Dalam Kedaulatan Pagaruyung Pada waktu Inggris Mengklaim Utara Sumatera

18

2.1.5. Dalam Kedaulatan Majapahit

Sperti yang sudah penulis jelaskan sebelumnya Mpu Prapanca, seorang pujangga Kerajaan Majapahit menulis satu kitab yang berjudul Negarakertagama sekitar tahun 1365. Kitab tersebut ditulisnya dalam bentuk syair yang berisi keterangan mengenai sejarah Kerajaan Majapahit. Menurut Prof. Slamet Mulyana 1979:9, Kitab Negarakertagama adalah sebuah karya paduan sejarah dan sastra yang bermutu tinggi dari zaman Majapahit. Berabad-abad setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, keberadaan kitab ini tidak diketahui. Setelah tahun 1894, satu Kitab Negarakertagama ditemukan di Puri Cakranegara di Pulau Lombok. Kemudian pada Juli 1979 ditemukan lagi satu Kitab Negarakertagama di Amlapura, Lombok. Dalam Pupuh XIII Kitab Negarakertagama, nama Mandailing bersama nama banyak negeri di Sumatera dituliskan oleh Mpu Prapanca sebagai negara bawahan Kerajaan Majapahit. Mandailingonline.com

2.1.6. Dalam Kedaulatan Pagaruyung

Mandailing sebagaimana wilayah lain di Sumatera, kemudian diserahkan pihak Majapahit kepada Kerajaan Pagaruyung, di bawah pemerintahan Adityawarman dan keturunannya. Dari manuskrip yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang Arca Amoghapasa, disebutkan pada tahun 1347, Adityawarman memproklamirkan dirinya menjadi raja di Malayapura. Adityawarman merupakan putra dari Adwayawarman dan Dara Jingga, seperti yang disebut dalam Pararaton. Ia sebelumnya bersama-sama Mahapatih Gajah Mada, telah berperang menaklukkan Bali dan Palembang. 19 Kemerdekaan Pagaruyung dari Majapahit, diberitakan dalam kisah adu Kerbau, yang mencuatkan nama Minangkabau Menang Kerbau, yaitu pada kurun abad ke-16. Kala itu, Brawijaya V memerintahkan anaknya Raden Patah yang tinggal di Palembang, untuk menarik kembali Kerajaan Pagaruyung ke wilayah Kerajaan Majapahit. Namun dengan kecerdikan Bundo Kanduang, pasukan Majapahit yang berasal dari suku Bugis di Palembang, berhasil dikalahkan dengan pertandingan adu kerbau.wikipedia.com

2.1.7. Pada waktu Inggris Mengklaim Utara Sumatera

Sultan Bagindo Martio Lelo bersama Jhon Abraham Moschel Residen Nias selaku pemegang kuasa dan bertindak atas nama Serikat Dagang Hindia Timur, melakukan perjanjian. Kalimat perjanjian tertanggal 7 Maret 1760 itu menyebutkan, Sutan Martia Lelo bersumpah berdasarkan Al Quran menyerahkan benteng Natal kepada Moschel. Tahun 1785 – 1824, Inggris mendirikan pusat perdagangan di Tapian Nauli Sibolga. Tahun 1821 – 1833, panglima Paderi Tuanku Lelo dijadikan calon sultan di Angkola oleh Inggris. Tahun 1823, Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles membuat kebijakan untuk membentuk suku Kristen, yang berada di antara Kesultanan Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, yaitu di pedalaman Barus yang kala itu menjadi bawahan Kesultanan Aceh. Dalam Bahasa Belanda, kebijakan itu berbunyi, Een wig te drijen tusschen het mohamedaansche Atjeh en het eveneens mohammadansche Sumatras West Kust. Een wig in de vorm van de Bataklanden Aceh yang Islam serta Minangkabau Pantai Barat Sumatera yang Islam, dipisah dengan blok Batak Barus Tanah Kristen. 20 Perintah ini meniru perintah Gubernur Jenderal Inggris di Calcutta, yang membentuk blok Karen yang Kristen, di antara Burma dan Siam yang beragama Buddha. Pelaksanaannya, tiga orang pendeta British Baptist Mission, yaitu Burton, Ward, dan Evans datang ke Kota Tapian Nauli, tempat Raffless beribu kota saat itu. Tahun 1824, Inggris mengklaim Sumatera bagian utara merupakan wilayah kekuasaan Inggris. Pada tahun 1834 melalui Traktat London, Sumatera bagian utara ditukar oleh Belanda dengan Kalimantan Utara Sarawak dan Sabah. Kebijakan Raffles tentang suku Kristen Batak kemudian diteruskan oleh pemerintah Hindia-Belanda di bawah pimpinan Cornelis Elout.wikipwdia.com

2.1.8. Masa Darul Islam Minangkabau