PELESTARIAN MEJAN SEBAGAI PENINGGALAN SEJARAH DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT.

(1)

PELESTARIAN MEJAN SEBAGAI PENINGGALAN

SEJARAH DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

Oleh:

ENDAMOIA BERUTU Nim: 3113321007

Program Studi Pendidikan Sejarah

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Berutu, Endamoia. 3113321007. Pelestarian mejan sebagai peninggalan sejarah di kabupaten Pakpak Bharat. Jurusan Pendidikan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Medan. 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sejarah, fungsi dan pelestarian mejan pada suku Pakpak di kabupaten Pakpak Bharat, bagaimana cara pelestarian mejan dan sikap masyarakat dan pemerintah Pakpak Bharat dalam melestarikan mejan. Untuk memperoleh data mengenai sejarah, fungsi dan pelestarian mejan pada suku Pakpak di kabupaten Pakpak Bharat, maka peneliti menggunakan metode Penelitian Lapangan (Field Reseach), selanjutnya untuk mendukung penelitian ini maka metode yang digunakan yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Reseach), kemudian tehnik untuk mengumpulkan data yaitu melalui instrument penelitian, observasi, dokumentasi dan wawancara. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mejan memiliki bentuk patung berupa manusia, gajah dan kuda pada umumnya. Biasanya patung manusia menunggang gajah digambarkan kepada seorang raja sedangkan patung manusia menunggang kuda adalah panglima raja. Patung-patung itu saat ini tidak ada perhatian dari masyarakat dan pemerintah. Ketidakpedulian mereka mengakibatkan mejan banyak yang rusak, hilang dan terabaikan. Pelaksanaan untuk melestarikan mejan sebagai peninggalan sejarah Pakpak dan bukti identitas mereka masih tidak terlaksana, malah mereka tidak mengerti akan arti dan fungsi mejan. Mejan merupakan mahakarya nenek moyang suku Pakpak pada zaman dahulu yang dijadikan sebagai lambang kebesaran nenek moyang mereka (suku Pakpak) yang telah mewariskan marga-marga bagi masyarakat Pakpak sejak masa lampau. Pada zaman dahulu, mejan berfungsi sebagai lambang kemashyuran atau kebesaran seorang raja atau pemimpin komunitas masyarakat, sebagai benteng pertahanan, sebagai simbol kepahlawanan, dan sebagai tanda hak ulayat atas tanah seorang raja. Selain itu, mejan juga berfungsi sebagai objek penyembahan terhadap roh-roh leluhur/ nenek moyang yang bersemayam pada mejan. Sedangkan masa sekarang ini, mejan dianggap sebagai benda/artefak peninggalan sejarah purbakala maupun warisan budaya leluhur nenek moyang suku Pakpak menunjukkan bahwa nenek moyang Pakpak pada zaman dahulu sudah mengenal pahatan dan mahir di bidang tersebut. Diharapkan partisipasi masyarakat untuk melestarikan mejan agar generasi muda Pakpak mengenal asal usul, dan bagaimana sejarah nenek moyang mereka.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena telah memberikan rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis akhirnya dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “Pelestarian Mejan sebagai Peninggalan Sejarah di Kabupaten Pakpak Bharat”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan memberikan motivasi, dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

 Kepada Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M. Si, selaku Rektor di Universitas Negeri Medan (UNIMED)

 Kepada Dr. Restu, MS, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS)

 Kepada Dra. Flores Tanjung, MA, selaku ketua Jurusan pendidikan sejarah dan dosen Pembimbing Skripsi yang selalu membantu dan memberi motivasi penulis mulai rencana penelitian hingga penyelesaikan skripsi ini.

 Kepada Drs. Yushar Tanjung, M. Si, selaku sekretaris jurusan pendidikan sejarah yang selalu membantu dan memotivasi penulis.

 Kepada Dra. Hafnita S.D. Lubis, M. Si, selaxku dosen Pembimbing Akademik (PA) dan selaku dosen pemberi saran dan penguji yang telah


(7)

memberikan masukan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih atas kebaikan dan bimbingannya.

 Kepada Dra. Lukitaningsih, M. Hum, selaku dosen pemberi saran dan penguji yang telah memberikan masukan dan saran mulai rencana penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini.

