Pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance : studi empiris pada sektor perbankan yang terdaftar di bei periode tahun 2009-2013

(1)

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TAX AVOIDANCE

(Studi Empiris Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2009-2013)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Muhammad Oktofian NIM. 208082000058

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

1. Nama : Muhammad Oktafian

2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Oktober 1990

3. Alamat : Jl. Minangkabau No. 12 RT. 002/010

4. Agama : Islam

5. Nama Ayah : Rianto

6. Nama Ibu : Sukanah

7. No. Telpon (HP) : 08978665966

8. Email : oktofianmuhammad@gmail.com

B. Data Pendidikan Formal

1. 1996 – 2002 : SDN 05 Pasar Manggis 2. 2002 – 2005 : SMP Negeri 3 Jakarta 3. 2005 – 2008 : SMA Negeri 37 Jakarta


(7)

Abstract

Effect On Corporate Governance Tax Avoidance

(Empirical Study On Conventional Banks Listed on the Stock Exchange Period 2009-2013)

Muhammad Oktofian NIM. 208082000058

This study aims to influence corporate governance mengalisis against tax avoidance. The data used in this research is secondary data obtained from the financial statements of banking companies listed in Indonesia Stock Exchange 2009-2013 period. The sampling technique is done with judgment sampling. The number of banking companies sampled as many as 20 companies, bringing the total sample is 100. The method of analysis used is multiple linear regression analysis.

Based on the results of tests performed in this study found that partial institutional ownership has no significant effect on tax avoidance with a significance of 0.221. Independent board does not have a significant effect on tax avoidance with a significance of 0.201. Managerial ownership does not have a significant effect on tax avoidance with a significance of 0.109. The audit committee has a significant effect on tax avoidance with a significance of 0.023. While simultaneously institutional ownership, independent board, managerial ownership and audit committee significant effect on tax avoidance with a significance of 0.000.

Keywords: Institutional Ownership, Board of Independent Commissioners, Managerial Ownership, Audit Committee, and Tax Avoidance.


(8)

Abstrak

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TAX AVOIDANCE

(Studi Empiris Pada Bank Konvensional yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2009-2013)

Muhammad Oktofian NIM. 208082000058

Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan judgment sampling. Jumlah perusahaan perbankan yang dijadikan sampel sebanyak 20 perusahaan sehingga total sampel penelitian adalah 100. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada penelitian ini didapat bahwa secara parsial kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance dengan signifikansi sebesar 0,221. Dewan komisaris independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance dengan signifikansi sebesar 0,201. Kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance dengan signifikansi sebesar 0,109. Komite audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance dengan signifikansi sebesar 0,023. Sedangkan secara simultan kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance dengan signifikansi sebesar 0,000.

Kata Kunci:Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Komite Audit, dan Tax Avoidance.


(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat iman, islam dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2009-2013)”. Shalawat beserta salam semoga terus tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penyusunan skripsi in peneliti mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan nikat, rahmat dan karunia-Nya serta tetap menuntun peneliti dijalan yang benar sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Kedua orang tua, ayahanda Rianto dan ibunda Sukanah tercinta yang selalu

memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, dan do’a tak pernah putus -putusnya untuk ananda, serta kakak-kakakku tersayang Sendy Meriyadi, Okni Anggaraini, dan Jaka Yuliadi dan seluruh keluarga yang telah memberikan keceriaan dan semangat untuk terus berusaha memberikan yang terbaik.


(10)

3. Bapak Dr. Arif Mufraini, LC., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Rini, SE., Ak., M.Si., CA., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan.

5. Ibu Fitri Damayanti, SE., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, semangat, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan.

6. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat luas kepada peneliti selama perkuliahan, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.

8. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.

9. Sahabat-shabatku Akbar, Yopi, Fandi, Jodi, Bang Fauzan, Bang Anang, Sahid, Ryan, Bang Wiwid, Hari, Eris, Uus, Adit, Pras Edwin, Asma, Ayun, Ana,


(11)

Diyah, Tomi, Tri dan Uyang sahabat terbaik terima kasih atas bantuan, semangat dan do’anya.

10. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2008 Jurusan Dendi, Yoga, Rafi, Derry, Wahyu, Aryo, Indra, Aziezul, Ritakim, Suhendri dan teman-teman Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Terimakasih kepada segenap teman-teman KKN Pers 2013 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

12. Terima kasih kepada Rekan kerja PT. Resik Cemerlang Suhendera, SE., Hupang, S. Ak., Jhondy F.T.P., SE., dan teman-teman lainnya yang telah memberikan dukungan selama penulis membuat penelitian ini.

13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberi inspirasi bagi peneliti, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua, terima kasih banyak.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 20 Mei 2015


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif... ... ii

Lembar Pengesahan Panitia Ujian Skripsi ... iii

Lembar Keaslian Skripsi... ... iv

Daftar Riwayat Hidup... ... v

Abstrack... ... vi

Abstrak... ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel... ... xiv

Daftar Gambar... ... xv

Daftar Lampiran... ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... ... 1

B. Rumusan Masalah... ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... ... 7

1. Tujuan Penelitian... ... 7

2. Manfaat Penelitian... ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Corporate Governance... ... 10


(13)

2. Dewan Komisaris Independen ... ... 16

3. Kepemilikan Manajerial... ... 21

4. Komite Audit... ... 22

B. Tax Avoidance (TA)... ... 25

C. Penelitian terdahulu... ... 29

D. Keterkaitan Antar Variabel... ... 33

F. Kerangka Pemikiran... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian... ... 41

B. Metode Penentuan Sampel... ... 41

C. Metode Pengumpulan Data... ... 42

D. Metode Analisis Data... ... 43

1. Uji Asumsi Klasik... ... 43

a. Uji Normalitas... ... 43

b. Uji Multikolinieritas... ... 43

c. Uji Heteroskedastisitas... ... 45

d. Uji Autokorelasi ... 46

2. Analisis Regresi Linear Berganda... ... 47

a. Koefisien Determinasi (R2)... ... 47

b. Uji t (Uji Parsial)... ... 48

c. Uji F (Uji Simultan)... ... 49

E. Operasionalisasi Variabel... ... 50 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


(14)

A. Gambaran Umum Perusahaan... ... 53

B. Hasil Dan Pembahasan.... ... 55

1. Deskriptif Perhitungan Data Mentah.... ... 55

a. Kepemilikan Institusional.... ... 55

b. Dewan Komisaris Independen.... ... 56

c. Kepemilikan Manajerial... 58

d. Komite Audit.... ... 59

e. Tax Avoidance.... ... 60

2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik.... ... 61

a. Hasil Pengujian Normalitas Data.... ... 61

b. Hasil Pengujian Multikolinieritas.... ... 63

c. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas.... ... 64

3. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda.... ... 67

a. Hasil Persamaan Regresi Linier Berganda ... 67

b. Koefisien Determinasi (Adjusted R2).... ... 69

4. Hasil Pengujian Hipotesis.... ... 70

a. Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t).... ... 74

b. Hasil Pengujian Uji F.... ... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.... ... 80

B. Implikasi.... ... 81

C. Saran………. ... 82

DAFTAR PUSAKA.... ... 84


(15)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Keterangan Halaman

2.1. Penelitian Terdahulu ... ... 30

4.1. Hasil Perhitungan Data Kepemilikan Institusional ... 61

4.2. Hasil Perhitungan Data Dewan Komisaris Independen .. 62

4.3. Hasil Perhitungan Data Kepemilikan Manajerial ... 64

4.4. Hasil Perhitungan Data Komite Audit ... 65

4.5. Hasil Perhitungan Data Tax Avoidance ... 66

4.6. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 69

4.7. Hasil Pengujian Multikolinearitas ... 70

4.8. Hasil Uji Persamaan Regresi Linier Berganda ... 72

4.9. Hasil Pengujian Adjusted R Square ... 74

4.10. Hasil Pengujian Uji t ... 75

4.11. Hasil Pengujian Uji F ... 81


(16)

