20 Perintah ini meniru perintah Gubernur Jenderal Inggris di Calcutta, yang
membentuk blok Karen yang Kristen, di antara Burma dan Siam yang beragama Buddha. Pelaksanaannya, tiga orang pendeta British Baptist Mission, yaitu
Burton, Ward, dan Evans datang ke Kota Tapian Nauli, tempat Raffless beribu kota saat itu.
Tahun 1824, Inggris mengklaim Sumatera bagian utara merupakan wilayah kekuasaan Inggris. Pada tahun 1834 melalui Traktat London, Sumatera bagian
utara ditukar oleh Belanda dengan Kalimantan Utara Sarawak dan Sabah. Kebijakan Raffles tentang suku Kristen Batak kemudian diteruskan oleh
pemerintah Hindia-Belanda di bawah pimpinan Cornelis Elout.wikipwdia.com
2.1.8. Masa Darul Islam Minangkabau
Pada awal abad ke-19, Mandailing masuk ke dalam Darul Islam Minangkabau. Negara Islam ini berdiri sejak masuknya ajaran Wahabi yang dibawa oleh ulama
Minangkabau dari Arab Saudi, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang. Dengan bantuan Tuanku Nan Renceh, ketiga haji itu mendirikan Darul
Islam Minangkabau, dimana Tuanku Nan Renceh diangkat sebagai kepala negara. Setelah ia ditangkap, pimpinan negara beralih ke Tuanku Imam Bonjol.
Di Mandailing, kehadiran Wahabi mengganggu aliran Islam yang berkembang saat itu, yakni aliran Syiah dan Sunni mazhab Hanafi. Kejadian ini dimanfaatkan
Belanda untuk mengadu domba sesama penganut Islam, hingga terjadilah perang saudara. Lebih lima tahun, perang berkecamuk di Mandailing hingga berakhir
pada tahun 1838.
21 Pada tahun 1818 – 1820, Darul Islam Minangkabau berhasil menguasai
Mandailing. Dan kepala federasi Mandailing Natal, Raja Gadumbang, masuk Gerakan Paderi dan digelari Tuanku Mandailing. Kemudian pasukan Paderi terus
melakukan penyerangan hingga menguasai Bakkara di Tapanuli Utara yang berada di bawah Kesultanan Aceh. Tahun 1820, terjadi perundingan antara
Kesultanan Aceh dan Darul Islam Minangkabau, yang diwakili oleh Laksamana Tuanku Djudjang dan Tuanku Pemasiangan, untuk bekerja sama menyerang
Belanda. wikipedia.com
2.1.9 Masa Hindia Belanda
Kehancuran Darul Islam Minangkabau dimulai sejak tahun 1832, yakni dengan keberhasilan Belanda menawan kepala negara Darul Islam Minangkabau
Tuanku Pemasiangan yang mati digantung di Fort Guguk Gantang. Tahun 1832, benteng Bonjol berhasil dihancurkan Belanda. Kolonel Elout menyebarkan isu,
telah membeli seluruh alam Minangkabau untuk pemerintah Belanda dari Raja Alam Pagaruyung yang dikabarkan berada di Padang.
Tahun 1833, Belanda dan pemuka-pemuka adat Minangkabau mengadakan perjanjian Plakat Panjang, yang menyatakan Belanda tak mencampuri urusan adat
di Minangkabau. Dalam peristiwa ini, Raja Gadumbang juga membuat perjanjian dengan Belanda, untuk mengusir Gerakan Paderi dari wilayah Mandailing Natal.
Ia kemudian dinobatkan sebagai Regen Mandailing Vour Her Leven pemangku adat Mandailing seumur hidup. Pada tahun ini, Belanda hanya mengakui
beberapa Raja Mandailing, yaitu Langgar Laut di Angkola, Baginda Raja di Maga, Sutan Parukunan di Singengu, Sutan Naparas di Tamiang, Sutan
22 Mangkutur di Uta Pungkut, Sutan Naparas dan Sutan Guru di Pakantan, Patuan
Gorga Tonga Hari Ulu Yang Patuan di Lubuk Sikaping. Tetapi perjanjian ini dikhianati Belanda sendiri. Akibatnya Sutan Mangkutur, saudara dari Raja
Gadombang dan Sutan Naparas dari Tamiang memberontak kepada pemerintah Belanda.
