakukan di Irian JayaPapua, bahwa memang terbukti baik daerah asal buruh migran serta PSK sama-sama terpusat disatu daerah tertentu. Pada saat wawancara langsung yang dilakukan pada 10 pekerja sebanyak 6 pekerja bangunan mengetahui informasi mengenai HIVAIDS dan 4 pekerja tidak. Pengetahuan terkait penyebab HIVAIDS sebanyak 4 pekerja mengatakan disebabkan oleh virus, seorang pekerja menjawab oleh bakteri dan 5 pekerja tidak mengetahui penyebab HIVAIDS. Seluruh pekerja juga tidak pernah mendapatkan dan mengikuti penyuluhan terkait HIVAIDS. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 68 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulan HIVAIDS di Tempat Kerja mewajibkan perusahaan untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIVAIDS di tempat kerja, perusahaan ini belum melakukan upaya tersebut, sehingga sesuai dengan wawancara yang dilakukan pada 10 pekerja bahwa selama proyek tersebut berlangsung belum pernah dilakukan penyuluhan terkait penanggulan dan upaya pencegahan HIVAIDS.

1.2. Rumusan Masalah