Pemodelan Material Beton pada Atena 3D
3.2. Pemodelan Material Beton pada Atena 3D
Pada program Atena 3D v.3.3.2 terdapat beberapa jenis plastisitas untuk material. Untuk material beton disediakan dua model plastisitas, yaitu Constitutive Model SBETA (CCSbetaMaterial) dan Fracture-Plastic Constitutive Model.
3.2.1. Constitutive Model SBETA (CCSBeta Material) Nama SBETA dibuat dari pembuat program, pada saat model material ini
pertama kali digunakan. SBETA adalah singkatan dari ánalisis struktur beton bertulang dalam Bahasa jerman – StahlBETonAnalyse.
Asumsi dasar dari material ini diformulasikan berdasarkan kondisi plane stress . Oleh karena itu, pendekatan tersebar ‘smeared’ digunakan untuk model properti material, seperti retak dan tulangan terdistribusi. Ini berarti properti material yang didefinisikan untuk poin material, valid untuk beberapa volume material. Pada kasus ini diasosiasikan dengan seluruh elemen hingga.
Tulangan dapat dimodelkan dengan tersebar ataupun diskret. Tulangan hanya dimodelkan berada pada kondisi tegangan uniaxial. Lekatan sempurna ‘perfect bond’ antara tulangan dan beton diasumsikan bersamaan dengan konsep penyebaran. Tidak ada slip dapat dimodelkan secara langsung, kecuali pada saat memodelkan pengakuan pada saat tegangan tarik.
Model ini memiliki beberapa efek perilaku beton, diantaranya:
1. Perilaku non-linier pada tegangan tekan ‘compression’ termasuk pengerasan dan pelunakan.
2. Patahan atau retakan pada beton pada tegangan tarik ‘tension’ berdasarkan mekanika fraktur non-linier.
3. Kriteria kegagalan kekuatan biaxial.
4. Pengurangan kekuatan tekan setelah retak.
5. Efek pengakuan pada saat tegangan tarik.
6. Pengurangan kekakuan geser setelah retak (retensi variabel geser).
7. Dua model retak, yaitu: arah retak yang tetap dan arah retak terputar ‘rotated’.
Hubungan tegangan-regangan dari beton didefinisikan dalam beberapa dalil.
1. Dalil Kesetaraan Uniaxial Perilaku non-linier beton pada kondisi tegangan biaxial dideskripsikan
ef dengan sebutan tegangan efektif eq σ
c , dan regangan uniaksial setara ε c . Tegangan efektif pada kebanyakan kasus adalah tegangan prinsipal.
Regangan axial ekivalen diperkenalkan untuk mengeliminasi efek dari Poisson pada kondisi regangan bidang ‘plane stress’
Regangan uniaxial ekivalen dapat dianggap sebagai regangan, yang akan menghasilkan tegangan σ ci dalam pengujian uniaksial dengan modulus E ci diasosiasikan dengan arah i. Dengan asumsi ini, sifat non-linier yang menunjukkan kerusakan disebabkan hanya oleh pengaruh tegangan σ ci . Untuk lebih detailnya dapat dilihat CHEN (1982).
Diagram tegangan-regangan uniaxial ekivalen dari beton dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. 1 Hubungan tegangan-regangan uniaxial beton (Cervenka, 2007)
Nomor pada diagram Gambar 3. 1 dalam analisis digunakan untuk mengindikasi kondisi dari kerusakan beton.
Pelepasan beban ‘unloading’ mengikuti fungsi linier kembali ke titik asal.. Contohnya pelepasan beban yang terjadi pada titik U. Jadi, relasi Antara tegangan
ef σ eq
c dan regangan ε tidak khusus dan bergantung pada sejarah pembebanan. Perubahan pada pembebanan dan pelepasannya terjadi saat peningkatan dari regangan efektif berubah tanda. Apabila pembebanan diulang berikutnya terjadi pola pelepasan beban linier mengikuti sampai titik pembebanan U terakhir tercapai kembali. Kemudian, fungsi pembebanan dilanjutkan.
c dan tarik f` t dihitung berdasarkan kondisi tegangan biaxial. Maka, dalil tegangan-regangan uniaxial ekivalen mencerminkan kondisi tegangan biaxial.
ef Nilai puncak dari tegangan tekan f` ef
Hubungan tegangan-regangan diatas digunakan untuk mengkalkulasi modulus elastis untuk matriks kekakuan material. Modulus sekan digunakan pada perhitungan konstitutif untuk menghitung tegangan pada saat diberikan regangan. Modulus sekan dihitung menggunakan rumus:
(3-2)
Modulus tangensial E c t digunakan pada matriks material D c untuk menyusun matriks kekakuan elemen untuk mencari solusi iteratif. Modulus tangensial adalah kemiringan dari hubungan dari kurva tegangan-regangan pada saat diberikan regangan. Nilainya akan selalu positif. Pada saat kemiringan dari kurva kurang dari
c nilai minimum E t , nilai modulus tangensial digunakan sebesar E . Ini terjadi saat daerah pelunakan dan dekat kekuatan tekan puncak.
min t
2. Tegangan Tarik Sebelum dan Setelah Retak Perilaku beton pada tegangan tarik tanpa retak diasumsikan elastis linier. Modulus elastis beton awal adalah E c, kekuatan tarik efektif berdasarkan fungsi kegagalan
biaxial adalah f` t ef .
𝑐 =𝐸 𝑐 𝜀 ,0≤𝜎 𝑐 ≤ 𝑓` 𝑡 (3-3) Terdapat dua tipe formulasi yang digunakan setelah pembukaan retak:
a. Model retak fiktif berdasarkan dalil pembukaan-retak dan energy patahan. Formulasi ini cocok untuk memodelkan perambatan retak pada beton. Ini digunakan pada kombinasi dengan crack band.
b. Hubungan tegangan-regangan pada poin material. Formulasi ini tidak cocok untuk kasus normal perambatan retak pada beton dan seharusnya digunakan pada kasus tertentu.
Pada bagian ini akan dideskripsikan tiga model pelunakan struktur beton bertulang yang termasuk didalam model material SBETA.
a. Dalil Pembukaan Retak Eksponensial Pembukaan retak eksponensial ditunjukkan pada Gambar 3. 2.
Gambar 3. 2 Dalil pembukaan retak eksponensial (Cervenka, 2007)
Rumus pembukaan retak dicetuskan berdasarkan eksperimental oleh Hordijk (1991).
𝑒𝑓 = [1 + (𝑐 1 𝑤𝑐 ) exp(−𝑐
𝑤𝑐 )− 𝑤𝑐 (1 + 𝑐 1 ) exp(−𝑐 2 ) ] (3-4)
𝑐 = 5.14 𝑒𝑓 𝑓` (3-5)
Dimana: w
= pembukaan retak w c = pembukaan retak pada pelepasan lengkap tegangan σ = tegangan normal pada retak (kohesi retak)
c 1 =3 , c 2 = 6.93
G f = energi retak yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah area dari retak tegangan bebas
f` ef t = kekuatan tarik efektif berasal dari fungsi kegagalan Perpindahan pembukaan retak w berasal dari regangan berdasarkan teori crack
band .
b. Dalil Pembukaan Retak Linier Diagram pembukaan retak linier ditunjukkan pada Gambar 3. 3
Gambar 3. 3 Dalil pembukaan retak linier (Cervenka, 2007)
Persamaan pembukaan retak linier dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
c. Penghalusan Linier Berdasarkan Regangan Lokal Bagian penurunan dari diagram tegangan-regangan didefinisikan oleh regangan c 3 bersama dengan tegangan nol. Gambar 3. 4 Menunjukkan diagram penghalusan linier berdasarkan regangan lokal.
Gambar 3. 4 Penghalusan Linier Berdasarkan Regangan Lokal (Cervenka, 2007)
3. Tekan Sebelum dan Setelah Tegangan Puncak Formulasi ini direkomendasikan oleh CEB-FIP Model Code 90, diadopsi
untuk cabang dalil peningkatan tegangan-regangan beton kondisi tekan. Gambar
3. 5 Menunjukkan formulasi kekuatan tekan sebelum puncak. Formulasi ini memungkinkan cakupan luas dari bentuk kurva, dari linier hingga melengkung, dan ini sesuai untuk beton normal maupun beton kekuatan tinggi. Formulasi tegangan dapat dilihat pada rumus dibawah ini.
Gambar 3. 5 Diagram tegangan-regangan tekan beton (Cervenka, 2007).
𝐸 𝜎 𝑜 𝑐 = 𝑓` 𝑐 ; 𝑥= ; 𝑘= 1+(𝑘−2)𝑥 (3-7) 𝜀 𝑐 𝐸 𝑐 Dimana ef σ c = tegangan tekan beton
f` c ef = kekuatan tekan efektif beton x = regangan ternormalisasi ε = regangan
ef ε
c = regangan pada tegangan puncak f` c
k = parameter bentuk
E 0 = modulus elastisitas awal
E c = modulus elastisitas sekan pada tegangan puncak,
Nilai parameter k memiliki nilai positif lebih besar sama dengan 1. Misalnya jika k=1, maka kurva linier. Jika k-2, maka kurva parabola.
Konsekuensi dari asumsi diatas, kerusakan terdistribusi dianggap sebelum tegangan puncak tercapai. Sebaliknya, kerusakan local terjadi setelah tegangan puncak.
Tekan setelah tegangan puncak akan mengalami pelunakan yang dirumuskan dengan kemiringan menurun. Ada dua model pelunakan regangan tekan. Satu berdasarkan energi disipasi dan yang lainnya berdasarkan pelunakan regangan lokal.
a. Model Bidang Tekan Fiktif Model ini berdasarkan asumsi, yaitu kegagalan tekan dilokalisasi pada
bidang normal kea rah tegangan prinsipal tekan. Semua perpindahan pasca-puncak tekan dan energi disipasi dilokalisasi pada bidang. Ini diasumsikan, bahwa perpindahan dipengaruhi oleh ukuran struktur. Hipotesa ini didukung oleh eksperimen Van Mier (1986).
Asumsi ini analog dengan Teori Retak Fiktif akibat tarik, dimana bentuk dari dalil pembukaan-retak dan energi patahan didefinisikan dan dianggap sebagai properti material. Pada kasus tekan, poin akhir dari kurva pelunakan didefinisikan
sebagai perpindahan plastis w d . Dengan ini, energi yang dibutuhkan dari generasi pada area unit bidang kegagalan tidak didefinisikan langsung. Dari eksperimental Van Mier (1986), nilai w d diambil sebesar 0.5mm untuk beton normal. Nilai ini digunakan sebagai default untuk definisi dari pelunakan tekan.
Dalil pelunakan ditransformasikan dari bidang regangan fiktif. Gambar 3.
6 menunjukkan hubungan tegangan-regangan yang valid untuk material volume kontinu tersebut, Gambar 3. 5. Kemiringan dari bagian pelunakan diagram tegangan-regangan didefinisikan sebagai 2 poin, yaitu puncak diagram pada
tegangan maksimum dan limit regangan maksimum ε d pada tegangan nol. Regangan ini dihitung berdasarkan perpindahan plastis w d dan ukuran band L d . Keuntungan dari rumus ini adalah mengurangi kebutuhan mesh elemen hingga. Rumus regangan maksimum dituliskan pada rumus sebagai berikut:
(3-8)
Gambar 3. 6 Dalil perpindahan pelunakan tekan (Cervenka, 2007).
b. Dalil Pelunakan Regangan Tekan berdasarkan regangan Kemiringan dalil pelunakan didefinisikan sebagai modulus pelunakan E d . Formulasi ini bergantung pada besar kecilnya elemen hingga. ya elemen hingga.
4. Kriteria Kegagalan Biaxial
a. Kegagalan tekan Kegagalan tekan biaxial mengacu kepada Kupfer dkk. (1969). Gambar menunjukkan fungsi kegagalan biaxial beton. Dalam kondisi tegangan biaxial, kekuatan beton diprediksi sebagai tegangan proposional. Gambar 3. 7 menunjukkan kondisi kegagalan tegangan biaxial pada beton.
Gambar 3. 7 Kegagalan kondisi tegangan biaxial (Cervenka 2007). Pada kondisi tegangan tekan-tekan, fungsi kegagalan dituliskan dengan
rumus sebagai berikut:
σ c1 ,σ c2 = tegangan prinsipal beton f` c = kekuatan silinder beton uniaksial
Pada kondisi tegangan tarik-tekan, fungsi kegagalannya dilanjutkan secara linier dari titik σ c1 = 0, σ c2 = f` c ke daerah tarik-tekan dengan penurunan kekuatan secara linier. Rumusnya dapat dilihat sebagai berikut:
𝜎 𝑓` 𝑐1 𝑐 = 𝑓` 𝑐 𝛾 𝑒𝑐 ; 𝛾 𝑒𝑐 = (1 + 5.3278 ) ; 1.0 ≥ 𝛾 𝑓` 𝑐 𝑒𝑐 ≥ 0.9 (3-10)
Dimana, r ec adalah faktor reduksi kekuatan tekan pada arah prinsipal 2 akibat tegangan tarik pada arah prinsipal 1.
b. Kegagalan Tarik Pada kondisi tegangan tarik-tarik, kekuatan tarik beton adalah konstan dan dengan kekuatan tarik uniaxialnya f` t . Gambar 3. 7 menunjukkan kegagalan biaxial tegangan tarik-tekan. Pada kondisi tegangan tarik-tekan, kekuatan tarik direduksi dengan persamaan berikut:
𝑡 = 𝑓` 𝑡 𝛾 𝑒𝑡 (3-11) Dimana, r et adalah faktor reduksi kekuatan tarik pada arah 1 akibat tegangan
tekan pada arah 2. Fungsi reduksi mengikuti bentuk berikut:
Hubungan dari persamaan diatas merupakan penurunan linier dari kekuatan tarik dan penurunan hiperbolik.
Dua persamaan hiperbola yang sudah didefinisikan diberikan posisi titik intermediet r, x. Konstanta K dan A mendefinisikan bentuk dari hiperbola. Nilai konstanta untuk dua posisi titik poin intermediet diberikan pada Tabel 3. 1 dibawah ini.