Tahun 1834, dua perwira Paderi, yakni Ja Mandatar Lubis dan Kali Rancak Lubis, dibaptis oleh pendeta Verhouven menjadi Kristen Calvinis. American Baptist
Mission mengirim tiga orang pendeta, yaitu Lyman, Munson, dan Ellys untuk ditempatkan di Pakantan, guna membantu pendeta Verhouven. Tahun 1834,
Kolonel Elout berhasil menguasai Angkola tanpa perlawanan dari Inggris. Tahun 1838, Belanda membentuk Residen Air Bangis dalam Gouvernemen Sumatra’s
Westkust.
Pada Tahun 1840, Panyabungan menjadi ibu kota Asisten Residen Mandailing Natal dalam Gubernemen Sumatras Westkust. Tahun 1857, kawasan Mandailing,
Angkola, dan Rao disatukan dalam Karesidenan Air Bangis.
Tahun 1861, pendeta-pendeta Jerman menggantikan pendeta-pendeta Belanda di Sipirok, yaitu pendeta Van Asselt dan Klammer. Pada tahun 1863, Ludwig Ingwer
Nommensen ditemani Ja Mandatar Lubis dan Kali Rancak Lubis, pindah dari Sipirok ke Silindung.
Tahun 1869, American Baptist Mission dan British Baptist Mission tidak mau mengongkosi pendeta di Pakantan, karena susah dikembangkan. Kemudian Tahun
23 1869 – 1918, pendeta-pendeta Mennoniet dari Ukraina datang ke Pakantan.
Mereka berhenti melakukan misi setelah Dinasti Romanov tumbang.
Tahun 1873, Silindung dimasukkan ke dalam Residensi Air Bangis, setelah berhasil ditaklukkan Belanda. Kaum muslimin di Silindung diusir dan masjid di
Tarutung dibongkar. Tahun 1881, daerah Batak Toba berhasil ditaklukkan Belanda, dan dilanjutkan dengan pengkristenan masyarakatnya. Hal ini membuat
wali negeri Bakkara, Sisingamangaraja XII yang berada di bawah Kesultanan Aceh, melakukan perlawanan sengit dari tahun 1882 - 1884.
Tahun 1885, Karesidenan Mandailing Natal terbentuk dan beribukota di Padangsidempuan. Tahun 1906, pusat pemerintahan Residen Mandailing Natal
dipindahkan dari Padangsidempuan ke Sibolga, dan berubah menjadi Karesidenan Tapanuli, yang termasuk di dalamnya afdeeling Sibolga dan Bataklanden.
Kemudian Pada tahun 1945, dimana pada thun itu adalah tahun kemerdekaan daerah Angkola-Sipirok dibentuk menjadi suatu kabupaten yang
dikepalai oleh seorang bupati yang berkedudukan di Padangsidempuan. Daerah Padang Lawas dijadikan suatu kabupaten yang dikepalai oleh seorang bupati yang
berkedudukan di Gunung Tua. Bupati pertamanya adalah Parlindungan Lubis dan kemudian Sutan Katimbung. Daerah Mandailing Natal dijadikan suatu kabupaten
yang berkedudukan di Panyabungan. Bupati pertamanya adalah Junjungan Lubis dan kemudian Fachruddin Nasution. Sesudah tentara Belanda memasuki
Padangsidimpuan dan Gunung Tua, daerah administrasi pemerintahan masih tetap seperti biasa, hanya kantor bupati dipindahkan secara gerilya ke daerah yang
aman yang belum dimasuki oleh Belanda.Setelah RI menerima kedaulatan pada
24 akhir tahun 1949, maka pembagian daerah administrasi pemerintahan mengalami
perubahan kembali. Sejak awal tahun 1950, terbentuklah Kabupaten Tapanuli Selatan, dan seluruh pegawai yang ada pada kantor bupati Angkola-Sipirok,
Padang Lawas, dan Mandailing Natal, diangkat menjadi pegawai kantor bupati Kabupaten Tapanuli Selatan yang berkedudukan di Padangsidempuan.
