Sejarah Bukan Jawaban

D. Sejarah Bukan Jawaban

Sejarah memberikan petunjuk penting dalam dinamika keistimewaan DIY. Maklumat 5 September 1945 menunjukkan sebuah sikap yang sangat bijaksana dari dua raja penguasa kooti (nama pembagian administratif di masa pendudukan Jepang, setara provinsi otonom) yang sekarang bernama DIY. Yogya- karta bergabung dengan negara baru yang diproklamasikan Soe- karno-Hatta, yaitu NKRI. Catatan sejarah juga mewarnai Yogya- karta dengan tinta emas perjuangan membela bangsa, dari per- juangan diplomatik sampai perjuangan fisik. Bantuan finansial diberikan ketika NKRI berada di tengah kepungan Belanda. Per- juangan mempertahankan eksistensi di mata internasional dipertontonkan pada serangan umum 11 Maret. Bahkan ketika

MATAHARI SEGITIGA

RIS yang berwatak federal terbentuk, RI berada di pelukan se- buah provinsi yang kita sebut Daerah Istimewa Yogyakarta pada hari ini. Sebuah sejarah yang sungguh sangat istimewa dicatatkan oleh sebuah daerah istimewa.

Dalam maklumat itu jelas disebutkan bahwa pemimpin DIY adalah Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam sebagai wakilnya. Pemimpin-pemimpin tersebut bertanggung jawab langsung kepada presiden atas segala kebijakannya. Banyak pe- nulis menggunakan argumen historis untuk mendukung keis- timewaan DIY di surat kabar Kedaulatan Rakyat.

Melihat fakta sejarah, kurang bijak rasanya jika digunakan untuk membela keistimewaan DIY dalam dinamika ini. Sri Sultan Hamengku Buwono X juga bukan pemimpin yang buta sejarah, pasti ada hal lain yang membuat Sri Sultan mencetuskan dinamika ini. Sejarah jugalah yang menuliskan bahwa Mataram Islam pernah memiliki raja yang tidak bijaksana, yaitu Amangkurat II. Raja inilah yang berada dalam lingkungan masyarakat yang menganut monarki absolut. Akhirnya, kepemimpinannya membawa Mataram ke dalam jurang perpecahan dan mengantarkan rakyat Jawa bagian Utara benar-benar menjadi budak penjajahan. Sejarah membuktikan peran penting DIY, tetapi sejarah jugalah yang memberi kenangan buruk akan suatu sistem monarki absolut.

Belum lagi kalau kita melihat saudara-saudara kita yang berada di Kasunanan Solo. Konflik menjadi sangat rumit ketika terjadi perebutan kekuasaan antara dua kubu, Hangabehi dan Tedjowulan. Tontonan kekerasan kepala kalangan ningrat juga masih saja dipertontonkan ketika keduanya sudah berekonsiliasi. Naas, sungguh tidak pantas dua kubu yang sejatinya masih seke- luarga malah saling baku hantam. Justru terlihat sosok seorang Joko Widodo yang mampu membangun citra positif di masyara- kat. Bahkan, kalau kita mau melihat, sumbu-sumbu perpecahan di dalam Pura Paku Alam juga sudah banyak didengar. Belum lagi ketika kita secara objektif melihat fakta, tidak adanya putra mahkota di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Antologi Esai dan Cerpen Pemenang Lomba Penulisan Esai dan Cerpen Tahun 2012

Sri Sultan Hamengku Buwono X merupakan pemimpin yang berwawasan dan berpikiran luas, bukan tidak mungkin dinamika keistimewaan ini terjadi karena beliau mengkhawatirkan masa depan DIY. Memang pada masa sekarang DIY memiliki sosok pemimpin yang cakap, tetapi bukan tidak mungkin suatu saat nanti jika tidak ada perubahan yang mendasar dari budaya ma- syarakat, DIY dipimpin raja yang tidak cakap. Sri Sultan tentu sadar, keraton dan sultan bukanlah kumpulan malaikat yang tidak memiliki nafsu, dua lembaga tersebut tidak boleh merasa sebagai lembaga kebal hukum.

Pernyataan ketidaksediaan Sri Sultan Hamengku Buwono

X menjadi gubernur meruntuhkan stigma di masyarakat bahwa apa pun keputusan sultan dan keraton harus diikuti tanpa per- timbangan matang dan kesadaran. Sri Sultan telah berhasil menunjukkan bahwa monarki absolut, pemerintahan otoritarian, atau apa pun namanya bukanlah jawaban masalah di era modern ini. Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga seorang tokoh besar dalam reformasi Indonesia 1998, tentu sangat tidak meng- hendaki ada suatu kekuasaan yang absolut tumbuh di DIY.