Tabel 3. 1 Nilai penentu kurva hiperbolik
Parameter Tipe
Gambar 3. 8 Kegagalan tegangan biaxial tarik-tekan (Cervenka, 2007). Tabel 3. 2 Parameter default SBETA Constitutive Model (Cervenka, 2007).
Jikalau berbagai parameter tidak diketahui, generalisasi otomatis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Tabel 3. 2 diatas. Pada kasus tersebut, Jikalau berbagai parameter tidak diketahui, generalisasi otomatis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Tabel 3. 2 diatas. Pada kasus tersebut,
3.2.2. Fracture-Plastic Constitutive Model Model retak-plastis mengkombinasikan model konstitutif untuk perilaku
tarik (peretakan ‘fracturing’) dan tekan (plastis). Model fracture didasarkan pada formulasi retak tersebar ortotropik klasik ‘classical orthotropic smeared crack’ dan crack band model . Ini memberlakukan Kriteria Kegagalan Rankine, pelembutan eksponential, dan dapat digunakan sebagai model retak tetap atau terputar ‘fixed or rotated crack model ’. Model plastisitas pengerasan/pelembutan berdasarkan Menétrey-Willam atau kegagalan permukaan Drucker-Prager. Kedua model ini kembali memetakan algoritma untuk integrasi persamaan konstitutif. Perhatian khusus diberikan untuk mengembangkan algoritma untuk mengkombinasikan kedua model. Algoritma terkombinasi didasarkan pada subtitusi rekursif, ini memungkinkan untuk kedua model dapat berkembang dan dihitung terpisah.
Metode untuk mendekomposisi regangan, diperkenalkan oleh De Borst (1986). Ini digunakan untuk mengkombinasikan model retak dan plastisitas bersama-sama. Kedua model ini dikembangkan dengan framework pemetaan alogirtma kembali oleh Wilkins (1964). Pendekatan ini menjamin solusi dari semua besaran regangan inkremental. Dari semua pandangan algoritma, masalahnya ditransformasikan untuk mencari titik balik optimal pada kegagalan permukaan.
Kombinasi algoritma harus ditentukan pemisahan antara regangan plastis dan peretakan komponen sambil harus dapat memenuhi tegangan ekivalen pada kedua model. Tujuan algoritmanya didasarkan pada skema iterasi rekursif. Ini dapat ditunjukan pada saat algoritma rekursif tidak dapat mencapai konvergensi pada beberapa kasus, diantaranya pada saat pelunakan dan dilatasi material. Untuk alasan ini algoritma rekursif ditambahkan dengan berbagai variasi dari metode relaksasi untuk menstabilkan konvergensi.
Formulasi model material berdasarkan dekomposisi regangan dibagi menjadi komponen elastis e ε ij , plastis p ε ij , dan peretakan f ε ij ‘fracturing’. (De Borst 1986)
𝑖𝑗 =𝜀 𝑖𝑗 +𝜀 𝑖𝑗 +𝜀 𝑖𝑗 (3-13) Untuk tegangan kondisi baru digunakan dengan formula:
𝜎 𝑓 𝑖𝑗 =𝜎 𝑖𝑗 +𝐸 𝑖𝑗𝑘𝑙 (∆𝜀 𝑘𝑙 − ∆𝜀 𝑘𝑙 − ∆𝜀 𝑘𝑙 ) (3-14)
Dimana: n-1 σ ij ,σ ij = tegangan pada kondisi ke-n
∆ε kl = regangan plastis inkremental ∆ε kl = regangan peretakan berdasarkan material yang digunakan
Material-material yang termasuk kedalam Fracture Plastic Model adalah CC3DCementitious, CC3DNonLinCementitious, CC3DNonLinCementitious2, CC3DNonLinCementitious2Variable,
CC3DNonLinCementitious2Fatigue, CC3DNonLinCementitious2User, dan CC3DNONLINCEMENTITIOUS2SHCC.
Material CC3DNonLinCementitious2 adalah pengembangan dari CC3DNonLinCementitious, sehingga dapat memperhitungkan bagian keretakan pada model. Material ini juga dapat memperhitungkan pengaruh efek pembebanan jangka panjang ‘creep’ dan jikalau dibutuhkan dapat mengganti material properti pada saat analisis berlangsung.
Material CC3DNonLinCementitious2User adalah model material yang disediakan untuk pengguna, sehingga dapat mendefinisikan dalil-dalil material sendiri. Dalil yang dapat didefinisikan diantaranya diagram tarik dan perilaku pelunakan, faktor retensi geser, dan efek kompresi lateral untuk kekuatan tarik. Nilai-nilai pada kurva yang didefinisikan, dimasukkan saat kurva berada pada daerah pelunakan.