Pada tanggal 23 Nopember 1998, Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mandailing Natal ibukota
Panyabungan dan Kabupaten Tapanuli Selatan ibukota Padangsidempuan. Kini, wilayah etnis Mandailing telah dimekarkan menjadi satu kota Padangsidempuan
dan tiga Kabupaten Mandailing Natal, Padang Lawas Utara, dan Padang Lawas.
2.2 Asal kata Mandailing
Nama Mandailing berasal dari kata Mandehilang
6
Mandailing memiliki riwayat asal usul marga yang diduga berawal sejak abad ke-9 atau -10. Mayoritas marga yang ada di Mandailing adalah Lubis dan
Nasution. Nenek Moyang Marga Lubis yang bernama Angin Bugis berasal dari Sulawesi Selatan. Angin Bugis atau Sutan Bugis berlayar dan menetap di
bahasa Minangkabau, artinya ibu yang hilang, kata Mundahilang, kata Mandalay nama kota di Burma
dan kata Mandala Holing nama kerajaan di Portibi, Gunung Tua Munda adalah nama bangsa di India Utara, yang menyingkir ke Selatan pada tahun 1500 SM
karena desakan Bangsa Aria. Sebagian bangsa Munda masuk ke Sumatera melalui pelabuhan Barus di Pantai Barat Sumatera.
6
Disebutkan didalam kitab mpu prapanca yang berjudul Negarakertagama
25 Hutapanopaan sekarang Kotanopan dan mengembangkan keturunannya, sampai
pada anak yang bergelar Namora Pande Bosi III. Marga Hutasuhut adalah generasi berikutnya dari keturunan Namora Pande Bosi III, yang berasal dari ibu
yang berbeda dan menetap di daerah Guluan Gajah.
Marga Harahap dan Hasibuan juga merupakan keturunan Namora Namora Pande Bosi III yang menetap di daerah Portibi, Padang Bolak. Marga
Pulungan berasal dari Sutan Pulungan, yang merupakan keturunan ke lima dari Namora Pande Bosi dengan istri pertamanya yang berasal dari Angkola.
Sedangkan pembawa marga Nasution adalah Baroar Nasakti, anak hasil pernikahan antara Batara Pinayungan dari kerajaan Pagaruyung dengan Lidung
Bulan adik perempuan Sutan Pulungan yang menetap di Penyabungan Tonga. Moyang Marga Rangkuti dan Parinduri adalah Mangaraja Sutan Pane yang
berasal dari kerajaan Panai, Padang Lawas. Keturunan Sutan Pane, Datu Janggut Marpayung Aji dijuluki ‘orang Nan Ditakuti’, dan berubah menjadi Rangkuti
yang menetap di Huta Lobu Mandala Sena Aek Marian. Keturunan Datu Janggut Marpayung Aji tersebar ke beberapa tempat dan salah satunya ke daerah
Tamiang, membawa marga Parinduri. Nenek moyang marga Batubara, Matondang dan Daulay bernama Parmato Sopiak dan Datu Bitcu Rayo dua orang
pemimpin serombongan orang Melayu berasal dari Batubara, Asahan.
26
2.3 Gambaran geografis lokasi penelitian
Penelitian ini berlangsung dikrdiaman Bapak Mara Sakti Harahap yang terletak di desa Marisi, kecamatan Angkola Timur,kabupaten Tapanuli selatan.
Lokasi ini terletak 1 km dari palsabolas dan jika dari kota padang sidempuan waktu yang digunakan ± 15 menit untuk mencapai desa ini dan ± 20 menit jika
kita dari kota sipirok yang saat ini secara administratif telah menjadi ibukota kabupaten dari tapanuli selatan.