No. Gambar Keterangan Halaman 2.1. Kerangka Pemikiran ... 38 4.1. Uji Normalitas Data ... 68 4.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 71


(17)

No. Lampiran Keterangan Halaman 1 Data Kepemilikan Institusional Periode Penelitian 2009-2013 ... 87 2 Data Dewan Komisaris Independen Periode Penelitian

2009-2013 ... ... 88 3 Data Kepemilikan Manajerial Periode Penelitian 2009-2013 ... 89 4 Data Komite Audit Periode Penelitian 2009-2013 ... 90 5 Data Tax Avoidance Periode Penelitian 2009-2013 ... 91 6 Regresi Lienar Berganda ... 92


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang terbesar, yaitu 1.148,36 triliun rupiah (76,5 %) dari total pendapatan negara 1.502 triliun rupiah dalam APBN-P 2013 (Depkeu, 2013). Penerimaan tersebut antara lain digunakan untuk meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan rakyat, membangun infrastruktur pendorng pertumbuhan ekonomi, mendukung ketahanan dan keamanan, serta untuk pembangunan di daerah. Begitu besarnya peran pajak bagi negara, pemerintah senantiasa berupaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, antara lain dengan pengenaan pajak bagi UMKM yang dimulai pada tahun 2013.

Hal ini berbeda dengan yang dirasakan oleh para pemilik usaha, yang senantiasa berupaya untuk mengurangi biaya-biaya usaha, termasuk beban paak. Pengurangan beban pajak juga berkaitan dengan adanya kecenderungan emosional Wajib Pajak tidak suka untuk membayar pajak. Bahkan pada dasarnya tidak ada seorangpun yang senang membayar pajak (Mangunsong, 2002). Lebih lanjut, Hoque, et. al., (2011) dalam surveinya menemukan alasan-alasan mengapa seseorang tidak melakukan kewajibannya membayar pajak, yaitu: moral pajak yang rendah, kualitas rendah dari balas jasa pajak, sistem pajak dan persepsi dari keadilan yang berbeda, transparansi dan akuntabilitas yang rendah untuk institusi publik, korupsi tingkat tinggi, ada


(19)

kekosongan peraturan pajak dan peraturan keuangan yang lemah, biaya kepatuhan yang tinggi, lemahnya penegakan atas hukum pajak, tidak tepatnya pemungutan pajak, lemahnya kapasitas dalam mendeteksi dan tuntutan dalam pelaksanaan pajak yang tidak tepat, tidak adanya kepercayaan terhadap pemerintah, tarif pajak yang tinggi, dan administrasi pajak yang lemah.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi beban pajak inilah yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak dilakukan dengan menggunakan strategi, seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan dalam ketentuan, maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur (loopholes) dalam peraturan perpajakan yang berlaku (Mangunsong, 2002).

Pandangan terhadap aktivitas penghindaran pajak perusahaan berbeda-beda tergantung kepentingan pihak-pihak yang terkait. Karena sifat penghindaran pajak yang tidak melanggar peraturan, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat menjatuhkan sanksi hukum kepada perusahaan, meski perilaku ini akan mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak. Meski penghindaran pajak perusahaan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap masyarakat, perusahaan yang melakukan penghindaran pajak memberi kesan yang buruk karena masyarakat memandang bahwa aktivitas ini akan membatasi transfer pendapatan kepada masyarakat luas (Fuest dan Riedel, 2009). Padahal menurut masyarakat, semestinya perusahaan berpartisipasi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembayaran pajak.


(20)

Di sisi lain, perusahaan memandang bahwa penghindaran pajak memberikan keuntungan ekonomi yang besar dan sumber pembiayaan yang tidak mahal (Armstrong, et.al., 2012). Di dalam perusahaan terdapat hubungan antara pemegang saham, sebagai prinsipal dan manajer, sebagai agen. Pemegang saham yang merupakan pemilik perusahaan, mengharapkan beban pajak berkurang sehingga memaksimalkan keuntungan. Pemegang saham membutuhkan adanya penghindaran pajak dalam takaran yang tepat, tidak terlalu sedikit mengurangi keuntungan, dan tidak terlalu banyak resiko denda dan kehilangan reputasi (Amstrong, etl.al., 2013).

Sebuah perusahaan merupakan Wajib Pajak sehingga kenyataannya bahwa suatu aturan struktur corporate governance mempengaruhi cara semua perusahaan dalam memenuhi kewajiban pajaknya, tetapi di sisi lain perencanaan pajak tergantung pada dinamika corporate governance dalam suatu perusahaan (Friese, Link, dan Mayer, 2006).

Mengukur penghindaran pajak sulit dilakukan dan data untuk pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak sulit didapat untuk itu perlu pendekatan untuk menaksir berapa pajak yang sebenarnya dibayar perusahaan kepada pemerintah, oleh karena itu dalam penelitian ini mengadopsi pendekatan tidak langsung untuk mengukur variabel dependen penghindaran pajak yaitu dengan memulai menghitung perbedaan laba akuntansi dengan penghasilan atau laba kena pajak. Perbedaan yang dilaporkan ke pemegang saham atau investor menggunakan GAAP/SAK,


(21)

sedangkan ke Kantor Pelayanan Pajak dengan Peraturan Perpajakan, perbedaan ini terkenal dengan sebutan book tax gap (Desai dan Dharmaphala, 2007).

Walaupun mungkin perusahaan memandang penghindaran pajak sebagai bagian manajemen pajak yang merupakan hak perusahaan untuk mengendalikan biayanya, mau tidka mau perusahaan tetap harus memperhatikan pandangan negatif masyarakat, untuk menjaga reputasi dan kelangsungan usaha jangka panjang. Di lain pihak, pemegang saham membutuhkan masukan informasi untuk mengetahui cara-cara mempengaruhi manajer perusahaan terkait penghindaran pajak sehingga memenuhi kepentingannya.

Kondisi tata kelola perusahaan ternyata berpengaruh terhadap keputusan yang diambil perusahaan. Dalam perusahaan dengan tata kelola yang buruk, aktivitas penghindaran pajak ternyata tidak bernilai bagi pemegang saham, dan bahkan mengurangi nilai perusahaan itu sendiri (Wahab dan Holland, 2012). Desai dan Dharmapala (2006) menunjukkan bahwa perusahaan dengan tata kelola yang buruk, saat terjadi peningkatan keuntungan bagi manajer berupa kompensasi, mengalami penurunan tingkat penghindaran pajak, yang seharusnya dilakukan untuk pemegang saham. Sedangkan perusahaan dengan tata kelola baik ternyata memiliki tingkat penghindaran pajak yang lebih tinggi.

Karakteristik sistem pajak perusahaan mempengaruhi nilai pengambilan keuntungan oleh manajer, dan peningkatan ketaatan pajak akan menaikkan


(22)

nilai perusahaan dan mengurangi keuntungan pemegang kontrol atas perusahaan, yaitu pemegang saham pengendali. Sedangkan di sisi lain, kualitas dari tata kelola perusahaan memainkan peran penting dalam menentukan sensitivitas penerimaan pajak pada perubahan tarif pajak.