 Kepada Bapak Pristi Suhendro, S. Hum, M. Si, selaku dosen pemberi saran dan penguji yang telah memberikan masukan dan saran mulai rencana penelitian sampai selesainya penyusunan skipsi ini.

 Kepada Bapak dan ibu staff pengajar jurusan pendidikan sejarah, yang telah memberikan bekal ilmu yang tak ternilai selama belajar di jurusan pendidikan sejarah.

 Kepada Jasman Banurea, SE, selaku Kasi Museum Purbakala dan Benda Cagar Budaya Kabupaten Pakpak Bharat, yang telah memberikan informasi.

 Kepada seluruh informan yang telah memberikan informasi, saya ucapkan terimakasih

 Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tuaku tersayang: E. Berutu dan Hotmauli Rumahorbo, S.Pd., yang telah memberikan doa, harapan, dukungan, materi sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini. Kepada kakak dan abangku Herlin Verawati Berutu, S.Pd/ Marron Bintang, Hendriadi Roberto Berutu, S.Th/ Tiarma Sidabutar, S. PAUD, Eva Hidayati Berutu, S. Si/ Pratu Salomo Solin, Sri Duinaria Berutu, S.Pd,


(8)

adikku: Sautmo Nipanta Berutu dan keponakan-keponakanku: Olivia Rohtua Bintang, Karin Bintang dan Agatha Frigia Berutu yang telah memberi doa dan semangat serta motivasi pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

 Kepada sahabat-sahabat penulis selama kuliah Sentimina Simbolon, Rohmasta Boangmanalu, dan Septi Padang Bth yang selalu menjadi tempat berbagi cerita dan berbagi kebahagiaan dan kesusahan selama kuliah dan sealu memberikan dukungan serta motivasi.

 Kepada Teman-teman Ekstensi Pendidikan Sejarah 2011 yang sangat aku cintai yang selalu bersama saat suka dan duka dan selalu memberi motivasi kepada penulis.

 Kepada Teman-teman seperjuangan stambuk 2011 REG A & B.  Kepada Adik-adik stambuk Pendidikan Sejarah 2012, 2013 dan 2014.  Terima kasih untuk teman-teman satu Kos: Nunik, Iin, K’Juni.

 Kepada teman-teman PPL-T SMA N 1 Tanah Jawa: Merry Sinurat, Aryadi Gultom, Roma Surbakti, Evi Boangmanalu, Riris Naibaho, Dimpley Sipayung, Yenni Sinaga, Tina Purba, Ira Butar Butar, Devi, Pinta Sihotang, Putri, Sahara, Januelman Purba, Amando Sipayung, Meidy Purba, Dear, Isdah Tanjung, dan Hiras Hutasoit yang selalu bersama berbagi suka dan duka dan selalu memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

 Kepada Adik-adik SMA N 1 Tanah Jawa: Dewi Manurung, Angel Sihombing, Devi Simatupang, Fitri Matondang, kelompok kecil RISEN


(9)

IDELE (Legiati Sitorus, Ike Sitompul, Denis Sinaga) dan seluruh siswa SMA Negeri 1 Tanah Jawa.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi guru sejarah dalam menambah ilmu pendidikan.

Medan, Januari 2015

Penulis

Endamoia Berutu NIM. 3113321007


(10)

DAFTAR ISI ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 7

C. Batasan Masalah 7

D. Rumusan Masalah 7

E. Tujuan Penelitian 8

F. Manfaat Penelitian 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10

A.Kerangka Konsep 10

1. Pengertian Pelestarian Mejan 10

2. Pengertian Peninggalan Sejarah 14

3. Gambaran umum Kabupaten Pakpak Bharat 15

B. Kerangka Perfikir 17

BAB III METODE PENELITIAN 20

A. Jenis Penelitian 20

B. Lokasi Penelitian 20

C. Sumber Data 21

D. Tehnik Pengumpulan Data 21

E. Instrument Penelitian 24

F. Tehnik Analisis Data 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN 27 A. Hasil Penelitian


(11)