Gambar 1 : Penulis saat berada didepan plang selamat datang desa Marisi
Adapun letak Kabupaten Tapanuli Selatan secara geografis yaitu Terletak pada garis 0
o
58’ 35” – 2
o
07’ 33” Lintang Utara dan 98
o
42’ 50” – 99
o
34’ 16” Bujur Timur. Pada ketinggian berkisar antara 0 – 1.925,3 m di atas permukaan laut.
27 dengan luas wilayah 4,367,05 km
2
.dan jumlah penduduk 263,812 jiwa, terdiri dari 12 kecamatan dengan 493 desa dan 10 kelurahan.
Dan berdasarkan posisi geografisnya memiliki batas: Sebelah Utara: Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Utara,
Sebelah Timur: Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas, Sebelah Selatan: Kabupaten Mandailing Natal, dan
Sebelah Barat: Kabupaten Mandailng Natal dan Samudra Indonesia. Ada 14 kecamatan di daerah kebudayaan Tapanuli Selatan
yaitu:Kecamatan Batang Angkola,Kecamatan Sayurmatinggi,Kecamatan Angkola Timur,Kecamatan Angkola Selatan,Kecamatan Angkola Barat,Kecamatan Batang
Toru,Kecamatan Marancar ,Kecamatan Sipirok,Kecamatan Arse,Kecamatan Saipar Dolok Hole,Kecamatan Aek Bilah,Kecamatan Muara Batang
Toru,Kecamatan Tano Tombangan Angkola,Kecamatan Angkola Sangkunur. Kecamatan Angkola Timur adalah kecamatan yang berdekatan secara
langsung dengan Kabupaten Mandailing Natal. Didalam kecamatan ini ada berbagai masyarakat etnik yang mendiami seperti batak toba, Angkola dan juga
Mandailing.
28 Gambar 2 : lokasi dari kecamatan angkola timur pada Tapanuli selatan sumber
foto: internet
2.4 Kependudukan
Masyarakat yang mendiami desa marisi ini umumnya adalah Batak angkola dan Batak Mandailing. Mayoritas Marga yang menempati desa Marisi
adalah marga Harahap dan marga Siregar. Menurut hasil wawancara penulis dengan informan yaitu Bapak Mara Sakti Harahap sendiri, beliau bahwa
masyarakat yang tinggal di Marisi ini sangat memegang teguh kebersamaan dari dulu sampai sekarang seperti gotong-royong. Misalnya apabila ada masyarakat
yang akan mengadakan pesta perkawinan, maka masyarakat yang ada di desa tersebut langsung membantu untuk pelaksaan upacara seperti menyiapkan
29 perlengkapan, bersama-sama memasak untuk upacara yang berlangsung, dan
sebagainya. Hal tersebut merupakan bagian dari tradisi seperti yang dikemukakan oleh Bruno Netll dan Gerald Behague, bahwa tradisi mempunyai sebuah nilai,
norma, dan kearifan lokal.