Penelitian terhadap hubungan langsung antara corporate governance dengan tax avoidance masih jarang dijumpai di Indonesia karena keterbatasan data mengenai pajak badan usaha yang dibayar perusahaan yang dilaporkan pada laporan keuangan khususnya laporan arus kas belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya, karena laporan arus kas untuk pembayaran pajak bercampur dengan pajak-pajak yang lain yang menjadi kewajiban perusahaan seperti pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, denda dan sangsi pajak (Pohan, 2008). Dalam penelitian ini berusaha menginvestigasi sejauh mana aktivitas corporate governance mempengaruhi perilaku perusahaan dalam menentukan strategi perpajakannya melalui kegiatan tax avoidance dengan sampel perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian Desai dan Dharmapala (2006) menjelaskan bahwa dari segi tradisional, mekanisme tax avoidance harus meningkatkan nilai pemegang saham dan sebuah perspektif agency menyatakan bahwa tax avoidance menyediakan prediksi yang berbeda. Secara spesifik corporate governance menjadi determinan yang penting dari penilaian yang dimaksudkan untuk penghematan pajak.

Pajak tidak hanya mempengaruhi corporate governance, ada juga efeknya yang mengacu ke arah yang lain. Sistem corporate governance dan


(23)

budaya perusahaan memiliki efek pada cara perusahaan menangani urusan pajaknya, terutama pengaruh pendekatan perusahaan terkait perencanaan pajak dan kepatuhan terhadap pajak (Sartori, 2010).

Dalam beberapa tahun terakhir otoritas pajak tampaknya telah berusaha dengan semaksimal mungkin tidak hanya menegakkan batas yang jelas antara penghindaran pajak dan penggelapan pajak dalam upaya perencanaa pajak, tetapi juga untuk mencegah Wajib Pajak masuk ke dalam celah ambiguitas yang ditimbulkan oleh peraturan perpajakan (Bovi, 2005). Tujuannya untuk mencegah Wajib Pajak menggunakan struktur penilaian terhadap status hukum yang tampak ambigu tersebut sehingga dapat diterima sebagai upaya perencanaan pajak tetapi ternyata malah melanggar peraturan itu sendiri. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut maka dilakukan berbagai macam tindakan antara lain diadakannya audit intensif, dan lain-lain. Untuk mencegah tax payer tidak memanfaatkan peluang perencanaan dari hukum pajak, maka kekuasaan otoritas pajak yang menentukan sudut pandang perilaku pajak yang dapat diterima.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(24)

1. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan institusional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance?

2. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan prosentase dewan komisaris independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance?

3. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance?

4. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan komite audit secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance?

5. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan institusional, prosentase dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:

a. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan institusional terhadap tax avoidance.


(25)

b. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan prosentase dewan komisatis independen terhadap tax avoidance. c. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan

dengan kepemilikan manajerial terhadap tax avoidance.

d. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan komite audit terhadap tax avoidance.

e. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan institusional, prosentase dewan komisatis independen, kepemilikan manajerial dan komite audit terhadap tax avoidance.

2. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan kontribusi sebagai berikut:

a. Bagi Akademisi

Dapat menjadi tambahan referensi dan bahan pengembangan penelitian selajutnya terkait pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance di dunia Perbankan Indonesia.

b. Bagi Perusahaan

Bagi manajemen perusahaan dapat menjadi masukan dan dorongan bahwa betapa pentinya pengaruh penerapan corporate governance terhadap kegiatan tax avoidance dalam kegiatan operasional perusahaan, sehingga dapat mencegah perusahaan terjerumus dalam lingkar ambiguitas yang terdapat dalam peraturan perpajakan antara


(26)

kegiatan yang legal maupun ilegal dalam perencanaan pajaknya. Hal ini dapat meminimalkan resiko yang diterima oleh perusahaan terkait hal tersebut, jadi manajemen dapat merancang suatu mekanisme corporate governance yang sesuai dengan perusahaannyadan dapat terhindar dari penyimpangan hukum pajak dalam kegiatan menentukan besarnya pajak yang harus dibayarkan pada negara.

c. Bagi Investor

Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menilai bagaimana kecenderungan tax avoidance dilihat dari sisi corporate governance dari suatu perusahaan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Corporate Governance

Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham (Herawati, 2008). Sedangkan Isgiyarta dan Triatiarini (2005) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Kehadiran suatu corporate governance yang baik bagi suatu perusahaan akan menunjang aktivitas operasional perusahaan (Haruman, 2008), selain itu mekanisme pelaksanaan corporate governance suatu perusahaan harus menjadi perhatian utama perusahaan demi kelancaran kegiatan dalam perusahaan. Mekanisme corporate governance yang baik memiliki keterkaitan dengan kemakmuran perusahaan dan para pemegang saham, sehingga penerapannya diharapkan memberikan kontribusi positif bagi perusahaan secara keseluruhan.

. Di Indonesia Corporate Governance Index dikembangkan oleh Indonesian Institute for Corporate Governance (IIGC). Pemeringkatan


(28)

Corporate Governance tidak dilakukan untuk semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga sampel penelitian hanya terbatas (kurniasih dan siregar, 2007). Adanya keterbatasan Corporate Governance Index, dalam berbagai penelitian seringkali terkait Corporate Governance akan menggunakan proksi sebagai alat ukur (Arifin, 2003; Khomsiyah, 2003). Variabel yang digunakan sebagai proksi Corporate Governance dalam beberapa penelitian, adalah kepemilikan institusional,kepemilikan manajerial (Machfoedz, 2003), dewan komisaris independen, komite audit ( Mayang sari, 2003).

Corporate Governance merupakan sebuah studi yang mempelajari hubungan direktur, manajer, karyawan, pemegang saham, pelanggan, kreditur dan pemasok terhadap perusahaan dan hubungan antar sesamanya (Hendra: 2012). Cadbury Committee, seperti dikutip oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), mengartikan Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Good Corporate Governance diartikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang.


(29)

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance adalah suatu mekanisme yang mengatur dan mengendalikan perusahaan melalui hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penerapan Corporate Governance yang baik dan benar (GCG) akan menjaga keseimbangan antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat serta menjauhkan perusahaan dari pengelolaan yang buruk yang mengakibatkan perusahaan terkena masalah (Dwitridinda dalam Hendra: 2012).

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Menurut Komite Nasiaonal Kebijakan Governance (KNKG), yaitu:

1. Transparansi (Tranparency)

Transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama. Penyampaian informasi kepada publik secara terbuka, benar, kredibel dan tepat waktu akan memudahkan untuk menilai kinerja dan resiko yang dihadapi perusahaan.

Praktek yang dikembangkan dalam rangka transparansi diantaranya perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan transaksi-transaksi penting


(30)

yang terkait dengan perusahaan, resiko-resiko yang dihadapi dan rencana atau kebijakan perusahaan yang akan dijalankan. Selain itu, perusahaan juga perlu untuk menyampaikan kepada seluruh pihak struktur kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi.

2. Kewajaran (Fairness)

Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing serta perlakuan yang setara terhadap semua investor. Praktek kewajaran ini juga mencakup adanya sistem hukum dna peraturan serta penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas dari praktek kecurangan dan praktek-praktek insider trading.

3. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara organ-organ yang ada di perusahaan. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi masalah keagenan yang timbul antara pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat diterapkan dengan mendorong seluruh organ perusahaan menyadari tanggung jawab, wewenang dan hak kewajibannya.

Praktek-praktek yang diharapkan muncul dalam menerapkan akuntabilitas diantaranya pemberdayaan dewan komisaris, memberikan


(31)

jaminan perlindungan kepada pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi. Pengangkatan komisaris independen merupakan bentuk implementasi prinsip akuntabilitas, dengan tujuan untuk meningkatkan pengendalian oleh pemegang saham terhadap kinerja perusahaan.

4. Responsibilitas (Responsibility)

Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut untuk merealisasikan tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance yaitu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan.

Responsibilitas juga berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap ketentuan yang ada akan menghindarkan dari sangsi, baik sangsi hukum maupun sangsi moral masyarakat akibat dilanggarnya kepentingan mereka. Implementasi prinsip-prinsip good corporate governance dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance) mencerminkan bahwa perusahaan tersebut telah dikelola dengan baik dan transparan. Hal tersebut dapat merupakan modal dasar bagi timbulnya kepercayaan publik sehingga perusahaan yang telah go public saham perusahaannya akan lebih diminati oleh para investor dan berdampak positif terhadap peningkatan nilai perusahaan atau harga saham, Arif (2008 : 142).