1. Keberadaan Mejan sebagai Peninggalan sejarah 27 2. Latar belakang penyebab masyarakat tidak peduli

terhadap mejan 41

3. Cara melestarikan mejan di Pakpak Bharat 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 62

A. Kesimpulan 62

B. Saran 63

DAFTAR PUSTAKA Lampiran


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sejarah adalah cara untuk mengetahui masa lampau. Bangsa yang belum mengenal tulisan mengandalkan mitos, dan yang sudah mengenal tulisan pada umumnya mengandalkan sejarah. Sejarah adalah suatu kajian tentang aktivitas manusia pada masa lampau, baik dalam bidang politik, militer, sosial, agama, ilmu pengetahuan, dan hasil kreativitas seni. Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu, yaitu apa saja yang sudah dipikirkan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami oleh orang (Kuntowijoyo, 1995:18, 23).

Sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya memiliki hubungan timbal balik. Sejarah diuntungkan oleh ilmu-ilmu sosial, dan sebaliknya. Salah satu ilmu sosial sebagai ilmu bantu sejarah adalah Antropologi. Konsep-konsep dalam antropologi adalah simbol, sistem kepercayaan, folklore, tradisi besar, tradisi kecil dan lainnya, Kuntowijoyo (1995:120). Dalam hal ini penulis menyinggung tentang kebudayaan suku Pakpak. Menurut Koentjaraningrat (2009 :144) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Unsur-unsur kebudayaan yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian, Koentjaraningrat (2009:165).


(13)

Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan, yaitu wujudnya berupa sistem budaya, berupa sistem sosialdan berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. System religi misalnya mempunyai wujud sebagai system keyakinan, dan gagasan tentang Tuhan, dewa, roh halus, neraka, surge dan sebagainnya, tetapi mempunyai juga wujud berupa upacara, baik yang bersifat musiman maupun yang kadang kala, dan selain itu setiap sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda suci dan benda-benda religius.

Secara umum Pakpak digolongkan sebagai bagian dari suku bangsa batak, seperti halnya Toba, Simalungun, Karo dan Mandailing. Orang Pakpak dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian berdasarkan wilayah komunitas marga dan dialek bahasa yang di kenal yakni, Berutu dan Nurbani (2008: 3):

1. Pakpak Simsim, yakni orang Pakpak yang menetap dan memiliki hak ulayat di wilayah simsim. Misalnya marga Berutu, Sinamo, Padang, Solin, Banurea, Boangmanalu, Cibro, Sitakar, dll. Dalam administrasi pemerintahan Indonesia saat sekarang wilayah ini adalah kabupaten Pakpak Bharat yang dimekarkan dari kabupaten Dairi tahun 2003.

2. Pakpak Keppas, yakni orang Pakpak yang menetap dan berdialek Keppas. Misalnya marga Ujung, Bintang, Bako, Maha, dll. Dalam administrasi pemerintahan, mencakup wilayah Silima pungga-pungga, Kecamatan Tanah Pinem, kecamatan Parbuluan, dan Kecamatan Sidikalang dan lain-lain di Kabupaten Dairi.


(14)

3. Pakpak Pegagan, yakni Pakpak yang berasal dan berdialek Pegagan. Misalnya marga Lingga, Mataniari, Maibang, Manik, Siketang, dll. Dalam administrasi pemerintah, wilayah ini termasuk dalam kecamatan Sumbul, kecamatan Pegagan Hilir, dan kecamatan Tiga Lingga dan lain-lain di kabupaten Dairi.

4. Pakpak Kelasen, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Kelasen. Misalnya marga Tumangger, Siketang, Tinambunan, Anak Ampun, Kesogihen, Maharaja, Meka, Berasa dll. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, wilayah ini sejak tahun 2003 berada di kabupaten Humbang Hasundutan (Kecamatan Parlilitan dan kecamatan Pakkat) dan kabupaten Tapanuli Tengah (Kecamatan Barus).

5. Pakpak Boang, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Boang. Misalnya marga Sambo, Penarik dan Saraan. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, wilayah ini berada di wilayah Aceh Singkil.

