commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Good corporate governance GCG merupakan isu sentral di kalangan masyarakat bisnis. Iskandar dan Chamlou 2000 menyatakan bahwa krisis
ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara dan negara lain terjadi bukan hanya akibat faktor ekonomi makro, namun juga karena lemahnya corporate
governance yang ada di negara-negara tersebut, seperti lemahnya hukum, standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan auditing yang belum mapan,
pasar modal yang masih under regulated, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Booz dan Hamilton 1998, dan McKinsey 2001 menunjukkan betapa buruknya penilaian pasar terhadap
implementasi corporate governance di Indonesia dan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah dengan skor
2,88 jauh di bawah Singapura 8,93 Malaysia 7,72 dan Thaildan 4,89. Survey pada tahun 2002 yang dilakukan McKinsey juga menunjukkan hal yang
serupa. McKinsey dalam survey ini menempatkan Indonesia termasuk sebagai negara terburuk very poor dalam kualitas penerapan GCG.
Pengungkapan good corporate governance dapat berperan sebagai sebuah sinyal positif yang dapat digunakan oleh manajemen untuk memberitahu
investor bahwa manajemen telah berusaha dengan keras menerapkan prinsip- prinsip good corporate governance. Sistem corporate governance membantu
commit to user
menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor korporat. Corporate governance dapat didefinisikan
sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder internal dan eksternal
yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya Forum Corporate Governance Indonesia FCGI, 2003. Sistem corporate governance yang
dijalankan di Indonesia meliputi beberapa poin penting yang harus diterapkan dalam operasional perusahaan. Poin ini tertuang dalam Code for Good
Corporate Governance 2001 yang mengatur tentang pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi, sistem audit, sekretaris perusahaan, stakeholders,
pengungkapan, confidentiality, insider information, etika bisnis dan korupsi, donasi, kepatuhan terhadap peraturan perlindungan kesehatan, keselamatan, dan
lingkungan, serta kesempatan kerja yang sama. Komponen-komponen corporate governance tersebut diatur dalam Surat
Edaran Bursa Efek Jakarta tahun 2001 dan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM tahun 2004. Khusus untuk dewan komisaris,
keberadaannya dalam perusahaan publik telah diatur terlebih dahulu dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Tugas dewan
komisaris mengawasi dan memberi nasehat kepada dewan direksi GCG Code, 2001. Berdasarkan keputusan Direktur BEJ Kep-339BEJ07-2001, bahwa
tiap perusahaan publik wajib memiliki komisaris independen untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik. Komisaris independen berjumlah sebanding
dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30 dari seluruh
commit to user
anggota komisaris. Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris dibantu oleh beberapa komite khusus yang dibentuk olehnya dan komite tersebut bertanggung
jawab terhadap dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya. Salah satu komite tersebut adalah komite audit.
Sesuai dengan definisi yang dipaparkan dalam peraturan BAPEPAM, Kep-29PM2004, bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit dianggap sebagai penghubung antara pihak pemegang saham dan dewan
komisaris dan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Tugas komite audit tercantum dalam peraturan ini adalah: melakukan penelaahan atas
informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya, melakukan penelaahan atas
ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan paraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
perusahaan, melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal, melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan
dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi, dan melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan
emiten serta menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan. Sebagai penjembatan hubungan komunikasi antara manajemen dan internal
maupun eksternal auditor maka komite audit perlu memainkan perannya dengan melakukan tanggung jawabnya secara tekun Sharma et al, 2009, ketekunan
komite audit dapat didefinisikan sebagai kesediaan anggota komite untuk bekerja sama yang diperlukan untuk mempersiapkan, mengajukan pertanyaan,
commit to user
dan mendapatkan jawaban ketika berhadapan dengan manajemen, auditor eksternal, auditor internal, dan unsur terkait lainnya DeZoort et al, 2002.
Karena sangat sulit mengukur ketekunan, maka penelitian menggunakan frekuensi rapat komite audit sebagai proxy ketekunan Raghunandan dan
Rahma, 2007. Hal ini diyakini bahwa hanya jika komite audit bertemu secara teratur, dapat secara memadai menangani secara tepat waktu semua masalah
akuntansi dan audit di masa yang akan datang Thissen et al, 2009. Menurut Komite Nasional Good Corporate Governance 2002 dalam makalah Pedoman
Pembentukan Komite Audit yang Efektif rapat dan pertemuan Komite Audit
harus direncanakan dan dipersiapkan dengan baik. Ketua komite harus bertanggungjawab atas agenda dengan bahan-bahan pendukung yang diperlukan.
Komite Audit harus mengadakan rapat paling sedikit setiap tiga bulan. Selanjutnya, Anggota komite audit harus menghadiri rapat-rapat ini, termasuk
rapat dengan pihak luar yang diundang sesuai keperluan. Pihak-pihak luar tersebut antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal dan
audit eksternal, dan hal penting lainnya hasil rapat-rapat harus direkam dalam notulen, dan dibagikan kepada para peserta rapat semuanya.
Sesuai dengan Surat Edaran BEJ, SE-008BEJ12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite
audit. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang. anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak
eksternal yang independen.
commit to user
Pihak eksternal menurut surat edaran tersebut adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan karyawan
perusahaan tercatat, sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi
dengan perusahaan tercatat, komisaris, direksi dan pemegang saham utama perusahaan tercatat dan mampu memberikan pendapat profesional secara bebas
sesuai dengan etika profesioanalnya, tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Namun dalam
Kep-29PM2004 diatur
bahwa komite
audit beranggotakan minimal tiga orang yang independen dari perusahaan dan salah
satunya adalah ahli di bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite audit harus berasal dari anggota komisaris yang independen, sehingga anggota dewan
tersebut merangkap tugasnya sebagai komite audit. Menurut Egon Zehnder dalam FCGI 2001, komite audit memberikan
suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen. Manfaat ini
diperoleh karena komite audit mampu membantu ke arah penguatan independensi auditor eksternal perusahaan. Komite audit mempunyai tanggung
jawab pada tiga bidang, yaitu laporan keuangan financial reporting, tata kelola perusahaan corporate governance, dan pengawasan perusahaan corporate
control. Regulator menyakini bahwa komite audit mengawasi dan memantau
proses pelaporan keuangan termasuk pengendalian internal atas pelaporan keuangan, kualitas informasi keuangan, dan proses jaminan yang diberikan oleh
commit to user
auditor eksternal. Regulator percaya, dan teori keagenan menjelaskan dan memperkirakan, bahwa lebih sering rapat komite audit menunjukkan ketekunan
komite audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif sehingga masalah keagenan diminimalkan Raghundanan dan Rama, 2007.
Karakeristik komite audit meliputi ukuran komite audit, keahlian akuntansi komite audit, independensi komite audit. Raghundanan dan Rama
2007 menguraikan bahwa ukuran dewan dan komite audit dapat meningkatkan atau menurunkan permintaan untuk rapat lebih sering. Ukuran dewan komisaris
yang lebih besar dan komite audit memberikan akses ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial, sehingga memberikan pengawasan yang lebih
efektif. Hal ini dapat mengurangi permintaan untuk rapat lebih sering. Hasil yang berlawanan, dewan dan komite audit yang lebih besar mungkin membentuk
pegelolaan yang tidak efisien, sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite audit Vafeas, 2000. Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan
keragaman perspektif yang lebih nyata dalam diskusi. Raghundanan dan Rama 2007 menyertakan ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit diukur
sebagai jumlah anggota dan berhubungan dengan frekuensi rapat komite audit. Keberadaan seorang ahli akuntansi dalam komite audit berhubungan negatif
dengan tingkat kesalahan pelaporan keuangan. Dechow et al., 1996, dan Raghundanan dan Rama 2007 melaporkan bahwa keberadaan seorang ahli
akuntansi dalam komite audit berkaitan dengan frekuensi rapat komite audit karena ahli tersebut memberikan pengawasan yang lebih efektif pelaporan
keuangan.
commit to user
Pengawasan eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme kepemilikan saham oleh pihak institusional dan audit laporan keuangan oleh
kantor akuntan publik yang kompeten dan biasanya dinyatatakan dengan kantor akuntan publik yang termasuk dalam kelompok atau kaegori Big 4 audit.
Pemegang saham institusional memiliki insentif untuk memonitor secara ketat terhadap pihak manajemen dan memastikan perusahaan telah menerapkan
mekanisme pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan secara efektif Smith, 1996. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif
antara kepemilikan institusional dan rapat komite audit frekuensi. Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi
kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan ini dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem terkait
pelaporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas dari proses
pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat dicapai melalui audit eksternal Carcello et al., 2003. Selain itu, proses pengawasan juga dapat
dilakukan dengan adanya monitoring internal yang lebih besar Raghundanan dan Rama, 2007. Oleh karena itu dimungkinkan terjadi hubungan yang positif
antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran perusahaan. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sharma et al
2009, yang meneliti tentang pengaruh multiple directorships, independensi komite audit dan dewan komisaris, auditor big4, growth oppurtunities,
peraturan terkait, ukuran komite audit dan dewan komisaris, kepemilikan manajemen dan institusional, dan keahlian akuntansi dan keuangan komite audit
commit to user
terhadap frekuensi rapat komite audit. Hasil penelitian mereka menunjukkan pengaruh signifikan multiple directorships, independensi komite audit dewan
komisaris, auditor big4, growth oppurtunities peraturan terkait, ukuran komite audit, kepemilikan manajemen dan institusional, keahlian akuntansi dan
keuangan komite audit dengan ROE, sedangkan ukuran dewan komisaris tidak signifikan.
Dibanding acuan, penelitian yang dilakukan peneliti lebih menitik beratkan pada variabel variabel yang mempengaruhi frekuensi rapat komite
audit dalam rangka pengawasan, baik internal maupun eksternal dalam perspektif good corporate governance terhadap perusahaan yang terdaftar di
bursa efek Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS, KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL, DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA”
B. Rumusan Masalah