Bahan Induk dan Tingkat Kematangan Tanah Gambut

4.2 Bahan Induk dan Tingkat Kematangan Tanah Gambut

Secara garis besar, terdapat beberapa jenis batuan atau bahan induk tanah dominan, yang merupakan bahan dasar pembentuk tanah di Indonesia, diantaranya adalah : bahan organik, aluvium, batugamping, batuan sedimen, batuan metamorfik, batuan plutonik, batuan volkanik dan tufa. Tanah gambut terbentuk dari bahan organik (Subagyo et al., 2000).

Bahan organik pembentuk tanah merupakan sisa-sisa jaringan tumbuhan pada berbagai tingkat pelapukan. Bahan organik biasanya terkumpul di cekungan atau depresi alam yang memiliki drainase yang sangat terhambat atau tergenang air. Umumnya bahan organik terakumulasi di cekungan dataran rendah, daerah lahan rawa – baik rawa lebak maupun rawa pasang surut dan pada kubah gambut (peat dome). Karena sebagian besar atau seluruhnya tersusun dari bahan organik, tanah yang terbentuk disebut tanah organik.

Berdasarkan tingkat kematangan atau dekomposisinya, bahan organik dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu bahan organik fibrik, hemik dan saprik . Bahan organik yang tingkat dekomposisinya baru dimulai atau masih awal, disebut bahan organik fibrik, yang mempunyai ciri jaringan-jaringan (fibers) tumbuhan masih tampak jelas atau mudah dikenali. Bahan organik hemik, adalah bahan organik yang sekitar separuhnya telah mengalami dekomposisi (hemi = separuh/ pertengahan). Bahan organik saprik, adalah bahan organik yang sebagian besar telah mengalami dekomposisi.

Sekitar 14,55 juta ha wilayah Indonesia memiliki bahan induk tanah berupa bahan organik. Di Pulau Sumatera wilayah yang berbahan induk bahan organik luasnya sekitar 6,59 juta ha, yang sebagian besar berada di propinsi Riau, Sumatera Selatan dan Jambi. Di wilayah propinsi lain di Pulau sumatera luasnya kurang dari 250 ribu ha. Di Pulau Kalimantan terdapat sekitar 4,31 juta ha, yang tersebar di daerah Kalimantan Barat seluas 1,66 juta ha, Kalimantan tengah 1,98 juta ha, Kalimantan Selatan 113 ribu ha dan Kalimantan timur 500 ribu ha (Subagyo et al., 2000).

Pengamatan lapangan, menunjukkan bahwa semakin jauh dari sungai ke arah rawa belakang, endapan bahan organik cenderung semakin tebal Bahan penyusun tanah gambutnya terutama tersusun dari bahan hemik

Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon

di Sumatera dan Kalimantan

Bab 4. Keadaan Lingkungan Lahan Gambut

atau fibrik. Gambut yang jauh dari Sungai umumnya tergolong oligotrofik, yang bersifat masam dan miskin unsur hara. Sebaliknya endapan gambut yang menempati cekungan-cekungan kecil di rawa belakang sungai relatif lebih subur karena mendapat pengkayaan endapan sungai. Gambut di rawa belakang ini tergolong eutrofik.

Lapisan tanah mineral di bawah (tanah) gambut, mempengaruhi tingkat kesuburan alami (tanah) gambut. Lapisan tanah mineral ini dapat berasal dari endapan liat marin, pasir kwarsa, dan endapan liat bukan marin yang berasal dari endapan sungai. Di Sumatera dan Kalimantan, lapisan tanah mineral di bawah gambut umumnya berupa endapan marin yang berwarna kelabu kehijauan atau kelabu kebiruan yang mengandung bahan sulfidik yaitu Pirit (FeS2). Pada gambut dengan lapisan tanah bawah berasal dari endapan marin, berpotensi terjadi bahaya keracunan asam sulfat yang berasal dari oksida senyawa sulfur. Keracunan ini terjadi apabila lapisan gambut sudah menipis, baik karena kesalahan pembukaan maupun karena terjadinya subsidence, sehingga senyawa pirit teroksidasi dan menghasilkan asam sulfat dan besi. Lapisan tanah bawah berupa pasir kwarsa memberikan dampak bahwa gambut di atasnya kesuburannya rendah, karena terbentuk dari vegetasi hutan yang miskin unsur hara. Pada tanah gambut yang terletak di atas lapisan tanah mineral di daerah pedalaman yang jauh dari pantai, tingkat kesuburannya lebih tinggi. Hal itu disebabkan karena lapisan tanah mineralnya berasal dari endapan yang tidak mengandung bahan sulfidik atau pirit.