Dari catatan-catatan dan cerita-cerita orang tua masa lalu, orang Pakpak pertama kali adalah turunan Kada dengan istrinya Lona bertempat tinggal di Pinagar , diperkirakan mereka ini berasal dari Hindia Belakang, Berutu (2003: 1). Sedangkan menurut Berutu dan Nurbani (2008:12) bahwa pertama orang Pakpak berasal dari India yakni pedagang-pedagang India yang menetap di Barus, dan selanjutnya masuk kepedalaman dan beranak pinak menjadi orang Pakpak.


(15)

Namun, orang-orang Pakpak mempunyai versi sendiri tentang asal-usul jati dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut sumber-sumber tutur menyebutkan antara lain, Sinuhaji dan Hasanuddin dalam Soedewo (2009: 9): Keberadaan orang-orang Simbelo, Simbacang, Siratak, dan Purbaji yang dianggap telah mendiami daerah Pakpak sebelum kedatangan orang-orang Pakpak, Penduduk awal daerah Pakpak adalah orang-orang yang bernama Simargaru, Simorgarorgar, Sirumumpur, Silimbiu, Similang-ilang, dan Purbaji. Dalam lapiken/laklak (buku berbahan kulit kayu) disebutkan penduduk pertama daerah Pakpak adalah pendatang dari India yang memakai rakit kayu besar yang terdampar di Barus.

Ada beberapa versi atau sumber mengenai asal-usul Pakpak yang hingga sekarang belum ditemukan bukti yang autentik dan pasti. Menurut Tanjung (2011:18), kata ‘Pakpak’ dalam bahasa Pakpak bermakna tinggi. Bisa jadi karena berdiam di dataran tinggi atau pegunungan maka masyarakatnya dirujuk sebagai orang Pakpak. Sejauh ini hasil telusuran berdasarkan asal-usul kata (etimologi) ada juga tafsir ‘pakpak’ versi lain. Ada yang mengatakan kata ini berasal dari

‘wakwak’, sebutan untuk kawasan ini oleh warga negeri Abunawas (Irak sekarang) zaman baheula. Sedangkan menurut Siahaan dalam Soedewo (2009: 10): kata ‘pakpak’ berasal dari suara atau bunyi yang dihasilkan oleh orang yang sedang menebang dan membelah kayu dengan kapak di hutan sehingga menghasilkan bunyi “pak, pak, pak”. Menurut Berutu (2013: 45) mengapa disebut Pakpak? Ada beberapa alasannya yaitu:


(16)

1. Dari segi teori akar kata “Pak”. Dari akar kata pak dapat dibentuk kata-kata melalui: tambahan pada awal, contoh: kur-pak, ka-pak, dll. Tambahan pada akhir, contoh: pak-sa, pak-puk, dll. Duplikasi atau dilakukan perulangan akar kata seperti: pak-pak, puk-pak.

2. Bahasa daerah Toba, Pakpak artinya diatas kepala.

3. Pekerjaan dan kebiasaan yang bertempat tinggal di daerah itu menggunakan alat-alat yang dimiliki seperti parang, kampak, dll.

Pengaruh peradaban luar pertama yang menyentuh kebudayaan etnis Pakpak adalah peradaban yang berasal dari India yang berupa sistem religi. Setelah masuknya sistem religi tersebut di tanah Pakpak, masyarakatnya menyakini bahwa alam raya ini diatur oleh Tritunggal Daya Adikodrata yang terdiri dari Batara Guru, Tunggul Ni Kuta, dan Boraspati Ni Tanoh, Siahaan dalam Soedewo (2009: 60). Nama Boraspati dan Batara Guru jelas merupakan adopsi dari bahasa Sansekerta yang disesuaikan dengan pelafalan setempat. Kata Boraspati merupakan adopsi dari kata Wrhaspati yang berarti nama/sebutan purohita (utama/pertama) bagi para dewa. Penyebutan Batara Guru dalam mantra sebelum api dinyalakan dalam upacara menuntung tulan jelas merupakan adopsi dari kepercayaan Hindu yang berkenaan dengan salah satu perwujudan dari dewa Siwa yakni sebagai Agastya (Batara Guru).

Menurut Maibang (2009: 91) masyarakat Pakpak dulunya percaya terhadap Debata Guru/Batara guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak ‘Situmempa’ nasa si lot, artinya yang menciptakan segala yang ada di dunia ini.


