Pencemaran Malioboro

B. Pencemaran Malioboro

Untuk sebuah kawasan yang disebut sebagai salah satu ca- gar budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, keberadaan Malioboro terlihat sangat kontras dengan gelarnya. Setidaknya untuk ke- adaan saat ini. Malioboro mengalami pencemaran di segala as- pek, seperti:

MATAHARI SEGITIGA

1. Pencemaran oleh Sampah Visual

Gambar 1. Reklame Malioboro yang tidak tertata

Pencemaran yang disebabkan oleh sampah visual sudah di- dengung-dengungkan dari beberapa tahun terakhir. Sampah visual yang dimaksud, seperti keberadaan baliho, papan reklame, serta spanduk dan tulisan-tulisan yang digantung lainnya.

Di luar fungsinya sebagai alat promosi serta menunjukkan eksistensi lapaknya, keberadaan media seperti papan reklame di kawasan Malioboro malah lebih terlihat sebagai pengotor pan- dangan. Hal ini bisa dibuktikan dengan cara kita berdiri di tengah jalanan Malioboro, kemudian mencoba melihat keseluruhan jalan lurus ke depan. Yang akan terlihat bukannya pemandangan jernih dengan gedung-gedung cantik serta tiang-tiang lampu khas Jogja

Antologi Esai dan Cerpen Pemenang Lomba Penulisan Esai dan Cerpen Tahun 2012

yang tertanam, melainkan malah sebaliknya. Yang akan terlihat adalah berbagai macam sampah visual yang saling menutupi satu sama lain.

Keadaan seperti ini diperparah oleh penataan media terse- but dengan sangat tidak tertata. Banyak reklame ditempatkan mengarah ke badan jalan. Hal seperti ini selain mengurangi kein- dahan juga membahayakan pengguna jalan apabila sewaktu- waktu reklame itu jatuh. Walaupun pemilik reklame telah men- jamin reklame mereka aman dan tidak membahayakan, itu hanya- lah dugaan manusia. Area trotoar pun semakin menyempit ka- rena sudah terlalu banyak dipancangi tiang penyangga media- media tersebut.

Ironisnya pemasangan papan reklame ini pun tidak semua- nya memiliki izin, dan tidak sedikit yang melanggar, seperti dikutip dari Kedaulatan Rakyat (21/06/2012), “Sebanyak 32 papan reklame di kawasan Malioboro diketahui tidak mengantongi izin. Selain itu, ditemukan beberapa reklame yang melanggar aturan terkait ukuran serta lokasi pemasangan. Diketahuinya reklame tak berizin setelah Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta melakukan pendataan re- klame di Malioboro.”

Melalui fakta di atas, setidaknya jelas terdapat dua masalah dalam kasus ini. Pertama, pemilik ada yang langsung memasang reklame tanpa izin terlebih dahulu terhadap pihak yang terkait. Secara tidak langsung, tindakan seperti ini tidak hanya merugi- kan dalam sisi finansial daerah, tetapi juga merugikan bagi peng- guna jalan, karena terganggu dengan reklame semacam ini. Ke- dua, pemilik memiliki izin, namun tidak menaati aturan. Ini juga sama-sama tidak bertanggung jawab. Pembatasan ukuran serta lokasi penempatan di semua aturan pasti dimaksudkan untuk kenyamanan bersama, baik kenyamanan pemilik, dinas terkait maupun warga pengguna akses. Apabila aturan ini dilanggar, tentunya banyak konsekuensi yang harus ditanggung pula. An- tara lain, mengganggu banyak pengguna jalan, dicabutnya izin

MATAHARI SEGITIGA

maupun yang tidak kalah buruknya bahaya yang mengancam sewaktu-waktu, seperti ambruknya reklame.

2. Pencemaran oleh Penataan Kios

Gambar 2. Kios kanan-kiri jalan untuk pejalan kaki

Sebagai sebuah kawasan cagar budaya yang sudah sangat terkenal, tak heran jika orang-orang yang berlalu lalang di se- panjang jalan Malioboro terhitung ribuan. Oleh sebab itu, keber- adaan kios-kios segala produk sangatlah lekat.

Berdasarkan data yang dimiliki UPT Malioboro total toko dan kios yang berada di kawasan Malioboro sebanyak 190 unit. Selain itu, terdapat pula satu mall, satu pasar, lima gedung peme- rintahan, serta tiga hotel. Dengan gambaran seperti ini, dapat dibayangkan Jalan Malioboro sepadat apa.

Antologi Esai dan Cerpen Pemenang Lomba Penulisan Esai dan Cerpen Tahun 2012

Untuk keberadaan kios pun tidak dapat dilihat dari sisi pedagang atau pemiliknya saja. Keberadaan lapak dagangan ini juga harus dilihat dari pandangan konsumen.

Pada kenyataannya, peletakan kios-kios di sepanjang Malio- boro ditempatkan di kanan-kiri area pejalan kaki yang berada di depan toko-toko. Sudah tentu dengan penataan semacam ini, fleksibilitas para pengguna jalan menjadi terganggu. Pengguna jalan satu harus berdesak-desakan dengan pengguna jalan lainnya ditambah dengan sempitnya area jalan yang dipenuhi kios-kios buah tangan (cenderamata).

3. Pencemaran oleh Penempatan Area Parkir Kendaraan

Gambar 3. Parkir sepeda motor yang mengganggu pejalan kaki

Ruang terbuka di depan bangunan-bangunan sepanjang Ma- lioboro yang sejatinya digunakan sebagai area pejalan kaki agar nyaman dalam kunjungannya pun tidak luput dari permasalahan pencemaran. Dalam hal ini lokasi tersebut disulap menjadi lahan parkir yang sangat menyulitkan para pejalan kaki, tempat kanan

MATAHARI SEGITIGA

kiri area digunakan untuk penempatan kendaraan, khususnya sepeda motor.

