Potensi Lahan dan Komoditas

5.1.3 Potensi Lahan dan Komoditas

Lahan gambut bisa produktif bila tanahnya berliat dan tidak terlalu masam atau ketebalan gambutnya tipis (<50cm), atau bila tanah gambut tersebut mendapat aliran air yang kaya akan basa-basa. Lahan gambut yang mempunyai potensi terbaik untuk pengembangan pertanian, adalah gambut ”Valley peats”. Gambut valley peat mempunyai potensi lebih baik jika dibandingkan dengan gambut basin peats karena valey peat umumnya berupa gambut topogen yang sudah melapuk bahan organiknya dan diklasifikasi sebagai Troposaprists atau Tropohemists. Pada wilayah kubah gambut, pada pinggiran kubah (fringes), terdapat gambut topogen dangkal sampai sedang yang sering mengandung sisipan-sisipan lapisan tanah mineral yang terbentuk oleh pengaruh luapan/banjir air sungai dan air tanah. Pinggiran kubah gambut dengan ketebalan gambut sedang (1-

2 meter), masih berpotensi untuk dikembangkan menjadi areal pertanian. Semakin tebal gambut, semakin kurang potensinya untuk pertanian.

Gambut sangat dalam (lebih dari 3 meter) umumnya miskin hara dan menjadi bahan perdebatan pemanfaatannya yang terbaik. Namun

66 4 Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon

di Sumatera dan Kalimantan

Bab 5. Pengelolaan Lahan Rawa Gambut

umumnya cenderung tidak dibuka atau tidak dimanfaatkan untuk pertanian, karena permasalahan yang cukup berat dalam pengelolaan dan mempertahankan produktivitas lahannya (Subagjo, 1997).

Potensi lahan gambut untuk pertanian selain dipengaruhi oleh faktor kesuburan alami gambut juga sangat ditentukan oleh tingkat manajemen usaha tani yang akan diterapkan. Produktivitas usaha tani lahan gambut pada tingkat petani, yang umumnya mempunyai tingkat kelola rendah (low inputs) sampai sedang (medium inputs), akan berbeda dengan produktivitas lahan gambut dengan tingkat manajemen tinggi (high inputs) yang diterapkan oleh swasta atau perusahaan besar. Potensi penggunaan lahan rawa (gambut) disajikan pada Gambar 10.

Driessen dan Sudewo (1975) melaporkan bahwa terdapat 106 jenis tanaman dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada tanah bergambut (peaty soils), gambut dangkal (0,5-1 meter) sampai gambut dalam (lebih dari 2 meter) baik di Indonesia, Malaysia maupun Sarawak. Sebagian besar memang menggunakan pupuk dan kapur. Dari 106 jenis tanaman tersebut, terdapat 11 spesies tanaman serealia, akar dan umbi-umbian,

8 spesies tanaman mengandung minyak, 7 tanaman serat, 2 tanaman latex, 23 tanaman buah-buahan, 27 tanaman sayuran serta berbagai rumputan dan tanaman lainnya.

Di daerah lahan gambut di pulau Sumatera, tanaman yang umum diusahakan rakyat adalah tanaman pangan seperti padi, jagung, sorghum, ketela pohon, ubi jalar, talas. Tanaman semusim lain yang diusahakan berupa tanaman palawija dan sayuran seperti kedelai, kacang tanah, kacang tunggak, terong, mentimun, kacang panjang, cabe. Tanaman tahunan yang berupa tanaman buah-buahan yang umum diusahakan adalah nenas, pisang, nangka, jeruk, rambutan, mangga, petai, jengkol, dan jambu mete. Sedangkan tanaman tahunan yang berupa tanaman perkebunan dan industri antara lain tebu, kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, cengkeh, kapok, rami, rosela, karet, sagu, dan bambu. Nenas, jagung, ketela pohon dan talas tumbuh sangat baik pada tanah gambut.

Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon

di Sumatera dan Kalimantan

68 Rawa Gambut Bab 5. Pengelolaan Lahan

Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon

di Sumatera dan Kalimantan

Gambar 9. Skema pembagian lahan pasang surut berdasarkan kedalaman bahan sulfidik (pirit) dan ketebalan gambut (Sumber Subagjo, 1998).

Bab 5. Pengelolaan Lahan Rawa Gambut

Gambar 10. Pemanfaatan tanah Gambut (Radjagukguk dan setiadi, 1989).

Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon

di Sumatera dan Kalimantan

Bab 5. Pengelolaan Lahan Rawa Gambut

5.1.3.1 Pengembangan lahan gambut dangkal sampai sedang dengan input rendah sampai sedang.

a. Padi sawah

Lahan gambut, yang sesuai untuk padi sawah adalah tanah bergambut dengan ketabalan lapisan gambut 20-50 cm dan gambut dangkal dengan ketebalan 0,5-1 meter. Padi kurang sesuai pada gambut sedang (1-2 meter), dan tidak sesuai pada gambut dalam ( 2-3 meter) dan gambut sangat dalam (lebih dari 3 meter). Pada gambut dalam dan sangat dalam, tanaman padi tidak dapat membentuk gabah karena adanya kahat unsur mikro, khususnya Cu (Driessen, 1978; Hardjowigeno and Abdullah, 1987; Widjaya- Adhi et al., 1992).

Pengamatan yang dilakukan oleh Balai Penelitian Rawa di Banjar Baru Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa keahlian petani Banjar dalam mengelola kawasan pasang surut patut ditiru. Yang mereka lakukan adalah menggunakan air gambut yang berasal dari hutan gambut di sekelilingnya untuk tanaman padi mereka. Air yang berasal dari hutan primer gambut (pH air permukaan 4,44 dan air tanah 5,31) menunjukan kualitas yang jauh lebih baik bila dibanding kualitas air yang berasal dari hutan sekunder gelam (pH air permukaan 3,29 dan air tanah 3,39). Disamping itu, perbedaan yang mendasar antara reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah melalui proyek skema reklamasi rawa, dengan yang dilakukan oleh petani tradisional, adalah cara penurunan muka air tanah yang dilakukan secara drastis pada reklamasi secara besar-besaran oleh pemerintah, dibandingkan penurunan muka tanah yang dilakukan secara hati-hati oleh petani lokal.

b. Tanaman palawija, Hortikultura dan tanaman lahan kering

semusim lainnya. Tanah gambut yang sesuai untuk tanaman semusim (annual crops)

seperti palawija, hortikultura dan tanaman lahan kering semusim lainnya adalah gambut dangkal dan gambut sedang. Pengelolaan air perlu diperhatikan agar air tanah tidak turun terlalu dalam dan

70 4 Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon

di Sumatera dan Kalimantan

Bab 5. Pengelolaan Lahan Rawa Gambut

atau drastis untuk mencegah terjadinya kering tak balik, mencegah penurunan permukaan gambut yang berlebihan dan mencegah oksidasi lapisan yang mengandung bahan sulfidik (pirit).

Di daerah lahan rawa pasang surut dengan topografi sangat rata atau rata, penggunaan tanah untuk tanaman lahan kering (upland crop) adalah dengan menerapkan sistem surjan. Dengan sistem surjan, lahan secara bersamaan dimanfaatkan menjadi sawah – pada tabukan – dan tanaman lahan kering pada pematang. Tujuan utama sistem surjan adalah untuk memanfaatkan lahan secara optimal memlaui pengelolaan iar yang tepat (Subiksa dan Syarifuddin Karama, 1996).

Widjaya-Adhi et al., (1992) menyatakan bahwa pengembangan sistem surjan memberikan keuntungan komparatif berupa (1) produksi lebih stabil, terutama untuk tanaman padi; (2) pengelolaan tanah dan pemeliharaan tanaman lebih murah; (3) intensitas tanaman lebih tinggi dan (4) kemungkinan diversivikasi lebih besar. Dalam pembuatan surjan di lahan rawa perlu diperhatikan beberapa factor yaitu: kedalaman bahan sulfidik (pirit), tipe luapan air, ketebalan gambut dan peruntukan lahan atau jenis komoditas yang akan dikembangkan.

c. Tanaman tahunan / perkebunan dan tanaman industri

Lahan gambut yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebunan (perennial crops) adalah gambut dalam (2-3 meter) (Radjagukguk dan Setiadi, 1989; Hardjowigeno, 1989; Widjaya-Adhi et al., 1992). Beberapa tanaman yang jelas tumbuh baik, antara lain, kelapa sawit, kopi, kakao, dan akhir-akhir ini disarankan tanaman sagu (Metroxylon spp). (Lim et al., 1991). Jenis tanaman industri seperti rami dan tanaman obat-obatan tumbuh dan berproduksi baik pada gambut sedang dan agak kurang baik pada gambut sangat dalam (3 – 5 m) (Radjagukguk dan Setiadi, 1989). Seperti juga pada tanaman semusim, pengelolaan air perlu diperhatikan dengan seksama. Kondisi pengeluaran air secara berlebih (over drainage) akan menyebabkan gambut menjadi kering dan berpotensi mudah terbakar.

Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon

di Sumatera dan Kalimantan

Bab 5. Pengelolaan Lahan Rawa Gambut

5.1.3.2 Pengembangan lahan gambut dalam

Pemanfaatan lahan gambut sangat dalam, lebih dari 3 meter, cenderung masih merupakan bahan perdebatan. Pada pengelolaan gambut tingkat manajemen rendah sampai sedang, pertumbuhan tanaman terganggu oleh miskinnya kesuburan tanah dan adanya kahat unsur hara mikro. Kesulitan lain yang lebih besar adalah mendesain saluran drainase. Pada tingkat manajemen seperti ini, sebaiknya lahan gambut sangat dalam tidak dimanfaatkan untuk budidaya pertanian tanaman pangan dan tanaman lahan kering. Tanaman perkebunan, misalnya kelapa sawit, pada kedalaman yang tidak terlalu dalam mungkin masih memberikan harapan, jika disertai dengan peningkatan manajemen air yang memadai dan pemberian amelioran yang diperlukan.

Titik berat pengelolaan lahan gambut dalam adalah untuk kawasan lindung, terutama jika lahan gambut dalam menjadi hulu sungai dan rawa. Penegasan fungsi sebagai kawasan lindung terdapat dalam Keppres No

32 1990 dan UU No 21 1992. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sekalipun pemanfaatan lahan gambut di tepi kubah tidak bertentangan dengan aturan di atas, tetapi kegiatan itu memunculkan potansi kerusakan terhadap kubah gambut. Ancaman kerusakan itu berasal dari kegiatan pembakaran selama persiapan yang bisa menjalar ke pusat kubah gambut dan terjadinya pengeringan gambut secara berlebihan. Lebih lanjut mengenai pengelolaan lahan gambut sebagai kawasan lindung akan dibahas dalam subbab tersendiri.

Salah satu contoh kekeliruan pembukaan gambut tebal terjadi di Berengbengkel, Kalimantan Tengah. Gambut di Berengbengkel adalah gambut tebal sekitar 11m dengan dasar pasir kuarsa. Tidak ada tanaman yang dapat tumbuh kecuali nenas dan pisang. Fakultas Pertanian IPB bekerjasama dengan Pemerintah Daerah propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1998 melakukan penelitian untuk penanggulangan permasalahan di kawasan tersebut. Usaha yang telah dilakukan di Berengbengkel adalah membungkam tapak jerapan gambut yang diketahui sangat tinggi dengan pemberian dolomite atau abu, atau kombinasi dolomite, abu ditambah dengan pemberian pupuk. Dengan perlakuan ini diharapkan dapat menurunkan kapasitas tukar kation tanah gambut dan dengan demikian meingkatkan kejenuhan basa dan unsur hara lainnya. Hasil penelitian ini

72 4 Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon

di Sumatera dan Kalimantan

Bab 5. Pengelolaan Lahan Rawa Gambut

ternyata belum memuaskan karena selain ketersediaan abu sangat terbatas dan tidak tertahan lama berada dalam tanah, juga ketersediaan unsur- unsur hara yang diperlukan masih terbatas sehingga produksi masih rendah.

Dengan pertimbangan untuk menurunkan Kapasitas Tukar kation (KTK) dan meningkatkan kejenuhan basa (KB) maka dilakukan usaha pemberian tanah mineral pada lahan gambut yang kemudian dikenal dengan istilah mineralisasi dan digabungkan dengan pemberian dolomite dan pupuk NPK. Tanah mineral dengan dosis 40 ton/ha diberikan dalam lajur tanaman selebar

20 cm sedalam 20 cm. Usaha ini berhasil baik untuk tanaman yang dicobakan yaitu padi gogo, jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau yang masing-masing dicoba 2 varietas. Tetapi usaha mineralisasi merupakan usaha yang mahal dan tidak praktis. Oleh karena itu, sebaiknya gambut tebal tetap dipertahankan sebagai hutan demi pertimbangan lingkungan.