(17)

Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen, agama yang berkembang di kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat adalah pengaruh Hindhuisme/Buddhaisme. Hal ini tampak dari tinggalan artefak seperti mejan, pertulanen, dan pangulubalang yang menyerupai arca sebagai produk kreativitas pengaruh agama Hindhu dan Buddha.

Mejan merupakan batu yang dipahat dan diukir menjadi berbagai macam bentuk mulai dari manusia hingga binatang. Dari buku yang dikeluarkan dari dinas pariwisata Kabupaten Pakpak Bharat, tidak ada informasi perkiraan usia mejan yang banyak ditemukan dikawasan tersebut, tetapi ada cerita yang beredar yang mengatakan mejan Pakpak diperkirakan berasal dari abad keempat hingga ketujuh masehi. Sejauh ini ada 22 lokasi mejan di Pakpak Bharat, yang sebagian dalam keadaan rusak dan hilang dicuri pemburu artefak, Febriane (2014:14).

Pengamatan pada mejan-mejan yang telah diobservasi, banyak kondisi dari mejan-mejan tersebut ditemukan sudah tidak dalam keadaan utuh lagi. Rasa ingin melestarikan mejan itu tidak dikembangkan oleh masyarakat Pakpak Bharat, melihat keadaan mejan yang merupakan peninggalan sejarah yang mestinya sebagai bukti identitas mereka tidak terawat lagi. Menurut penulis ini disebabkan tidak adanya pengenalan oleh para tetua dan pemerintah kepada generasi muda Pakpak yang terdapat di Pakpak Bharat. Mereka tidak menjunjung tinggi peninggalan budaya mereka. Bertitik tolak dari uraian diatas, peneliti merasa tertarik dan bermaksud melakukan penelitian yang berjudul :Pelestarian Mejan Sebagai Peninggalan Sejarah di Kabupaten Pakpak Bharat”.


(18)

B.Indentifikasi Masalah

Untuk memperjelas masalah yang akan diteliti serta memberi arah sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian ini, maka indentifikasi masalah perlu dirumuskan. Adapun yang menjadi indentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Keberadaan mejan kurang mendapat perhatian

2. Mayoritas generasi muda Pakpak tidak tahu makna mejan di Kabupaten Pakpak Bharat

3. Pelestarian mejan sebagai peninggalan sejarah di kabupaten Pakpak Bharat C.Batasan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah diatas, maka penelitian ini dibatasi agar lebih terpusat dan tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah penelitian mengenai “Pelestarian mejan sebagai peninggalan sejarah di kabupaten Pakpak Bharat”.

D.Rumusan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan ini dapat mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan, penulis merasa perlu merumuskan masalah untuk memperoleh jawaban terhadap masalah dan penelitian ini terarah dengan baik. Dengan demikian sebagi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:


(19)

2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan masyarakat tidak peduli terhadap mejan?

3. Bagaimana sikap masyarakat dan cara melestarikan mejan di kalangan masyarakat Pakpak Bharat?

E.Tujuan Penelitian

Penentuan tujuan penelitian merupakan hal yang sangat mendasar sehingga kegiatan penelitian dilakukan akan lebih terarah dan akan memberikan gambaran terhadap penelitian yang akan dilakukan. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui keberadaan mejan sebagai peninggalan sejarah di Pakpak Bharat

2. Untuk mengetahui latar belakang ketidakpedulian masyarakat Pakpak Bharat khususnya generasi muda terhadap mejan.

3. Untuk mengetahui sikap yang perlu diambil dalam pelestarian mejan. F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian sering di indentifikasi dengan tujuan penelitian, oleh sebab itu perlu dijelaskan manfaat penelitian dari penulisan ini adalah:

1. Memberikan pengetahuan dan masukan bagi peneliti sendiri sebagi masyarkat Pakpak.

2. Sebagai bahan untuk meneliti keberadaan masyarakt Pakapak di dunia. 3. Sebagai bahan informasi kepada generasi muda Pakpak.


(20)

4. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti lain yang bermaksud mengadakan penelitian dalam masalah yang sama.