Karena permasalahan tersebut, menjadikan ruang gerak pe- makai jalan hanya selebar satu hingga satu setengah meter. Hal ini tentu menyulitkan mereka membawa bawaan yang lumayan besar. Akibatnya, barang bawaan itu akan sulit untuk melewati sela-sela barisan parkir kendaraan.

Padahal di samping lahan yang dijadikan tempat parkir ter- sebut ialah jalan raya yang digunakan oleh pengguna kendaraan bermotor sehingga tidak dapat begitu saja orang yang membawa barang melewati jalan tersebut.

Kondisi semacam ini memperparah kesan semrawut Malio- boro sehingga dapat menimbulkan anggapan-anggapan negatif masyarakat luar Yogyakarta, seperti penataan kurang diperhi- tungkan, parkir illegal. Padahal apabila penataan lahan parkir le- bih bisa terkoordinasi, hal itu akan membuka wajah asli Malioboro. Hal ini menjadi pekerjaan rumah tambahan bagi instansi terkait.

4. Pencemaran oleh Polusi Kendaraan Bermotor

Sebagai kawasan padat aktivitas, Malioboro merupakan salah satu titik di Yogyakarta dengan kepadatan kendaraan ting- gi. Kemacetan sering terlihat di jalan ini, maka penumpukan ken- daraan pun tentu saja menyebabkan polusi kendaraan bermotor membanjir setiap hari.

Antologi Esai dan Cerpen Pemenang Lomba Penulisan Esai dan Cerpen Tahun 2012

Gambar 4. Kemacetan di Malioboro

Apalagi di waktu-waktu tertentu seperti musim liburan, Malioboro bisa dipastikan macet. Seperti dikutip dari www.radarjogja.co.id.htm, “Berdasarkan informasi yang dihim- pun Radar Jogja dari pos Operasi Lilin di titik nol kilometer, ke- macetan di Malioboro pada libur Natal yang lalu mencapai tiga jam. Hal tersebut karena banyaknya kendaraan luar Yogyakarta yang membawa wisatawan berlibur.”

Selain disebabkan volume kendaraan yang memasuki kawasan ini, kemacetan juga disebabkan karena akses jalan di Malioboro masih tergolong sempit alias tidak sepadan dengan arus lalu lintas yang selalu ramai.

5. Pencemaran oleh Sampah yang Sebenarnya

Pencemaran yang sering digembargemborkan secara lang- sung maupun tidak langsung pasti akan mengarah kepada sam-

MATAHARI SEGITIGA

pah. Dan, sampah untuk poin terakhir ini merupakan sampah yang sebenarnya. Dengan kata lain, sampah yang dimaksud adalah yang berasal dari kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Gambar 5. Penampung kotoran kuda dari karung goni

Andong bukanlah hal yang asing lagi bagi yang pernah ber- kunjung ke kawasan Malioboro. Ini adalah salah satu transportasi tradisional dan legal yang ada di tempat ini. Meskipun legal, kesadaran dari pemilik andong untuk menjaga kebersihan tidak sepenuhnya dijalankan. Banyak ditemukan di beberapa lokasi Malioboro, bau sangat menyengat kotoran kuda, hewan yang digunakan sebagai sumber tenaga andong. Hal ini tentu saja mengurangi kenyamanan para pengunjungnya.

Akan tetapi, bukan pemilik andong saja yang mengemban tanggung jawab untuk masalah bau kotoran kuda tersebut, instansi atau Dinas Pariwisata seharusnya juga memberikan stan-

Antologi Esai dan Cerpen Pemenang Lomba Penulisan Esai dan Cerpen Tahun 2012

dardisasi alat penampung kotoran yang biasanya digantung di bawah pantat kuda. Fakta yang ada memperlihatkan bahwa wa- dah penampung kotoran hanya menggunakan bahan seadanya semacam karung goni dan sejenisnya. Hal tersebut tidak menghe- rankan jika kotoran yang sudah ditampung, sebagian ada yang jatuh ke jalan sehingga menimbulkan bau tidak sedap. Dengan standardisasi, selain penampungan lebih terjamin tidak mudah tumpah, juga dapat didesain layaknya aksesoris andong sehingga tidak terlihat sebagai sebuah benda menggantung yang menji- jikkan.

Tidak hanya kotoran, air seni kuda sebaiknya juga dibuat- kan tempat penampungan semacam WC khusus kuda. Hal ter- sebut akan sangat membantu apabila diterapkan mengingat pe- ngunjung juga membutuhkan kenyamanan bernapas sewaktu berwisata.

Pencemaran sampah yang lain adalah sisa-sisa aktivitas ma- nusia sekitar Maliooro, seperti bungkus makanan atau produk, sayuran, serta dagangan busuk. Di beberapa titik, sampah-sam- pah tersebut hanya ditumpuk begitu saja sehingga memberikan kesan yang tidak enak.

Tempat sampah di kawasan Malioboro juga tergolong masih terlalu sedikit dan kecil serta jaraknya terlalu berjauhan dan belum semua sampah dipisah. Oleh sebab itu, kadang tempat sampah akan langsung penuh padahal petugas pengambil sam- pah bekerja secara berkala sehingga sarana penting yang sudah tersedia seperti ini rasanya tidak sebanding. Pertimbangkan pula rasio jumlah kunjungan orang ke Malioboro sehingga bisa lebih bijak dalam peletakan alat kebersihan ini.