Penaksiran/Estimasi Model Logit

3.6.1.2. Penaksiran/Estimasi Model Logit

Estimasi model logit tergantung pada jenis datanya, yakni (1) data observasi pada group/kelompok, (2) data merupakan observasi tingkat individu.

Estimasi Logit untuk Data Kelompok Untuk mengestimasi data kelompok dalam arti dalam suatu model, maka probabilitas variabel dependennya mengikuti distribusi logistik. Dengan demikian estimasinya berdasarkan model logit dapat ditulis : Ζ = ln ( Pi

)= β 0 + β 1 X 1 +e 1 ………………………………………...….....(3.8) 1 − Pi

Persamaan di atas adalah linier dalam parameter sehingga bisa menggunakan metode OLS untuk mengestimasinya dengan langkah berikut :

1. Untuk masing-masing indikator (X i ) pada waktu t dihitung probabilitasnya terjadinya krisis

Pi

2. Untuk setiap Xi dicari distribusi logistiknya : Z i = ln ( ) 1 − Pi

3. Estimasi dengan metode OLS. Namun jika model mengandung masalah heterocedastisity maka bisa dihilangkan dengan model Weighted Least Squares (WLS) :

Wi Z = βo Wi + β1 WiXi + wiei , dimana w i =N i P i (1 – P i )

4. Kemudian estimasi WLS dengan metode OLS

Estimasi Logit untuk Data Individual

Jika data yang dimiliki adalah data individual maka metode estimasi OLS tidak dapat diaplikasikan karena model logit adalah model non linier. Prosedur untuk mengestimasinya adalah dengan metode maximum likelihood. Untuk ini, perlu disusun sebuah fungsi yang menyatakan probabilitas bersama dari data hasil observasi yang masih merupakan fungsi dari parameter yang tidak diketahui.

Prinsip penaksiran dengan metode ini adalah mencari nilai β 1 , β 2 , ….. β p yang dapat memaksimalkan nilai L ( β 1 , β 2 ,… β p ). Oleh karenanya, β 1 , β 2 , ….. β p

disebut taksiran maksimum likelihood. Dalam memahami kaidah estimasi ini, maka langkah penerapannya :

π(x) : Probabilitas bersyarat y=1 bila diketahui x, 1 – π(x) : Probabilitas bersyarat y=0 bila diketahui x sehingga,

π ( x ) = exp. ( β 0 X 1 + β 2 X 2 + ….+ β p X p )…………………..………………..(3.9)

1 − π ( x ) L(x) = Ln ( π ( x ) )= β 0 X 1 + β 2 X 2 + ….+ β p X p ……...…..…………………(3.10)

1 − π ( x ) Karena Y berharga 0 dan 1, maka Y berdistribusi Bernoulli. Akibatnya, fungsi

densitas dari Y dapat ditulis : densitas dari Y dapat ditulis :

Sedangkan prinsip maximum likelihood pada intinya adalah mencari sekumpulan parameter β yang dapat memaksimumkan fungsi likelihood L (β). Sehingga secara matematis didefinisikan : LL = ln L ( β) = Σy i ln( π(x i )) + (1 - y i ) ln [1 – π(x)]

Berdasarkan teknik optimasi, β 0 , β 1 ,…. Β p , yang optimal akan diperoleh bila persyaratan FONC (First Order Necessary Condition), berikut terpenuhi :

FONC : ∂LL/∂β 0 = 0, ∂LL/∂β 1 = 0,………, ∂LL/∂β p = 0,

3.6.2. Model Early Warning Sistem (EWS) Pendekatan Non-Parametrik

(Model KLR)

Beberapa langkah dalam mengembangkan model KLR adalah (OBEI, AD3, 2006)

1. Mendefinisikan krisis. Krisis mata uang biasanya didefinisikan dengan menerapkan rentang standar deviasi tertentu dari rata-rata sampel mata uang dalam periode tertentu. Dalam studi ini akan di coba menggunakan rentang deviasi dari rata-rata sampel berdasar studi yang dilakukan oleh Kaminsky et.al’s (1997), yaitu 3 SD, Park’s (2001) yaitu 1,1 SD, dan Herrera dan Garcia (1999) yaitu 1,5 SD, dan Lestano, yaitu 1 SD pada rentang waktu 12, 18, dan

24 bulan. Sehingga dapat ditentukan pendekatan mana yang optimal untuk kasus krisis mata uang di Indonesia

2. Penyusunan Leading Indikator dimana digabungkan masing-masing indikator dini krisis (indeks komposit). Artinya setiap indikator yang dipilih memiliki kriteria yang dapat memberikan akurasi sinyal yang tepat.

3. Mekanisme Pembentukan Sinyal dalam hal ini dilakukan dengan cara memfilter indeks komposit, dalam hal ini dilakukan dengan ekstraksi sinyal persentil. Untuk memudahkan dalam ekstraksi sinyal, maka setiap perilaku variabel di silangkan dengan ambang batas yang dapat menunjukkan pergerakan yang sustainable dan tidak.

4. Threshold ditetapkan untuk meminimalisasi noise to-signal ratio (NTS). Keputusan besaran threshold menentukan akurasi sinyal dan hasil. Jika threshold dipatok terlalu tinggi atau dengan nilai yang berlebih, maka akan meningkatkan missing sinyal. Sebaliknya dengan patokan threshold yang rendah memungkinkan semakin banyak sinyal yang terkirim namun merupakan sinyal palsu (wrong signal). Horizon waktu yang digunakan dalam studi ini mengacu pada model yang memberikan NTS (Noise to Signal Ratio) terkecil yaitu X bulan setelah sinyal muncul. Dalam analisis berikutnya dikarenakan belum stabilnya indeks komposit mengeluarkan sinyal dan krisis, maka muncullah kesalahan tipe I dan tipe II.

Jika Ho = terjadinya krisis, Ha = tidak terjadi krisis, maka kesalahan tipe I = adalah peluang terjadinya krisis yang tidak diantisipasi oleh sinyal = P(tolak Ho|Ho benar) = C/(A+C). Dan kesalahan tipe II = adalah peluang dihasilkannya sinyal yang salah = P (tidak menolak Ho|Ho salah) = B/(B+D.

Untuk mengukur peluang terjadinya krisis saat sinyal muncul, maka disusun indikator komposit sebagai indeks dini, P(C/S) = A/(A+B)

5. Tahap terakhir dari modifikasi KLR adalah evaluasi akurasi sinyal dengan menggunakan threshold tersebut. Berg dan Pattilo (1999) menggunakan tiga metode untuk mengevaluasi ketepatan untuk kemungkinan peramalan.