5. Sebagai upaya untuk melestarikan mejan di kalangan masyarakat Pakpak.

6. Menambah perbendaharaan karya ilmiah bagi lembaga pendidikan, khususnya Universitas Negeri Medan (UNIMED).


(21)

(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis mempelajari dan meneliti tentang pelestarian mejan sebagai peninggalan sejarah di kabupaten Pakpak Bharat, melalui literatur, wawancara dan observasi dan setelah itu data yang diperoleh diolah dan dianalisis, kemudian dideskripsikan maka diperoleh beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Mejan adalah istilah dalam bahasa Pakpak terhadap patung yang dulu biasa digunakan sebagai objek penyembahan dan membuat mejan membutuhkan waktu yang cukup lama, biaya yang sangat besar dan ritual-ritual yang menjadi syarat-syarat tertentu.

2. Bentuk-bentuk patung mejan yang terdapat di kabupaten Pakpak Bharat adalah mejan manusia menunggang gajah, manusia menunggang kuda, dan pertulanen.

3. Patung mejan memiliki fungsi masa lalu dan masa sekarang. Dahulu mejan befungsi sebagai lambang kemashyuran atau kebesaran seorang raja, benteng pertahanan, simbol kepahlawanan, tanda hak ulayat atas tanah seorang raja dan objek penyembahan terhadap roh-roh leluhur/ nenek moyang. Sedangkan pada masa sekarang mejan berfungsi sebagai benda/artefak peninggalan sejarah purbakala, warisan budaya leluhur nenek moyang suku Pakpak, dan menunjukkan bahwa nenek moyang Pakpak pada zaman dahulu sudah mengenal pahatan.


(23)

4. Pelestarian mejan di kabupaten Pakpak Bharat masih belum terlaksana dengan baik, dan pengetahuan masyarakat tentang arti, fungsi dan keguanaan mejan masih sangat minim.

5. Pelestarian mejan di kabupaten Pakpak Bharat dapat dilakukan dengan dengan beberapa cara seperti pembangunan museum dan pemagaran mejan atau renovasi.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas maka peneliti membuat beberapa saran sebagai berikut:

1. Pelestarian peninggalan sejarah dari setiap etnis sangat diharapkan khususnya masyarakat Pakpak, dimana peninggalan sejarah bisa dilestarikan meskipun perkembangan zaman semakin modern dan masuknya teknologi yang semakin canggih.

2. Kepada pemerintah kabupaten Pakpak Bharat diharapkan supaya meningkatkan kepedulian dan peran aktifnya melestarikan budaya dan warisan leluhur suku Pakpak, khususnya mejan, pengulubalang, dan pertulanen. Pemerintah kabupaten Pakpak Bharat sudah selayaknya membangun museum, dimana museum tersebut dikhususkan untuk tempat mejan yang merupakan aset dan ciri khas dari kabupaten Pakpak Bharat. 3. Kepada pemerintah Provinsi Sumatera Utara diharapkan ikut serta

bahu-membahu dalam melestarikan dan menjaga artefak peninggalan nenek moyang suku pakpak (mejan, pengulubalang, pertulanen) yang merupakan aset Provinsi Sumatera Utara.


(24)

4. Kepada masyarakat kabupaten Pakpak Bharat diharapkan supaya dapat bekerjasama dengan pemerintah dalam pelestarian budaya dan situs-situs peninggalan purbakala (mejan, pengulubalang, dan pertulanen), melindungi dan merawat artefak-artefak peninggalan tersebut yang merupakan ciri khas daerah kabupaten Pakpak Bharat.


(25)

DAFTAR PUSTAKA

Berutu, Lister & Nurbani Padang. 2008. Pertuturen Pakpak. Grasindo Monoratama. Medan

Berutu, Lister & Nurbani Padang. 2008. Tradisi dan Perubahan Konteks Masyarakat Pakpak. Grasindo Monoratama. Medan

Berutu, Lister & Mariana Makmur. 2013. Kebudayaan Pakpak. Rintis Prana Edisi 56 tahun ke-V/Juli 2013

Berutu, Kadim. 2003. Silsilah Berutu dan Perkembangannya. Yayasan Bina Budaya Bangsa. Medan

BPS Pakpak Bharat. 2009. Pakpak Bharat Dalam Angka 2009. Salak: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat

Cita, Lisa Engla Kade. Marlini. 2012. Pelestarian dan perawatan koleksi Di perustakaan umum kota solok. Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan Vol. 1, No. 1, September2012, Seri C 202

Febriane, Sarie. 2014. Doa di Tepi Toba, Harian Kompas, Minggu, 30 Maret 2014

Hatmoko, Adi Utomo. 2009. Museografi (Optimalisasi Museum melalui Peningkatan Kualitas Presentasi). Departemen kebudayaan dan Pariwisata. Jakarta

Karmadi, Agus Dono. Budaya lokal sebagai warisan budaya Dan upaya pelestariannya. Makalah disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, di Semarang 8 - 9 Mei 2007

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Bentang. Yogyakarta


(26)

Maibang, Ringgas. 2009. Mengenal Ethnis Pakpak Lebih Dekat (Untuk kalangan sendiri). Medan

Manik, Tindi. 2002. Kamus Pakpak-Indonesia. Bina Media. Medan

Muchamad, Bani Noor. 2004. Model pelestarian arsitektur berbasis Teknologi informasi Studi Kasus: Arsitektur Tradisional Suku Banjar. Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 32, No. 2, Desember 2004: 95-101

Ricklefs, M. C. 1989. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Ombak. Yogyakarta

Simatupang, Defri Elias. 2010. Mejan tanpa kepala di kabupaten pakpak bharat: pendekatan motivasi religi terhadap fenomena pencurian artefak megalitik. Balai Arkeologi Medan. Medan

Soedewo, Ery dkk. 2009. Situs dan Objek Arkeologi di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Dairi provinsi Sumatra Utara. Dalam Berita Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Medan

Sutiyoso, Bambang. 2001. Perlindungan hukum terhadap benda Cagar budaya koleksi museum di Daerah istimewa yogyakarta. Logika, vol. 6, no.7, desember 2001

Tanjung, Flores, dkk. 2011. Dairi Dalam Kilatan Sejarah. Perdana Publishing. Medan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. 2010. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan

Wiradnyana, Ketut. 2011. Pra Sejarah (Sumatra bagian Utara: Kontribusinya pada kebudayaan kini). Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta


(1)

(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis mempelajari dan meneliti tentang pelestarian mejan sebagai peninggalan sejarah di kabupaten Pakpak Bharat, melalui literatur, wawancara dan observasi dan setelah itu data yang diperoleh diolah dan dianalisis, kemudian dideskripsikan maka diperoleh beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Mejan adalah istilah dalam bahasa Pakpak terhadap patung yang dulu

biasa digunakan sebagai objek penyembahan dan membuat mejan membutuhkan waktu yang cukup lama, biaya yang sangat besar dan ritual-ritual yang menjadi syarat-syarat tertentu.

2. Bentuk-bentuk patung mejan yang terdapat di kabupaten Pakpak Bharat adalah mejan manusia menunggang gajah, manusia menunggang kuda, dan pertulanen.

3. Patung mejan memiliki fungsi masa lalu dan masa sekarang. Dahulu mejan befungsi sebagai lambang kemashyuran atau kebesaran seorang raja, benteng pertahanan, simbol kepahlawanan, tanda hak ulayat atas tanah seorang raja dan objek penyembahan terhadap roh-roh leluhur/ nenek moyang. Sedangkan pada masa sekarang mejan berfungsi sebagai benda/artefak peninggalan sejarah purbakala, warisan budaya leluhur nenek moyang suku Pakpak, dan menunjukkan bahwa nenek moyang Pakpak pada zaman dahulu sudah mengenal pahatan.


(3)

4. Pelestarian mejan di kabupaten Pakpak Bharat masih belum terlaksana dengan baik, dan pengetahuan masyarakat tentang arti, fungsi dan keguanaan mejan masih sangat minim.

5. Pelestarian mejan di kabupaten Pakpak Bharat dapat dilakukan dengan dengan beberapa cara seperti pembangunan museum dan pemagaran mejan atau renovasi.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas maka peneliti membuat beberapa saran sebagai berikut:

1. Pelestarian peninggalan sejarah dari setiap etnis sangat diharapkan khususnya masyarakat Pakpak, dimana peninggalan sejarah bisa dilestarikan meskipun perkembangan zaman semakin modern dan masuknya teknologi yang semakin canggih.