Tabel : Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan
Kecamatan Laki-
laki Perempuan
Jumlah Rasio Jenis Kelamin
[1] [2]
[3] [4]
[5] 1. Batang Angkola
15 955 16 804
32 759 95,00
2. Sayurmatinggi 11 523
12 204 23 727
94,00 3. Angkola Timur
9 420 9 423
18 843 100,00
4. Angkola Selatan 13 995
13 264 27 259
106,00 5. Angkola Barat
11 975 12 493
24 468 96,00
6. Batang Toru 14 792
14 929 29 721
99,00 7. Marancar
4 726 4 731
9 457 100,00
8. Sipirok 15 204
15 615 30 819
97,00 9. Arse
3 917 4 037
7 954 97,00
10. Saipar Dolok Hole 6 410
6 406 12 816
100,00 11. Aek Bilah
3 342 3 114
6 456 107,00
12. Muara Batang Toru 5 982
5 617 11 599
106,00 13. Tano Tombangan
Angkola 6 993
7 584 14 577
92,00 14. Angkola Sangkunur
9 297 9 072
18 369 102,00
JumlahTotal 2013 133 531
135 293 268 824
99,00
Tabel 1: kependudukan di Tapanuli selatan menurut BPS 2013
2.5 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di Tapanuli Selatan pada umumnya bertani dan berkebun, Pegawai negeri, pedagang, karyawan swasta, nelayan dan
pensiunan. Usaha perkebunan rakyat meliputi tanaman karet, kopi, kulit manis dan kelapa. Di samping itu pertanian pangan meliputi padi, kentang, jahe, sayur-
mayur dan lain-lain. Dari hasil perikanan di Tapanuli Selatan dihasilkan ikan dari
30 hasil usaha nelayan dan penambak berupa ikan tuna, ikan air tawar dari lubuk
larangan, perairan umum, dan budaya kolam ikan. Masyarakat juga mengusahakan peternakan, meliputi peternakan sapi, kerbau, kambing dan
unggas. Hasil hutan meliputi hutan tanaman industri, rotan, dan kayu. Di samping hasil-hasil tanaman dan peternakan di atas yang ada di
Tapanuli Selatan, daerah ini juga kaya dan memiliki potensi yang besar akan barang tambang seperti emas. Selain itu ada yang lebih menarik lagi di daerah
Tapanuli Selatan yaitu daerah ini kaya akan budaya, alam dan, adat istiadat yang melengkapi kehidupan masyarakatnya yang hidup dalam kerukunan dan
ketenteraman dalam hidup berdampingan walaupun berbeda adat maupun
kepercayaan. 2.6 Sistem kepercayaan dan Agama
Mayoritas Etnis Mandailing hampir 100 penganut agama Islam yang taat. Oleh karena itulah agama Islam sangat besar pengaruhnya dalam adat seperti
dalam pelaksanaan upacara-upacara adat. Tetapi ada juga sebagian yang menganut Agama Kristiani.Sistem kepercayaan dengan debata mula jadi na bolon
menyembah berhalasudah tidak ditemukan lagi pengikutnya di desa tersebut, tetapi dulu kepercayaan yang dianut masyarakat batak adalah kepercayaan
terhadap mula jadi na bolon yang dipercayai oleh orang batak sebagai dewa tertinggi mereka yaitu pencipta tiga dunia yaitu: dunia atas banua ginjang, dunia
tengah banua tonga, dan dunia bawah banua toru.
31
2.7 Sistem Kekerabatan
Adat istiadat suku Mandailing diatur dalam Surat Tumbaga Holing Serat Tembaga Kalinga, yang selalu dibacakan dalam upacara-upacara adat.
Orang Mandailing mengenal tulisan yang dinamakan Aksara Tulak-Tulak Pandapotan Nasution 2005:16, yang merupakan varian dari aksara Proto-
Sumatera, yang berasal dari huruf Pallawa, bentuknya tak berbeda dengan Aksara Minangkabau, Aksara Rencong dari Aceh, Aksara Sunda Kuna, dan Aksara
Nusantara lainnya. Meskipun Suku Mandailing mempunyai aksara yang dinamakan urup tulak-tulak dan dipergunakan untuk menulis kitab-kitab kuno
yang disebut pustaha pustaka. Namun amat sulit menemukan catatan sejarah mengenai Mandailing sebelum abad ke-19. Umumnya pustaka-pustaka ini berisi
catatan pengobatan tradisional, ilmu-ilmu gaib, ramalan-ramalan tentang waktu yang baik dan buruk, serta ramalan mimpi.
Kebudayaan pada masyarakat etnis Batak Mandailing Pandapotan Nasution 2005:80 berakar pada sistem kekerabatan patrilineal dan mengikat
anggota-anggotanya dalam hubungan triadik, yang disebut dalihan na tolu, yaitu hubungan yang berasal dari kelompok kekerabatan tertentu dalam satu clan
marga. Dalam berhubungan dengan orang lain, orang Batak menempatkan dirinya dalam susunan dalihan na tolu tersebut, sehingga mereka selalu dapat
mencari kemungkinan adanya hubungan kekerabatan diantara sesamanya martutur, martarombo.
Dalam terjemahan bahasa Batak Toba, dalihan artinya tungku yang dibuat dari batu. Na artinya yang. Tolu artinya tiga. Jadi Dalihan Na Tolu artinya tungku
yang tiga tiang. Dalihan dibuat dari batu yang ditata sedemikian rupa sehingga
32 bentuknya menjadi bulat panjang. Ujungnya yang satu tumpul dan ujungnya yang
lain agak bersegi empat sebagai kaki dalihan, lebih kurang 10 cm yang akan ditanam dan selebihnya yang mencuat dengan panjang lebih kurang 12 cm.
Ditanamkan berdekatan sedemikian rupa, ditempatkan di dapur yang sudah disediakan terbuat dari papan empat persegi panjang, berisi tanah yang
dikeraskan. Ketiga dalihan yang ditanam berdekatan tadi berfungsi sebagai tungku tempat alat masak dijerangkan. Bentuk dalihan harus dibuat sama besar
dan ditanam sedemikian rupa sehingga jaraknya simetris satu sama yang lain, dengan tinggi yang sama dan harmonis.
Seseorangmasyarakat etnis batak mempunyai tiga kategori keluarga: dongan sabutuha-nya sendiri, hula-hula-nya, dan anak boru-nya. Begitupun juga
pembagian kekerabatan dalam masyarakat Tapanuli pada umumnya yang dikenal dengan dalihan na tolu tungku nan tiga. Yaitu Dongan sabutuha kahanggi
dalam masyarakat Tapanuli Selatan merupakan kelompok masyarakat yang memiliki persamaan marga menurut garis keturunan yang patrilineal, hula-hula
mora dalam masyarakat Tapanuli Selatan yaitu kelompok marga pemberi mempelai perempuan dan anak boru yaitu kelompok marga penerima mempelai
perempuan. Secara fungsional hula-hula memiliki kedudukan yang lebih tinggi terhadap boru, hal ini sangat tampak jelas dalam suatu pelaksanaan adat.
Adapun fungsi dalihan na tolu dalam hubungan sosial antar marga ialah mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan hak
dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi masyarakat Batak Toba. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba secara otomatis
berlaku fungsi dalihan na tolu dan selama orang Batak Toba tetap
33 mempertahankan kesadaran bermarga, selama itupula lah fungsi dalihan na tolu
tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya. Sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan hubungan baik
antara individu dengan individu atau individu dengan masyarakat lingkungan sekitarnya.
2.7.1 Upacara adat perkawinan Horja Siriaon
Dalam adat istiadat perkawinan di masyarakat Mandailing dikenal dengan nama perkawinan manjujur
7
Didalam adat istiadat Mandailing, seorang yang pada waktu perkawinannya dilaksanakan dengan upacara adat perkawinan, maka pada saat
meninggalnya juga harus dilakukan dengan upacara adat kematian terutama dari garis keturunan Raja-Raja Mandailing. Seorang anak keturunan Raja, apabila
ayahnya meninggal dunia wajib mengadati Horja Mambulungi. Jika belum mengadati seorang anak atau keluarganya tetap menjadi kewajiban utang adat
bagi keluarga yang disebut mandali di paradaton dan jika ada yang akan menikah, tidak dibenarkan mengadakan pesta adat perkawinanan horja siriaon.
, bersifat eksogami patriarchat; artinya dimana setelah perkawinan pihak wanita meninggalkan clannya dan masuk
ke clan suaminya dan suaminya menjadi kepala keluarga dan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu akan mengikuti clan marga Bapaknya. Idealnya
perkawinan adat masyarakat Mandailing adalah antara anak namboru dengan boru tulangnya.
2.7.2 Upacara Adat Kematian horja siuluton