(32)

Mekanisme Good Corporate Governance (GCG) adalah sebagai berikut:

1. Kepemilikan Institusional

Institusi sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi lebih berpengalaman dibandingkan dengan investor individual. Institusi sebagai investor yang sophisticated karena mempunyai kemampuan dalam memproses informasi dibandingkan dengan investor individual. Dengan demikian, akan semakin membatasi manajemen dalam memainkan angka-angka dalam laporan keuangan (Saptantinah, 2005).

Menurut Bushee dalam Boediono (2005) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intens. Kepemilikan institusional dapat menekan kecenderungan manajemen untuk memanfaatkan discretionary dalam laporan keuangan sehingga memberikan kualitas laba yang dilaporkan. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen melakukan manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen.


(33)

Kepemilikan institusional (INST) adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi. Kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak institusional sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik dari para manajer perusahaan. Kepemilikan institusional diukur dengan proporsi saham yang dimiliki institusional pada akhir tahun dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar di perusahaan tersebut (Moh’d et al. 1998).

INST = Jumlah kepemilikan saham oleh Institusional Seluruh modal saham perusahaan

2. Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi dan manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan agar dapat berjalan secara efektif, efisien, dan ekonomis dalam rangka mencapai tujuan organisasi, serta memberikan nasihat bilamana diperlukan (Darmawati, 2004). Karena posisinya yang sangat penting dalam perusahaan, kemampuan dan pemahaman komisaris terhadap bidang usaha dan emiten akan sangat mempengaruhi persetujuan dan keputusan yang dibuat, sehingga komisaris harus memiliki dan menguasai latar belakang pendidikan di bidang ekonomi.

Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan, memiliki peranan dalam aktivitas pengawasan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa


(34)

non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance.

Dewan ada dua jenis sistem, yaitu sistem dewan unitary dan sistem dewan two-tier. Dewan unitary terdiri dari baik itu direktur eksekutif (dari dalam perusahaan atau insider) maupun direktur non-eksekutif (dari luar perusahaan atau outsider), dan membuat keputusan sebagai kelompok yang satu. Sedangkan di Indonesia mengikuti sistem dewan two-tier, yaitu memiliki dua dewan yang terpisah, dewan manajemen dan dewan pengawas. Dewan manajemen hanya mencakup eksekutif, dan berfokus pada masalah operasional dan dikepalai oleh chief executive. Dewan pengawas membuat keputusan strategis dan mengawasi dewan manajemen. Komisaris perusahaan menjabat dalam dewan pengawas sebagai eksekutif. Dewan pengawas terdiri hanya dari direktur non-eksekutif (Solomon, 2007).

Di Indonesia, dewan manajemen disebut sebagai dewan direksi, dikepalai oleh direktur utama, dan dewan pengawas disebut sebagai dewan komisaris. Dewan komisaris sering dipakai untuk mewakili kepentingan dari berbagai kelompok stakeholder. Sistem dewan two-tier dipandang lebih baik untuk stakeholder daripada sistem unitary (Solomon, 2007).


(35)

Peran individu cukup signifikan sebagai pengambil keputusan dalam perusahaan. Peran dewan non-eksekutif yaitu: memberi saran dan arah kepada manajemen perusahaan dalam mengembangkan dan mengevaluasi strateginya; mengawasi manajemen perusahaan dalam menjalankan strategi dan kinerjanya; mengawasi kinerja legal dan etis perusahaan; mengawasi kejujuran dan kecukupan informasi keuangan perusahaan dan informasi lainnya yang disediakan untuk investor dan stakeholder lainnya; bertanggung jawab untuk menetapkan, mengevaluasi, dan jika dibutuhkan memindahkan manajer senior; merencanakan pergantian posisi manajemen puncak. Solomon (2007) mengungkapkan bahwa dewan non-eksekutif harus independen dalam manajemen dan bebas dari hubungan apapun yang dapat mempengaruhi independensi mereka (kecuali gaji dan kepemilikan saham perusahaan).

Muntoro (2007) menyatakan bahwa dewan komisaris memiliki peran yang penting dalam tata kelola perusahaa yang baik, dan bahwa tugas utama dewan komisaris adalah mengawasi kebijakan dan pelaksanaan kebijakan tersebut oleh direksi dalam menjalankan perusahaan dan memberi nasehat pada direksi. Tugas komisaris dilakukan melalui komite-komite seperti komite-komite audit, komite-komite remunerasi, dan komite-komite lain. Semakin banyak komite yang ada dalam struktur tata kelola perusahaan, maka semakin banyak anggota komisaris yang dibutuhkan untuk mengisi keanggotaan komite-komite tersebut.


(36)

Komisaris independen didefinisikan sebagai anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan, tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada perusahaan, tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan perusahaan, komisaris, direksi, atau pemegang saham utama perusahaan, dan tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan (BAPEPAM, 2004). Undang-Undang No. 40/2007 tentang “Perseroan Terbatas” menyebutkan bahwa komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya. Dalam proporsinya, jumlah komisaris independen harus sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali.

Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat, serta dapat bertindak secara independen. Menurut pencatatan Peraturan Nomor tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris minimum 30%.

Dalam pola pengelenggaraan perusahaan yang baik. Perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlah proporsionalnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris


(37)

independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris (Darmawati, 2004).

Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) menetapkan beberapa kriteria untuk menjadi komisaris independen pada perusahaan, yaitu sebagai berikut:

a. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan yang bersangkutan.

b. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya pada perusahaan yang bersangkutan.

c. Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan.

d. Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun terakhir.

e. Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan yang memberikan jasa pelayanan profesional pada perusahaan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi.

f. Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang lain yang dapat diinterprestasikan akan menghalangi atau mengurangi kemampuan komisaris independen untuk bertindak dan berpikir independen demi kepentingan perusahaan.

g. Memahami peraturan perudang-undangan PT, UU Pasar Modal, dan UU serta peraturan lain yang terkait.


(38)

Komposisi dewan komisaris independen (KDKI) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proporsi Komisaris Independen dalam suatu Dewan Komisaris perusahaan. Independensi Dewan Komisaris diukur dengan (Bakhri, 2008):

KDKI = Jumlah anggota komisaris independen Total anggota dewan komisaris

3. Kepemilikan Manajerial

Herawaty (2008) mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Sehingga permasalahan keagenan dapat diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer dianggap sebagai seorang pemilik.

Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan. Pemusatan kepentingan dapat dicapai dengan memberikan kepemilikan saham kepada manajer. Jika manajer memiliki saham perusahaan, mereka akan memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik. Jika kepentingan manajer dan pemilik sejajar (aligned) dapat mengurangi konflik keagenan. Jika konflik keagenan dapat dikurangi, manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Tetapi tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi dapat menimbulkan masalah pertahanan. Artinya jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka


(39)

mempunyai posisi yang kuat untuk mengendalikan perusahaan dan pihak eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan karena manajer mempunyai hak voting yang besar atas kepemilikan manajerial (Siswantaya, 2007).

Kepemilikan manajerial (Manajerial ownership) adalah kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manajemen (Budiono, 2005). Kepemilikan manajerial diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki oleh manajer dan dewan komisaris perusahaan (Erni, 2005).

KPMJ = Jumlah kepemilikan saham oleh Manajemen Modal saham perusahaan

4. Komite Audit

Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004 adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.

Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip good corporate governance. Komite audit merupakan suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota komisaris dan keberadaannya terbebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab kepada dewan komisaris (Surya, 2008).


(40)

Seperti diatur dalam Kp-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain:

a. Melakukan penelahaan atas informasi keuangan yag akan dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya.

b. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

c. Melakukan penelahaan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal.

d. Melaporkan kepada komisaris berbagai resiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen resiko oleh direksi.

e. Melakukan penelahaan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten.

f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.

Menurut Surya (2008), pada umumnya komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu:

a. Laporan keuangan (financial reporting)

Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan.


(41)

b. Tata kelola perusahaan (corporate governance)

Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.

c. Pengawasan perusahaan (corporate control)

Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung resiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.

Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam mengambil keputusan (Martina, 2009). Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 menetapkan pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance bagi komite audit bank umum meliputi:

a. Anggota komite audit paling kurang terdiri dari: 1) Seorang komisaris independen.

2) Seorang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi.

3) Seorang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan.


(42)

b. Komite audit di ketuai oleh komisaris independen. c. Anggota direksi dilarang menjadi anggota komite audit.

d. Komisaris independen dan pihak independen yang menjadi anggota komite audit paling kurang 51% dari jumlah anggota komite audit. e. Anggota komite audit wajib memiliki integritas, akhlak dan moral yang

baik.

B. Tax Avoidance (TA)

Menurut Mardiasmo (2011) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbale (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membaayar pengeluaran umum.

Sedangkan menurut Waluyo (2009) pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dipaksakan) yang tentang oleh yang wajibmembayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Berdasarkan pengertian pajak di atas, maka Ilyas dan Burton (2008) menyimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu:

1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang. 2. Sifatnya dapat dilaksanakan.


(43)

3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak.

4. Pemungutan pajak dilakukanoleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta), dan

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

Meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan. Uaya meminimalkan pajak secara eufimisme sering disebut denga n perencanaan pajak (tax planning). Umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib pajak (WP) supaya utang pajak berada dalam jumlah minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan (Suandy, 2008).

Menurut Suandy (2008), ada beberapa faktor yang memotivasi Wajib Pajak untuk melakukan penghematan pajak dengan ilegal, antara lain:

1. Jumlah pajak yang harus dibayar. Besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, semakin besar pajak yang harus dibayar, semakin besar pula kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.

2. Biaya untuk menyuap fiskus. Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus, semakin besar kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.


(44)

3. Kemungkinan untuk terdeteksi, semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran terdeteksi maka semakin besar kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran, dan

4. Besar sanksi, semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran, maka semakin besar kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.

Adanya keinginan dari wajib pajak untuk tidak mematuhi peraturan perpajakan membuat adanya perlawanan pajak yang mereka berikan. Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu: perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi. Sedangkan perlawanan aktif adalah semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan untuk menghindari pajak (Sumarsan, 2010).

Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Zain (2003), terdapat 2 potensi untuk bertahan terhadap pembayaran pajak, yaitu:

1. Wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil mungkin, sepanjang hal itu dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Wajib pajak cenderung untuk menyelundupkan pajak yaitu berusaha mengindarkan pajak terutang secara ilegal. Upaya penghindaran ini dilakukan sepanjang wajib pajak tersebut mempunyai alasan yang menyakinkan bahwa akibat dari perbuatannya kemungkinan besar mereka


(45)

tidak akan dihukum serta yakin bahwa rekan-rekannya melakukan hal yang sama.

Dari definisi Zain (2003), dapat disimpulkan poin pertama merupakan pengertian dari penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak sering dianalogikan dengan upaya perencanaan pajak (tax planning) yang merupakan proses mengorganisasi usaha wajib pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial (Setyani, 2008).

Menurut Bernard P. Heber (1976) dalam Setyani (2008), pengertian tax avoidance adalah upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak lebih rendah. Perbuatan ini secara harfiah tidak melanggar undang-undang perpajakan, namun dari sudut pandang jiwa undang-undang perpajakan, perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar jiwa undang-undang. Sedangkan tax evasion merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang, baik secara harfiah maupun secara jiwa dan moral undang-undang perpajakan.

Penghindaran pajak merupakan usaha untuk mengurangi, atau bahkan meniadakan hutang pajak yang harus dibayar perusahaan dengan tidak melanggar undang-undang yang ada. Menurut Dyreng et. al. (2010) variabel ini dihitung melalui CASH ETR (cash effective tax rate) perusahaan yaitu kas


(46)

yang dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak. Adapun rumus untuk menghitung CASH ETR adalah sebagai berikut:

CASH ETR = Pembayaran Pajak Laba Sebelum Pajak

C. Penelitian Terdahulu

Untuk memberikan gambaran dan kerangka pemikiran dalam penelitian maka perlu kiranya untuk membahas hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai acuan dalam membandingkan penelitian saat ini dengan penelitian terdahulu sehingga akan menghasilkan suatu analisa yang sesuai dengan teori:


(47)

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No. Peneliti/Judul/Sumber Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian

1. Nuralifmia Ayu Annisa dan Lulus Kurniasih, Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Avoidance, Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 8/No. 2/Mei 2012: 95-189.

a. Sampel: Seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI. b. Tahun data: 2008 c. Variabel lain:

Jumlah dewan komisaris dan kualitas audit (independen).

a. Metode analisis: Regresi linear berganda. b. Jenis penelitian:

Kuantitatif.

c. Sumber data: Data sekunder.

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa kesimpulan yaitu: hasil uji regresi menunjukkan bahwa secara statistik terbukti tidak terdapat pengaruh signifikan kepemilikan institusional terhadap tax avoidance, tidak terdapat pengaruh signifikan komposisi dewan komisaris independen terhadap tax avoidance, tidak terbukti terdapat pengaruh signifikan dewan komisaris terhadap tax avoidance, terbukti terdapat pengaruh signifikan komite audit terhadap tax avoidance, dan terbukti terdapat pengaruh signifikan kualitas audit terhadap tax avoidance. 2. Tresno Eka Jaya, M.

Yasser Arafat, dan Dinda Kartika,

Corporate Governance, Konservatisme

Akuntansi dan Tax Avoidance, Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4.

a. Sampel: Sebanyak 178 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. b. Metode analisis: Regresi logistik. c. Variabel lain:

Ukuran dewan direksi, kualitas audit, dan konservatisme akuntansi (independen).

a. Jenis penelitian: Kuantitatif.

b.Sumber data: Data sekunder.

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) komposisi kepemilikan saham institusional tidak berpengaruh terhadap praktek penghindaran pajak, 2) ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak, 3) kualitas audit tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak. Dan konservatisme akuntansi tidak berpengaruh terhadap

penghindaran pajak. 3. Rahmi Fadhilah,

Pengaruh Good

Corporate Governance terhadap Tax Avoidance (studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

a.Sampel: Sebanyak 55 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. b.Variabel lain:

kualitas audit (independen).

a. Metode analisis: Regresi linear berganda. b. Jenis penelitian:

Kuantitatif.

c. Sumber data: Data sekunder.

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa proporsi kepemilikan

institusional tidak berpengaruh terhadap tax avoidance, proporsi


(48)

Tabel 2.1. (Lanjutan)

No. Peneliti/Judul/Sumber Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian

2009-2011) Dewan komisaris independen

tidak berpengaruh terhadap tax avoidance, komite audit

berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance, dan kualitas audit berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap tax

avoidance pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2011.

4. I Gede Hendy

Darmawan dan I Made Sukartha, Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Leverage, Return On Assets, dan Ukuran Perusahaan Pada Penghindaran Pajak, E-Jurnal

Akuntansi Universitas Udayana, 9.1. (2014): 143-161.

a. Sampel: Sebanyak 460 perusahaan yang terdaftar di BEI. b. Variabel lain:

Leverage, Return On Assets, dan Ukuran Perusahaan

(independen).

a. Metode analisis: Regresi Linear Berganda. b. Jenis penelitian:

Kuantitatif. c. Sumber data:

Data sekunder.

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa corporate governance

berpengaruh pada penghindaran pajak. Leverage tidak

berpengaruh pada penghindaran pajak. ROA berpengaruh pada penghindaran pajak. Dan ukuran perusahaan berpengaruh pada penghindaran pajak.

5. Tommy Kurniasih dan Maria M. Ratna Sari, Pengaruh Return On Asset, Leverage,

Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Kompensasi Rugi Fiskal Pada Tax Avoidance, Buletin Studi Ekonomi, Volume 18, No.1, Februari 2013

a. Sampel: Sebanyak 288 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2007-2010. b. Variabel lain: Return

On Asset, Leverage, Ukuran Perusahaan, Kompensasi Rugi Fiskal.

a.Metode analisis: Regresi Linear Berganda. b.Jenis penelitian:

Kuantitatif.

c.Sumber data: Data sekunder.

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa corporate governance dan Leverage tidak berpengaruh signifikan secara parsial

terhadap Tax Avoidance. ROA, ukuran perusahaan, dan

Kompensasi Rugi Fiskal berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Tax Avoidance. 6 Robert Jao, Corporate

governance, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap Manajemen Laba Perusahaan manufaktur Indonesia, Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 8/No.

a. Sampel: Sebanyak 112. perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2006-2009. b. Variabel lain:

Ukuran Perusahaan, Leverage,

Manajemen Laba.

a.Metode analisis: Regresi Linear Berganda. b.Jenis penelitian:

Kuantitatif.

c.Sumber data: Data sekunder.

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Pelaksanaan Corporate Governace melalui kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris independen, dan jumlah pertemuan komite audit mempunyai pengaruh positif


(49)

Tabel 2.1. (Lanjutan)

No. Peneliti/Judul/Sumber Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian

1/November 2011: 1-94

Signifikan terhadap manajemen laba, disisi lain kepimilikan institutional dan ukuran dewan komisaris mempunyai pengaruh positif terhadap manajemen laba, 2) ukuran perusahaan

mempunyai hubungan negative signifikan terhadap manajemen laba, 3) leverage tidak

mempunyai pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 7 Okta S. Hartadinata,

Analisis pengaruh kepemlikian manajerial, kebijakan hutang, dan ukuran perusahaan terhadap Tax Aggressive pada

perusahaan manufaktur di BEI tahun 2008-2010

a. Sampel: 222 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, periode tahun 2008-2010

b. Variabel lain: kebijakan hutang, ukuran perusahaan

a.Metode Analisis: Regresi Linear Berganda b.Jenis penelitian

kuantitatif.

c.Sumber data: data sekunder

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang signifikan dari kepemilikan manajerial, kebijakan hutang tidak

berpengaruh secara signifikan, sedanglan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan. 8 Utkir Kholbadalov,

Hubungan

penghindaran pajak perusahaan,

biaya hutang dan kepemilikan institusional: bukti dari Malaysia, Atlantic Review of Economics, 2st Volume 2012.

a. Sampel: Perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia. b. Variabel lain: biaya

hutang (independen).

a. Metode analisis: Regresi Linear Berganda. b.Jenis penelitian:

Kuantitatif.

c.Sumber data: Data sekunder.

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang signifikan dari kepemilikan institusional pada hubungan ini, yang berarti bahwa tingkat kelembagaan kepemilikan tidak berdampak pada hubungan antara

penghindaran pajak dan biaya utang, tanpa

kepemilikan institusional tingkat tinggi atau rendah.


(50)

D. Keterkaitan Antar Variabel

1. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Tax Avoidance

Menurut Fadhillah (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang diduga menjadi alasan mengapa besarnya kepemilikan insititusional tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Pertama, kepemilikan insititusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi diluar kepemilikan saham dewan komisaris perusahaan, dimana pemilik institusional ikut serta dalam pengawasan dan pengelolaan perusahaan namun demikian bisa saja pemilik institusional mempercayakan pengawasan dan pengelolaan perusahaan kepada dewan komisaris karena itu merupakan tugas mereka sehingga ada atau tidaknya kepemilikan institusional tetap saja tax avoidance terjadi.

Kedua, kepemilikan institusional berpikir untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka terutama pada keuntungan atau laba yang akan mereka peroleh pada perusahaan sehingga semua kegiatan yang akan merugikan perusahaan termasuk adanya pajak agresif yang akan dilakukan perusahaan, jika kegiatan itu menguntungkan bagi kesejahteraan pemilik instituional maka mereka akan tetap mendukung setiap kegiatan atau kebijakan yang akan dilakukan perusahaan sehingga besar atau kecilnya kepemilikan institusional tidak akan mempengaruhi tindakan tax avoidance.

Ketiga, pemilik institusional kurang peduli dengan citra perusahaan asalkan itu bisa memaksimalkan kesejahteraan mereka walaupun adanya perilaku manajer dalam hal mengambil suatu keputusan terutama dalam hal pajak yaitu tindakan tax avoidance.


(51)

Hal ini sesuai juga dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Annisa dan Kurniasih (2012), menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

H1: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.

2. Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Tax Avoidance Menurut Annisa dan Kurniasih (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa semakin besar prosentase dewan komisaris independen yang berasal dari luar perusahaan menuntut manajemen bekerja lebih efektif dalam pengawasan dan pengendalian pengelolaan perusahaan oleh direksi dan manajer, sehingga keberadaan mereka tidak hanya menjadi simbol semata. Hasilnya kenaikan prosentase dewan komisaris independen terhadap jumlah dewan komisaris secara keseluruhan tidak signifikan mempengaruhi kebijakan tax avoidance yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Penelitian Antonia (2008) menunjukkan bahwa dewan komisaris independen yang merupakan bagian dari komisaris perseroan tidak melakukan fungsi pengawasan secara baik terhadap manajemen. Hasil penelitian Widyaningdyah (2002) dalam Antonia (2008) juga yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak signifikan mempengaruhi manajemen laba, sehingga adanya manipulasi dalam


(52)

menyajikan laporan keuangan yang mungkin dilakukan manajemen tidak dapat dikendalikan oleh jumlah anggota dewan komisaris independen yang semakin besar. Hal ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan aktivitas manipulasi laba dan nantinya akan menguntungkan perusahaan dalam hal perpajakan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komisaris independen akan memaksimalkan kinerja dewan komisaris dalam tugasnya melakukan pengawasan terhadap usaha memaksimalkan laba perusahaan, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

H2: Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Tax Avoidance

Pemegang saham terbesar merepresentasikan kelompok yang memegang kekuatan dalam voting di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan memiliki perusahaan, namun tidak mengelola perusahaan. Semakin tinggi persentase pemegang saham terbesar menunjukkan bahwa pemegang saham memiliki pengaruh yang lebih besar untuk menentukan kebijakan perusahaan dan dapat memastikan kebijakan tersebut dapat menguntungkan mereka (Timothy : 2010).

Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan meningkatkan kepemilikan manajerial akan menyelaraskan atau menyatukan kepentingan manajer dengan pemegang saham sehingga mengurangi perilaku oportunistik. Manajer akan ikut merasakan manfaat dari keputusan yang diambil dan


(53)

ikut menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah (Jao : 2011).

Semakin besar proporsi kepemilikan oleh manajerial, dikatakan bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan tersebut kuat. Konsentrasi kepemilikan yang kuat menandakan semakin baiknya tata kelola perusahaan, sebab semakin besarnya kekuatan pemilik untuk mengontrol manajer dalam pembuatan keputusan. Pemegang saham terbesar dapat digunakan secara optimal sebagai salah satu mekanisme pengonrol masalah agensi, dan meningkatkan kinerja perusahaan (Timothy, 2010).

Semakin besar proporsi kepemilikan oleh manajerial, dikatakan bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan tersebut lemah, dan tata kelola lebih baik. Karena dengan banyak insentif, mereka menjadi memperhatikan kebijakan strategis perusahaan dan termotivasi mengontrol pekerjaannya. Perusahaan dengan struktur kepemilikan yang tidak terlalu tersebar tidak memiliki masalah dalam profitabilitasnya. Motivasi para manajerial dalam mendapatkan laba yang sebesar-besarnya, menjadikan strategi pajak yang diambil agresif. Maka dengan semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan, penghindaran pajak perusahaan akan semakin rendah (Timothy, 2010). Peningkatan kepemilikan manajerial digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan (Jensen et al., 1992). Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham.


(54)

Peningkatan persentase kepemilikan tersebut membuat manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, apabila persentase kepemilikan manajerial kecil maka manajer hanya terfokus pada pengembangan kapasitas atau ukuran perusahaan. Hal ini tidak lain karena manajer yang juga memiliki kepemilikan saham cenderung mempertimbangkan kelangsungan usahanya sehingga tidak akan menghendaki usahanya diperiksa terkait permasalahan perpajakan sehingga tidak akan agresif dalam kebijakan perpajakannya (Hartadinata, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:

H3: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

4. Pengaruh Komite Audit terhadap Tax Avoidance

Menurut Fadhilah (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap tax avoidance perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sriwedari (2009) yang menyatakan bahwa keberadaan komite audit yang fungsinya untuk meningkatkan integritas yang kredibilitas pelaporan keuangan agar dapat berjalan dengan baik.

Beberapa alasan komite audit perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance yaitu: pertama, jika semakin sedikit komite audit


(55)

yang dimiliki oleh perusahaan maka pengendalian kebijakan keuangan yang dilakukan oleh komite audit sangat minim sehingga akan meningkatkan tindakan manajemen dalam melakukan pajak agresif, begitu juga apabila semakin banyak jumlah komite audit dalam perusahaan maka pengendalian kebijakan keuanganpun akan sangat ketat sehingga akan mengurangi tindakan manajemen dalam tax avoidance. Kedua, kredibilitas perusahaan yang memiliki komite audit yang sedikit atau kurang dari yang ditetapkan BEI akan mempengaruhi integritas dan kredibilitas keuangan perusahaan bisa saja pajak agresif atau tax avoidance dapat dilakukan dengan mudah oleh perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komite audit memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

H4: Komite audit berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. 5. Pengaruh Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris Independen,

Kepemilikan Manajerial, dan Komite Audit terhadap Tax Avoidance Menurut Fadhillah (2014), Annisa dan Kurniasih (2012), dan Antonia (2008), menyatakan bahwa secara keseluruhan corporate governance berpengaruh pada penghindaran pajak. Pemilik institusional yang peduli dengan citra perusahaan itu bisa memaksimalkan kesejahteraan mereka walaupun adanya perilaku manajer dalam hal mengambil suatu keputusan terutama dalam hal pajak yaitu tindakan tax avoidance. Proporsi dewan komisaris independen tidak signifikan mempengaruhi manajemen


(56)

laba, sehingga adanya manipulasi dalam menyajikan laporan keuangan yang mungkin dilakukan manajemen tidak dapat dikendalikan oleh jumlah anggota dewan komisaris independen yang semakin besar.

Perusahaan dengan struktur kepemilikan yang tidak terlalu tersebar tidak memiliki masalah dalam profitabilitasnya. Motivasi para manajerial dalam mendapatkan laba yang sebesar-besarnya, menjadikan strategi pajak yang diambil agresif. Maka dengan semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan, penghindaran pajak perusahaan akan semakin rendah. Dan perusahaan yang memiliki komite audit yang sedikit atau kurang dari yang ditetapkan BEI akan mempengaruhi integritas dan kredibilitas keuangan perusahaan bisa saja pajak agresif atau tax avoidance dapat dilakukan dengan mudah oleh perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

H5: Kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.


(57)

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diindentifikasi sebagai masalah (Sugiyono, 2012). Berdasarkan telaah pustaka dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, dikembangkan model sebagai kerangka pikir teoritis dari penelitian ini seperti pada gambar di bawah ini:

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TAX AVOIDANCE

(Studi Empiris Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2009-2013)

Kepemilikan Institusional (X1)

Tax Avoidance (Y)

Dewan Komisaris Independen (X2)

Kepemilikan Manajerial (X3)

Komite Audit (X4)

Variabel Independen Variabel Dependen

Uji Asumsi Klasik: 1. Uji Normalitas 2. Uji Multikolinearitas 3. Uji Heteroskedastisitas 4. Uji Autokorelasi

Uji Hipotesis: 1. Uji t 2. Uji F

3. Uji Koefisien Determinasi (R2 )

Interpretasi & analisis pembahasan

Kesimpulan, implikasi dan saran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memilih BEI sebagai tempat melakukan observasi. Jadi penelitian yang dilakukan adalah observasi tidak langsung berupa data sekunder dengan menggunakan data yang ada pada situs www.idx.co.id. Untuk menganalisis permasalahan yang ada, penulis mendata laporan keuangan dari perusahaan perbankan.

B. Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh penulis adalah pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling). Metode judgment sampling atau purposive pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata (Hamid, 2012).

Judgment sampling yaitu teknik sampling yang satuan samplingnya dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling yang memiliki karakteristik atau kriteria yang dikehendaki dalam pengambilan sampel. Perusahaan perbankan dipilih dengan pertimbangan agar data yang didapatkan homogen sehingga menggambarkan kekhususan hasil pada satu jenis perusahaan

Bisa disimpulkan bahwa peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu, jadi sampel tidak diambil secara acak, tapi ditentukan sendiri oleh peneliti.


(59)

Adapun alasan atau kriteria pertimbangan dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2009-2013.

2. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan selama tahun 2009-2013.

3. Perusahaan sampel mempunyai data yang lebih lengkap sesuai dengan yang dibutuhkan untuk penelitan ini.

4. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan yang dinyatakan dalam rupiah dan berakhir pada tanggal 31 Desember selama periode pengamatan tahun 2009-2013.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu data diperoleh dari beberapa literatur yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, penelusuran data ini dilakukan dengan cara:

1. Penelusuran secara manual untuk data dalam format kertas hasil cetakan. Data yang disajikan dalam format kertas hasil cetakan antara lain berupa jurnal, buku, dan tesis.

2. Penelusuran dengan menggunakan komputer untuk data dalam format elektronik. Data yang disajikan dalam format elektronik ini antara lain berupa catalog perpustakaan, laporan-laporan BEI, dan situs internet.


(60)

D. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan riset kausal. Riset kausal merupakan riset yang memiliki tujuan utama membuktikan hubungan sebab akibat atau hubungan mempengaruhi dan dipengaruhi dari variabel-variabel yang diteliti (Istijanto, 2009).

1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011). Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat dengan beberapa cara, diantaranya yaitu dengan melihat kurva normal P-Plot. Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal.

b. Uji Multikolinieritas

Menurut Ghozali (2011) Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independent. Jika variabel independent saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independent yang nilai korelasi antar sesama variabel independent sama dengan nol. Untuk


(61)

mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:

1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independent banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependent. 2) Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independent. Jika

antar variabel ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independent tidak berarti bebas dari multikolinieritas. Multikolinieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independent.

3) Multikolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independent manakah yang dijelaskan oleh variabel independent lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independent menjadi variabel dependent (terikat) dan diregres terhadap variabel independent lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independent yang terpilih jika dijelaskan oleh variabel independent lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.


(62)

Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolinieritas yang masih dapat ditolerir. Sebagai misal nilai tolerance = 0.10 sama dengan tingkat kolonieritas 0.95. Walaupun multikolinieritas dapat dideteksi dengan nilai tolerance dan VIF, tetapi kita masih tetap tidak mengetahui variabel-variabel independent mana sajakah yang saling berkolerasi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2011) Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homokedastisitas atau tidak terjadi Heterokedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi heterokedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang, besar).

Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah dengan cara melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependent) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah


(63)

di-studentized. Dengan analisis jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara residual (anggota) pada serangkaian observasi tertentu dalam suatu periode tertentu. Dalam model regresi linear berganda juga harus bebas dari autokorelasi. Ada berbagai metode yang digunakan untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi. Dalam penelitian ini digunakan metode uji Durbin Watson. Menurut Durbin Watson, besarnya koefisien Durbin Witson adalah antara 0-4. Kalau koefisien Durbin Witson sekitar 2, maka dapat dikatakan tidak ada korelasi, kalau besarnya mendekati 0, maka terdapat autokorelasi positif dan jika besarnya mendekati 4, maka terdapat autokorelasi negatif. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan metode Durbin Witson. (DW-test). Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : Tidak ada autokorelasi (r = 0)


(64)

Tabel 3.1.

Pengambilan keputusan ada dan tidaknya autokorelasi

Hipotesis Nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du Tidak ada korelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4 Tidak ada korelasi negatif No decision 4 – du ≤ d ≤ 4 - dl Tidak ada autokorelasi positif atau

negatif

Tidak ditolak Du < d ≤ 4 - du Sumber: Ghozali (2011)

2. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi berganda adalah alat untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat, yang bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atau lebih variabel bebas (Nugroho, 2005). Rumus regresi linier berganda:

Dimana:

Y = Tax Avoidance

a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan)

b 1 = Koefisien regresi kepemilikan institusional

X1 = Kepemilikan institusional

b2 = Koefisien regresi dewan komisaris independen

X2 = Dewan komisaris independen

b3 = Koefisien regresi kepemilikan manajerial

X3 = Kepemilikan manajerial

b4 = Koefisien regresi komite audit

X4 = Komite audit

e = Standar eror

a. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independent menjelaskan variabel


(1)

Lampiran 3: Data Kepemilikan Manajerial Periode Penelitian 2009-2013

No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 BBNI 23% 23% 23% 20% 20% 2 MAYA 42% 15% 18% 24% 24% 3 BMRI 20% 10% 10% 19% 19% 4 MEGA 15% 6% 6% 10% 10% 5 BBRI 24% 24% 24% 20% 20%

6 PNBN 2% 2% 2% 5% 10%

7 BBTN 54% 54% 54% 40% 40% 8 BNII 20% 20% 20% 15% 15% 9 AGRO 39% 46% 47% 40% 40% 10 BBNP 49% 49% 49% 35% 35% 11 INPC 42% 42% 42% 37% 37% 12 BNLI 14% 14% 14% 20% 20% 13 BBCA 24% 24% 24% 20% 20% 14 BSIM 15% 15% 15% 17% 17% 15 BNGA 12% 12% 12% 15% 15% 16 BTPN 30% 30% 30% 32% 33% 17 BDMN 22% 30% 30% 33% 35% 18 MCOR 14% 15% 15% 16% 20% 19 SDRA 35% 35% 35% 34% 30% 20 BBKP 25% 25% 25% 30% 30%


(2)

90 Lampiran 4: Data Komite Audit Periode Penelitian 2009-2013

No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 BBNI 0,5 0,67 0,67 0,5 0,67 2 MAYA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 3 BMRI 0,5 0,67 0,67 0,5 0,67 4 MEGA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 5 BBRI 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 6 PNBN 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 7 BBTN 0,67 0,67 0,67 0,33 0,67 8 BNII 0,67 0,67 0,67 0,67 0,4 9 AGRO 0,33 0,67 0,67 0,67 0,67 10 BBNP 0,67 0,4 0,4 0,67 0,67 11 INPC 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 12 BNLI 0,67 0,67 0,67 0,5 0,5 13 BBCA 0,33 0,33 0,33 0,67 0,67 14 BSIM 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 15 BNGA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 16 BTPN 0,67 0,67 0,5 0,67 0,67 17 BDMN 0,67 0,67 0,67 0,5 0,67 18 MCOR 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 19 SDRA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 20 BBKP 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67


(3)

Lampiran 5: Data Tax Avoidance Periode Penelitian 2009-2013

No. Kode 2009 2010 2011 2012 2013 1 BBNI 4,30% 3,19% 3,20% 3,45% 2,57% 2 MAYA 4,53% 3,26% 3,28% 3,31% 2,67% 3 BMRI 4,97% 3,07% 3,14% 3,21% 2,63% 4 MEGA 5,03% 3,14% 3,21% 3,08% 2,71% 5 BBRI 5,13% 3,36% 3,52% 3,46% 3,02% 6 PNBN 4,66% 3,01% 3,30% 3,21% 3,06% 7 BBTN 4,81% 3,01% 3,37% 3,33% 3,13% 8 BNII 4,80% 3,09% 3,39% 3,34% 3,08% 9 AGRO 4,36% 2,97% 3,18% 3,20% 3,72% 10 BBNP 4,49% 3,16% 3,21% 3,18% 3,67% 11 INPC 4,28% 3,71% 2,99% 3,01% 3,60% 12 BNLI 3,46% 2,80% 2,55% 2,81% 3,60% 13 BBCA 2,89% 2,90% 3,32% 3,76% 3,71% 14 BSIM 2,92% 2,77% 3,67% 4,23% 3,74% 15 BNGA 2,74% 3,05% 3,82% 3,67% 3,82% 16 BTPN 2,63% 2,95% 3,76% 3,59% 3,80% 17 BDMN 2,60% 2,87% 3,59% 3,58% 4,49% 18 MCOR 2,68% 2,96% 3,80% 3,67% 4,28% 19 SDRA 2,64% 3,03% 3,56% 3,64% 3,46% 20 BBKP 2,64% 3,65% 3,56% 3,64% 4,23%


(4)

92 Lampiran 6: Regresi Lienar Berganda

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Komite Audit,

Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusionala . Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Tax Avoidance

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .609a .535 .371 6.06994 1.402

a. Predictors: (Constant), Komite Audit, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional

b. Dependent Variable: Tax Avoidance

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.551 4 15.638 6.258 .000a

Residual 47.409 95 2.499

Total 49.960 99

a. Predictors: (Constant), Komite Audit, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional

b. Dependent Variable: Tax Avoidance

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Correlations Collinearity Statistics B Std. Error Beta

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 3.809 1.318 .614 .541

Kepemilikan Institusional .590 1.291 .284 1.231 .221 .034 .125 .123 .188 5.331

Dewan Komisaris Independen .669 .519 .130 1.288 .201 .147 .131 .129 .979 1.022

Kepemilikan Manajerial .117 1.307 .371 1.619 .109 .109 .164 .162 .190 5.268

Komite Audit .272 .765 .036 5.356 .023 .029 .036 .036 .971 1.029


(5)

(6)

94 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Tax Avoidance

N 100

Normal Parametersa Mean 2.9800

Std. Deviation .71038

Most Extreme Differences Absolute .329

Positive .329

Negative -.291

Kolmogorov-Smirnov Z 3.288

Asymp. Sig. (2-tailed) .236


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi : Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Tahun 2011-2013

0 78 98

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP EARNING MANAGEMENT DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI)

0 8 17

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TAX AVOIDANCE PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL YANG TERDAFTAR DI BEI

2 68 20

Analisis pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba (studi empiris perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI)

2 33 138

PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERBANKAN (Studi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode 2009 2010

1 10 165

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun 2009-2012).

0 1 14

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP EARNINGS MANAGEMENT (Studi Empiris pada Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Earnings Management (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Periode 2009-2011).

0 1 16

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance (Studi Kasus pada Sektor Properti yang Terdaftar di Bei Periode Tahun 2013-2015).

1 7 26

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2010-2013.

0 0 15

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN SEKTOR PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2012-2016

0 0 16