Latar Belakang Kedudukan Jaminan Fidusia Dalam Suatu Perjanjian Kredit Dan Kaitannya Dengan Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Pemberian Jaminan Fidusia. (Studi Notaris Di Medan)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam suatu Perjanjian Kredit biasanya terdapat perjanjian accesoir perjanjian ikutan yang mengikuti perjanjian kredit tersebut. Fidusia merupakan salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit. Penggunaan jaminan fidusia dalam perjanjian kredit merupakan hal yang sering dilakukan masyarakat. Dimana Fidusia dirasa lebih menguntungkan dibandingkan gadai oleh masyarakat, karena untuk gadai benda jaminan harus diserahkan kepada kreditur pemegang gadai atau pihak ketiga pasal 1152, pasal 1162, pasal 1163 K.U.H.Perdata. sedangkan untuk jaminan fidusia sendiri, barang yang dijaminkan tidak diserahkan kepada kreditur, sehingga barang yang menjadi jaminan bisa dipakai untuk keperluan usaha si debitur. Fidusia awalnya berasal dari yurisprudensi dalam keputusan Hooggerechtshof HgH tanggal 18 Agustus 1932 yang kemudian dibuatlah undang-undang mengenai jaminan fidusia dalam Undang-undang no. 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia yang didalamnya mengatur tentang ketentuan umum mengenai jaminan fidusia, tentang cara pembebanan, pendaftaran, pengalihan dan hapusnya jaminan fidusia dan ketentuan-ketentuan lainnya. Dikeluarkannya undang-undang fidusia merupakan pengakuan resmi dari pembuat undang-undang akan lembaga jaminan fidusia, yang selama ini baru memperoleh pengakuannya melalui yurisprudensi. Dengan demikian, maka untuk selanjutnya sudah tidak ada kesempatan lagi untuk berpolemik tentang setuju atau tidak setujunya kita terhadap lembaga jaminan fidusia sebagai suatu bentuk lembaga jaminan kebendaan yang berdiri sendiri diluar gadai dan karenanya lain dari gadai. 1 Fidusia merupakan perjanjian pengalihan hak penguasaan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan barang yang dijaminkan tetap dalam pengelolaan si pemilik debitur, akan tetapi hak kepemilikannya diberikan kepada kreditur. 2 1. Dengan sendirinya jaminan fidusia menjadi hapus karena hukum, apabila perjanjian pokoknya itu berakhir atau karena sebab lainnya yang menjadikan perjanjian pokoknya menjadi hapus; Jaminan Fidusia sendiri memiliki sifat perjanjian accessoir, dimana bahwasannya Jaminan Fidusia ini sendiri merupakan perjanjian ikutan dari Perjanjian pokoknya. Dalam Pasal 4 Undang-undang Jaminan Fidusia UUJF dinyatakan bahwa “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Kata “ikutan” dalam ketentuan pasal tersebut sangat jelas menunjukkan bahwa Fidusia merupakan perjanjian accessoir. Sifat accessoir dari jaminan fidusia ini membawa akibat hukum, bahwa: 1 J.Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal.179 2 Supianto, Hukum Jaminan Fidusia, Garudhawaca, Jember, 2015. Hal. 35 2. Fidusia yang menjaminnya karena hukum beralih pula kepada penerima fidusia yang baru dengan dialihkannya perjanjian pokoknya kepada pihak lain; 3. Fidusia merupakan bagian tidak terpisahkan dari atau selalu melekat apada perjanjian pokoknya, karena itu hapusnya fidusia tidak menyebabkan hapusnya perjanjian pokoknya. 1 Jaminan Fidusia menurut Undang-undang Jaminan Fidusia adalah “ pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut masih dalam penguasaan pemilik benda” dan pengertian Jaminan Fidusia dalam Undang- undang Jaminan Fidusia yaitu, bahwa “Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda yang tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasa pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya” Berdasarkan pengertian diatas mengenai jaminan fidusia, meliputi unsur- unsur berikut ini : 1. Adanya hak jaminan. 1 Ibid, hal. 165 2. Adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. 3. Benda yang menjadi objek bangunan tetap berada dalam penguuasaan pemberi fidusia. 4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur. 1 Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa maksud dan tujuan sistem pendaftaran Jaminan Fidusia untuk : 1. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan, terutama terhadap kreditor lain mengenai benda yang telah dibebani dengan Jaminan Fidusia; 2. Melahirkan ikatan jaminan fidusia bagi kreditor penerima fidusia 3. Memberikan hak yang didahulukan preferen kepada kreditor penerima fidusia terhadap kreditor lain, berhubung pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan; 4. Memenuhi asas publisitas. 2 Sejalan dengan prinsip memberikan kepastian hukum, maka Undang- undang Jaminan Fidusia mengambil prinsip pendaftaran jaminan Fidusia. Pendaftaran tersebut diharapkan memberikan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima Fidusia maupun kepada pihak ketiga. 1 Ibid, hal. 36 2 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 200 Pendaftaran merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi sebagai syarat lahirnya jaminan fidusia dan untuk memenuhi prinsip publisitas. Dalam pasal 11 ayat 1 Undang-undang Fidusia disebutkan “Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan”. 1 Pendaftaran tersebut menganut asas spesialitas, sebagai yang kita lihat dari syarat-syarat pendaftaran sebagai yang disebutkan dalam pasal 13 sub 2 Undang- undang Fidusia, yang pada asasnya sama dengan yang disebutkan dalam pasal 6 Undang-undang fidusia, sedang mengenai tanggal, nomor akta dan tempat kedudukan Notaris serta data perjanjian pokoknya sudah dengan sendirinya terekam dan terpenuhi karena di dalam pasal 2 sub 4 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 disyaratkan agar pemohon pendaftaran dilengkapi dengan salinan akta notaris. Pendaftaran dicatat dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran pasal 14 sub 1 Undang-undang Fidusia dan tanggal tersebut akan mempunyai dampak hukum yang besar sekali, karena tanggal tersebut menentukan lahirnya jaminan Fidusia pasal 14 sub 3 Undang-undang Fidusia. 2 Dalam hal pendaftara jaminan fidusia sendiri, notaris mempunyai peran penting dalam melakukan pendaftaran fidusia. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan pasal 5 ayat 1 undang-undang no. 42 tahun 1999 mengenai jaminan fidusia, yang dimana dikatakan bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. 1 Supianto, Op.Cit, hal. 45 2 J. Satrio, Op.Cit, hal.197 Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa memang peran Notaris sangatlah penting dalam pembuatan Jaminan Fidusia sendiri. Yaitu dalam tahapan pembuatan Akta Jaminan Fidusia untuk didaftarkan pada Kantor Jaminan Fidusia KPF. Saat ini pendaftaran jaminan fidusia dilakukan secara elektronik. Hal ini semakin mempererat peranan Notaris sendiri dalam pembuatan akta jaminan fidusia, karena untuk melakukan pendaftaran akta jaminan fidusia melalui elektronik, wewenang untuk mendaftarkan akta jaminan fidusia hanya ada pada notaris, sehingga hanya notarislah yang dapat mendaftarkan akta jaminan fidusia kepada Kantor Jaminan Fidusia.

B. Rumusan Masalah