3. Peralatan dokter yang tidak steril.
4. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung HIV.
5. Ibu yang positif HIV dan menularkan pada janinnya dalam kandungan, ketika
melahirkan dan saat memberikan ASI. HIV tidak dapat menular dengan cara: bersentuhan, berciuman, bersalaman,
berpelukan, peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, tinggal serumah dengan orang dengan HIVAIDS ODHA dan duduk bersama dalam satu ruangan Murni
dkk., 2003.
2.3.3. Gejala-gejala HIVAIDS
Apabila seseorang sudah terinfeksi HIV tidak segera timbul gejala, karena butuh waktu untuk terjadinya replikasi virus. Masa inkubasi infeksi HIV berbeda-beda
tergantung pada dosis infeksi dan daya tahan tubuh individu dengan HIV. Untuk keperluan survei AIDS di Indonesia berpedoman pada definisi kasus AIDS yang
disusun oleh US Center for Disease Control CDC dan disetujui oleh WHO. Berdasarkan diagnosis tersebut, AIDS ditetapkan bila terdapat gejala mayor dan
minor meliputi Mutia, 2008: 1.
Gejala mayor: Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.
Diare kronis lebih dari 1 bulan, baik berulang maupun terusmenerus. Penurunan berat badan lebih dari 10 dalam 3 bulan.
2. Gejala minor:
Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan. Infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida
albicans. Munculnya Herpes zorter berulang.
2.3.4. Upaya pencegahan dan penanggulangan HIVAIDS
2.3.4.1. Layanan komprehensif HIVAIDS yang berkesinambungan
Layanan komprehensif merupakan upaya yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Layanan yang berkesinambungan adalah layanan HIVAIDS
secara paripurna. Dalam kaitannya layanan komprehensif dan berkesinambungan di tempat kerja harus melibatkan pihak ketiga seperti lembaga swadaya masyarakat
LSM atau puskesmas terdekat yang sesuai dengan Kepmenakertrans No. 68 tahun
2004. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012 jenis layanan komprehensif HIVAIDS meliputi:
a. Promosi dan pencegahan: promosi kesehatan KIE, ketersediaan dan akses alat
pencegahan kondom, dan life skills education. Upaya promosi dan pencegahan dalam kaitannya pada buruh migran pekerja bangunan dapat dilakukan oleh
perusahaan dengan memberikan penyuluhan terkait pemahaman HIVAIDS, pencegahan dan risiko yang terjadi pada pekerja dan lingkungan sekitar. Sesuai
dengan Kepmenakertrans No. 68 tahun 2004 perusahaan wajib memberikan upaya pencegahan dan penanggulangan HIVAIDS di tempat kerja, karena setiap pekerja
memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan memberikan pengetahuan pada pekerja dan menyediakan akses alat pencegahan berupa
kondom secara gratis oleh pekerja akan meminimalisir perilaku berisiko pada
pekerja.
b. Tata laksana klinis HIVAIDS: tatalaksana medis dasar, terapi ARV dan
dukungan gizi. Kepmenakertrans No. 68 tahun 2004 tidak mewajibkan pekerja untuk melakukan tes HIV, tes ini dilakukan secara sukarela dengan persetujuan
tertulis. Pihak perusahaan dilarang melakukan tes HIV untuk proses perekrutan atau sebagai pemeriksaan kesehatan rutin. Dan tidak melakukan pemecatan pada
pekerja dengan alasan positif HIV. Apabila terdapat pekerja yang positif HIV dengan melakukan tes secara sukarela, pihak perusahaan harus memfasilitasi dan
memberikan informasi bagi pekerja dalam mengakses ARV untuk menekan
perkembangan virus.
c. Dukungan psikososial, legal dan ekonomi: dukungan psikososial, spiritual, sosial,
ekonomi dan dukungan legal. Apabila buruh migran pekerja bangunan dengan sukarela melakukan tes HIV dan hasil tes tersebut positif, pihak perusahaan harus
memberikan perlindungan pada pekerja dari diskriminasi sesuai yang tercantum
dalam Kepmenakertrans No. 68 tahun 2004.
Dengan memusatkan upaya pencegah HIVAIDS di tempat kerja, maka pekerja yang berisiko bisa dijangkau. Tempat kerja merupakan tempat berkumpulnya
sejumlah besar pekerja yang sebagian besar waktunya dihabiskan di tempat kerja. Selain itu tempat kerja juga memungkinkan untuk diselenggarakannya program
pendidikan kesehatan. Program pencegahan dan penanggulangan HIVAIDS di
tempat kerja merupakan salah satu upaya yang efektif dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit Mutia, 2008.
2.3.5. HIVAIDS pada mobile migrant population