2. Kepada pemerintah kabupaten Pakpak Bharat diharapkan supaya meningkatkan kepedulian dan peran aktifnya melestarikan budaya dan warisan leluhur suku Pakpak, khususnya mejan, pengulubalang, dan pertulanen. Pemerintah kabupaten Pakpak Bharat sudah selayaknya membangun museum, dimana museum tersebut dikhususkan untuk tempat mejan yang merupakan aset dan ciri khas dari kabupaten Pakpak Bharat. 3. Kepada pemerintah Provinsi Sumatera Utara diharapkan ikut serta

bahu-membahu dalam melestarikan dan menjaga artefak peninggalan nenek moyang suku pakpak (mejan, pengulubalang, pertulanen) yang merupakan aset Provinsi Sumatera Utara.


(4)

4. Kepada masyarakat kabupaten Pakpak Bharat diharapkan supaya dapat bekerjasama dengan pemerintah dalam pelestarian budaya dan situs-situs peninggalan purbakala (mejan, pengulubalang, dan pertulanen), melindungi dan merawat artefak-artefak peninggalan tersebut yang merupakan ciri khas daerah kabupaten Pakpak Bharat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Berutu, Lister & Nurbani Padang. 2008. Pertuturen Pakpak. Grasindo Monoratama. Medan

Berutu, Lister & Nurbani Padang. 2008. Tradisi dan Perubahan Konteks Masyarakat Pakpak. Grasindo Monoratama. Medan

Berutu, Lister & Mariana Makmur. 2013. Kebudayaan Pakpak. Rintis Prana Edisi

56 tahun ke-V/Juli 2013

Berutu, Kadim. 2003. Silsilah Berutu dan Perkembangannya. Yayasan Bina Budaya Bangsa. Medan

BPS Pakpak Bharat. 2009. Pakpak Bharat Dalam Angka 2009. Salak: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat

Cita, Lisa Engla Kade. Marlini. 2012. Pelestarian dan perawatan koleksi Di perustakaan umum kota solok. Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan Vol. 1, No. 1, September2012, Seri C 202

Febriane, Sarie. 2014. Doa di Tepi Toba, Harian Kompas, Minggu, 30 Maret 2014

Hatmoko, Adi Utomo. 2009. Museografi (Optimalisasi Museum melalui Peningkatan Kualitas Presentasi). Departemen kebudayaan dan Pariwisata. Jakarta

Karmadi, Agus Dono. Budaya lokal sebagai warisan budaya Dan upaya pelestariannya. Makalah disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, di Semarang 8 - 9 Mei 2007 Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Bentang. Yogyakarta


(6)

Maibang, Ringgas. 2009. Mengenal Ethnis Pakpak Lebih Dekat (Untuk kalangan sendiri). Medan

Manik, Tindi. 2002. Kamus Pakpak-Indonesia. Bina Media. Medan

Muchamad, Bani Noor. 2004. Model pelestarian arsitektur berbasis Teknologi informasi Studi Kasus: Arsitektur Tradisional Suku Banjar. Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 32, No. 2, Desember 2004: 95-101

Ricklefs, M. C. 1989. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Ombak. Yogyakarta

Simatupang, Defri Elias. 2010. Mejan tanpa kepala di kabupaten pakpak bharat: pendekatan motivasi religi terhadap fenomena pencurian artefak megalitik. Balai Arkeologi Medan. Medan

Soedewo, Ery dkk. 2009. Situs dan Objek Arkeologi di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Dairi provinsi Sumatra Utara. Dalam Berita Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Medan

Sutiyoso, Bambang. 2001. Perlindungan hukum terhadap benda Cagar budaya koleksi museum di Daerah istimewa yogyakarta. Logika, vol. 6, no.7, desember 2001

Tanjung, Flores, dkk. 2011. Dairi Dalam Kilatan Sejarah. Perdana Publishing. Medan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. 2010. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan

Wiradnyana, Ketut. 2011. Pra Sejarah (Sumatra bagian Utara: Kontribusinya pada kebudayaan kini). Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta