Potensi Susu Kambing Fermentasi Dengan Penambahan Daun Kari Sebagai Pemutih Kulit

(1)

POTENSI SUSU KAMBING FERMENTASI DENGAN

PENAMBAHAN DAUN KARI (MURRAYA KOENIGII)

SEBAGAI PEMUTIH KULIT

ZURAIDA HANUM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Potensi Susu Kambing Fermentasi dengan Penambahan Daun Kari (Murraya koenigii)sebagai Pemutih Kulit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016 Zuraida Hanum NIM D 161110021


(3)

RINGKASAN

ZURAIDA HANUM. Potensi Susu Kambing Fermentasi dengan Penambahan Daun Kari (Murraya koeonigii) sebagai Pemutih Kulit. Dibimbing oleh CECE SUMANTRI, PURWANTININGSIH, IRMANIDA BATUBARA dan EPI TAUFIK.

Perawatan kulit ditujukan sebagai salah satu upaya perlindungan terhadap dampak negatif dari paparan langsung sinar matahari atau radiasi sinar ultraviolet pada kulit manusia, diantaranya adalah pencoklatan/perubahan warna kulit menjadi lebih gelap (tanning) atau hiperpigmentasi. Susu kambing merupakan sumber minyak hewani yang dapat dikembangkan untuk sediaan kosmetik. Susu kambing memberi kelembaban pada kulit sehingga mencegah kulit cepat kering dan juga menjaga kulit dari keterpaparan sinar matahari secara langsung sehingga kulit terlihat lebih cerah. Pengolahan susu kambing berupa fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat, diduga berfungsi sebagai pemutih kulit. Penambahan ekstrak tanaman diujikan sebagai pemutih kulit atau inhibitor sintesis melanin karena memiliki zat aktif seperti fenolik, flavonoid dan zat derivatif lainnya. Daun kari diduga memiliki senyawa fenolik, biasanya pengaruh ini terkait sebagai zat antioksidan dan aktivitas inhibitor sintesis melanin

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji potensi bakteri asam laktat (BAL), sebagai kultur starter pada fermentasi susu kambing Peranakan Etawah dengan daun kari (Murraya koenigii) sebagai pemutih kulit. Proses pemutih kulit berkaitan dengan penghambatan aktivitas tirosinase, antioksidan dan penghambatan pembentukan melanin pada kultur sel B16F0 melanosit.

Kultur BAL yang digunakan yaitu Lactobacillus plantarum TW 14 dan Lactobacillus rhamnosusTW 2, hasil isolasi Setyawardani (2012). Daun kari yang diperoleh dari Provinsi Aceh, lazim digunakan oleh masyarakat setempat sebagai bumbu masakan. Susu yang digunakan merupakan susu kambing Peranakan Etawah. Sebelum susu dipasteurisasi, terlebih dahulu dilakukan pengamatan terhadap berat jenis, kandungan protein dan kandungan lemak dari susu. Selanjutnya susu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. BAL yang digunakan sebelumnya telah mengalami proses pengayaan, kemudian dihitung kembali populasinya, diidentifikasi ulang sifat morfologi, fisiologi dan kimiawinya. Kurva dihitung dari 0-42 jam dan fase logaritmik ditetapkan sebagai kultur kerja.

Tahapan pertama penelitian adalah mengkaji pengaruh penambahan starter sejumlah 3%, 4% dan 5% terhadap viabilitas BAL. Luaran tahap pertama digunakan sebagai acuan tahapan kedua. Tahapan kedua dilakukan untuk mengkaji pengaruh waktu inkubasi dan penambahan daun kari terhadap susu. Daun kari ditambahkan pada susu setelah dilakukan analisis terhadap kadar air, kadar abu dan diekstraksi menggunakan etanol serta dilanjutkan dengan pengujian fitokimia, fenolik, antioksidan dan inhibitor tirosinase. Ekstraksi susu dengan dan tanpa penambahan daun kari dilakukan dengan cara sentrifugasi, hasil ekstraksi disimpan pada suhu -20 oC. Analisis pada tahap pertama dan kedua meliputi uji tirosinase pada substrat L-Tirosin dan L-Dopa serta uji antioksidan. Tahapan ke-3 merupakan pengujian terhadap luaran tahapan kedua, berupa perlakuan dengan waktu inkubasi terbaik. Pengujian pada tahap ketiga merupakan


(4)

ujiin vitropenghambatan melanin pada kultur sel B16F0 melanosit oleh daun kari dan susu.

Hasil analisis menunjukkan bahwa susu kambing Peranakan Etawah yang digunakan memiliki berat jenis, kadar protein dan kadar lemak, masing-masing sebesar 1.028 g/ml, 3.73 % dan 5.45 %. Kualitas susu ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan. Identifikasi ulang pada bakteri asam laktat juga masih menunjukkan sifat yang sama secara morfologi, fisiologi dan biokimia. Kurva tumbuh BAL TW 14 dan TW 2 masing-masing optimum pada jam ke 13 dan jam ke 12. Konsentrasi starter terbaik dilihat dari nilai antioksidan dan penghambatan tirosinase adalah 5% dengan masa inkubasi selama 24 jam.

Daun kari memiliki kadar air dan abu masing-masing sebesar 38.55% dan 10.55%. Daun kari mengandung fenolik, alkaloid, terpenoid, flavonoid dan steroid, dengan kandungan total fenolik sebesar 16.21%. Ekstrak etanol daun kari memiliki nilai kapasitas antioksidan 1,289 mg dalam 1 g asam askorbat, aktivitas penghambatan tirosinase IC50 sebesar 317,5 ppm pada substrat L-Tirosin dan 793.7 ppm pada substrat L-Dopa dengan kontrol positif dari asam kojat sebesar 9.4 ppm pada substrat L-Tirosin dan 52.5 ppm pada substrat L-Dopa.

Hasil pengamatan pada tahap ketiga berupa viabilitas sel, penghambatan melanin secara intraseluler dan ekstraseluler pada kultur sel B16F0. Ekstrak etanol daun kari secara viabilitas sel, bersifat toksik terhadap sel dan tidak memberikan pengaruh penghambatan melanin secara intraseluler dan ekstraseluler. Secara viabilitas sel fermentasi susu dari semua perlakuan tidak bersifat toksik pada sel B16F0. Susu kambing dapat menghambat melanin secara intraseluler B16F0, pada konsentrasi 66.7 mg/ml, sebesar 17%. Susu kambing dengan penambahan ekstrak daun kari, memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 16.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing sebesar 23% dan 25%. Susu yang difermentasi menggunakan starter TW 14 memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 66.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing sebesar 8% dan 27%. Susu yang difermentasi menggunakan starter TW 14 dan daun kari, memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 66.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing sebesar 14% dan 18%. Susu yang difermentasi menggunakan starter TW 2, memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 66.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing sebesar 22% dan 16%. Susu yang difermentasi menggunakan starter TW 2 dan daun kari, hnya memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 66.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing hanya sebesar 6% dan 3% dari hasil penelitian ini.

Dapat disimpulkan bahwa penggunaan susu kambing mencapai potensi optimum sebagai pemutih kulit dengan penambahan daun kari. Penggunaan BAL TW 14 dan TW 2 sebagai starter pada fermentasi susu kambing mencapai potensi optimum sebagai pemutih kulit tanpa penambahan daun kari.

Kata kunci: fermentasi susu, daun kari, pemutih kulit, inhibitor tirosinase, antioksidan , kultur sel B16F0


(5)

SUMMARY

ZURAIDA HANUM. Potency of Fermented Goat Milk with Curry Leaves (Murraya koenigii) Addition as Whitening Agent. Supervised by CECE SUMANTRI, PURWANTININGSIH, IRMANIDA BATUBARA dan EPI TAUFIK.

Skin care is intended as effort to protect from the negative impact by direct

exposure of sunlight or ultraviolet radiation constantly to human’s skin including browning/changing of skin color to be darker (tanning) or hiperpigmentation.

Goat’s milk is one of the sources of animal oil that could be developed for cosmetic supply. Goat’s milk give humidity to skin to prevent from quick dried and also keep the skin from exposure of sunlight directly to make the skin is lighter. Treatmentof goat’s milk such as fermentation by usinglactic acid bacteria is expected to have function as whitening agent. The addition of plant’s extract

that assayed as whitening agent or inhibitor of melanin is also expected to have the function. Curry leaves is one of the plant leaves which is suspected to have phenolic compound, these effect related as antioxidant substance and melanin synthesis inhibitor activity.

This research was aimed to observe the potential of goat milk, lactic acid bacteria (LAB) and curry leaves (Murraya koenigii) as whitening agent. The process of skin whitening has related to tyrosinase inhibitory activity, antioxidant, and inhibition of melanin formation.

Lactobacillus plantarumTW 14 andLactobacillus rhamnosusTW 2 which was isolated by Setyawardani (2012), were used as LAB starter in this research. Curry leaves were obtained from Aceh, the area where this leaves is normally used by local communities as food ingredients. Peranakan Etawah goat’s milk

was used as main material of the experiment. Prior to pasteurization, the milk samples analyzed for its specific gravity, protein and fat content. Subsequently, milk were incubated in 37 oC for 24 hours. Lactic acid bacteria were resuscitated to revive its viability and re-identified of their morphology, physiology and chemical. The growth curve of LAB was calculated from 0 to 42 hours and logarithmic phase was selected for working culture.

The first stage of the experiment was to observe the influence of starter addition (3%, 4%, and 5%) on LAB viability. The first stage output was used as benchmark of the second stage. The second stage was done to observe the influence of incubation time and addition of curry leaves on milk. Curry leaves were added into milk after leaves were analyzed for the water and ash contents, and extracted with ethanol which was continued by phytochemical assay, phenolic, antioxidant, and tyrosinase inhibitor content. The extract was stored in temperature of minus 20oC. The tyrosinase assay with substrate Tyrosin and L-Dopa and also antioxidant assay done in both of the first stage and the second one. The treatment with best time of incubation as the result in the seond stage, was used analysis of melanin inhibition in cell culture of melanocytes.

The results showed that the quality of Peranakan Etawah milk namely specific gravity, protein and fat content were 1.028 g/ml, 3.73 % and 5.45 %, respectively, were complied with the avalaible standard. The re-identification of


(6)

LAB showed that the bacteria were having similar characters based on their morphology, physiology and biochemistry. The L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2 reached their logarithmic phase in thirteenth and twelfth hours respectively. The best LAB concentration addition based on antioxidant and tyrosinase inhibitory activities was 5% with 24 hours incubation time.

The analysis of curry leaves showed that the water and ash content were 38.55% and 10.55%, respectively. The phytochemical assay of curry leaves showed that the leaves contain phenolic, alkaloid, terpene, flavonoid and steroid with the total phenolic content 16.21%. The antioxidant capacity from ethanol extract of curry leaves was 1,289 mg in 1 g ascorbate acid. The value of tyrosinase activity (IC50) of curry leaves was 317.5 ppm of L-tyrosine substrate and 793.7 ppm of Dopa Substrate with positive control from kojic acid was 9.4 ppm of L-Tyrosine substrate and 52.5 of L-Dopa substrate.

The results of the third stage were on cell viability, melanin inhibitory activity in intracellular and extracellular of cell culture B16F0. The cell viability content of curry leaves extract was toxic in B16F0 cell. Based on cell viability, all fermented goat milk with and without starter addition were not toxic against B16F0 cells. In concentration of 66.7 mg/ml, goat milk without starter was capable of inhibiting 17% in B16F0 cell. Fermented goat milk with addition of curry leaves only in concentration of 16.7 mg/ml was capable of inhibiting 23% and 25% intracellular and extracellular melanin, respectively. Fermented goat milk withL. plantarumTW 14 starter in concentration of 66.7 mg/ml was capable of inhibiting 8% and 27 % intracellular and extracellular melanin, respectively; while fermented goat milk in concentration of 66.7% with curry leaves and L. plantarumTW 14 starter was capable of inhibiting 14% and 18% intracellular and extracellular melanin, respectively. Fermented goat milk in concentration of 66.7 mg/ml with TW 2 starter was capable of inhibiting 22% and 16% intracellular and extracellular melanin, respectively; while fermented milk in concentration of 66.7 mg/ml with curry leaves andL. rhamnosus TW 2 starter was capable of inhibiting only 6% and 3% intracellular and extracellular melanin, respectively.

It can be concluded that the goat milk could reached its optimum level as whitening agent with addition of curry leaves. The used of L. plantarumTW 14 and L. rhamnosus TW 2 as LAB starter in fermentation of the goat milk could enchanced the whitening activity without addition of curry leaves.

Key Words: milk fermentation, lactic acid bacteria, curry leaves, whitening agent, tyrosinase inhibitor, antioxidants, B16F0 cell culture.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

POTENSI SUSU KAMBING FERMENTASI DENGAN

PENAMBAHAN DAUN KARI (MURRAYA KOENIGII)

SEBAGAI PEMUTIH KULIT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup:

Prof Dr Drh Mirnawati B Sudarwanto Prof Dr Ir Tatik Khusniati, MAppSc

Penguji pada Ujian Terbuka:

Prof Dr Drh Mirnawati B Sudarwanto Prof Dr Ir Tatik Khusniati, MAppSc


(10)

Judul Disertasi : Potensi Susu Kambing Fermentasi dengan Penambahan Daun Kari (Murraya koenigii)sebagai Pemutih Kulit

Nama : Zuraida Hanum

NIM : D 161110021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc Ketua

Dr Irmanida Batubara, SSi MSi Anggota

Prof Dr Dra Purwantiningsih S, MS Anggota

Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, Msi

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MAgrSc


(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Salam dan shalawat kepada junjungan Nabi Muhammmad Shallahu ‘alaihi wassalam atas perjuangan dan pengorbanan beliau, penyusun berkesempatan merasakan pendidikan hingga jenjang ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc, Prof Dr Dra Purwantiningsih S, MS, Dr Irmanida Batubara, SSi MSi dan Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi selaku pembimbing, serta Prof Tohru Mitsunaga yang telah membimbing pelaksanaan penelitian di Gifu University. Ucapan terimakasih atas arahan dan saran kepada Prof Dr Drh Mirnawati B Sudarwanto dan Prof Dr Ir Tatik Khusniati, MAppSc, selaku dosen penguji luar komisi. Penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir Rarah RAM, DEA (Alm) yang telah memberikan saran diawal penelitian. Ucapan terima kasih kepada Dr Ir Salundik, MSi dan Dr. Niken Ulupi, M. Si, selaku ketua dan sekretaris program studi ITP dan staf (Bu Ade dan Mbak Okta), atas pelayanan administrasi yang ramah selama penulis menempuh studi. Ungkapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan program doktor ITP IPB angkatan 2011 (Pak Amru, Mbak Heni, Mbak Ndari, Mbak Tati, Ibu Ririt, Ibu Yayuk dan Ibu Kokom), Semoga persahabatan kita terus berlanjut dimanapun kita nantinya. Terima kasih tak terhingga atas segala bantuan di laboratorium, selama penelitian berlangsung (Mbak Ebi, Pak Sabur, Bu Yenni, Mbak Nia, Mbak Lela, Mbak Salina, Mas Nio, Pak Hendra, Yasuko dan Kosei). Terimakasih kepada adik-adik dan teman-teman yang ikut membantu di laboratorium (Kiki, Rastina, Nopi, Nae, Ana, Nova, Ali, Awlia dan Egra). Ungkapan terimakasih kepada PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) di Gifu-Jepang, yang telah banyak membantu terlaksananya tahap akhir penelitian, mulai dari keberangkatan, selama berada di Gifu hingga proses kepulangan ke tanah air.

Ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Pertanian Unsyiah yang telah memberikan izin tugas belajar, kepada Dr Ir Yusdar Zakaria, MS dan Dr Ir Yurliasni MSc selaku guru, senior dan kolega bagian Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Peternakan Unsyiah, juga Ir. Mira Delima MP, Ir. Cut Intan Novita, MSi dan Veronica Wanniatie SPt, MSi, selaku sahabat yang terus menerus mendukung dan menguatkan penulis. Ungkapan terimakasih atas kebersamaan dan persaudaraan yang indah, kepada teman halaqah, khususnya murabbi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, Ayah, Ibu dan Bapak mertua, Suami, anak-anak serta seluruh keluarga besar (Abang, Kakak, Adik, Ponakan), atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016 Zuraida Hanum


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Kebaruan 3

Alur Berpikir Penelitian 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

2 METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Materi Penelitian 5

Prosedur Penelitian 6

Persiapan Susu 6

Uji Berat Jenis 6

Pengukuran Kadar Protein 6

Pengukuran Kadar Lemak 7

Tahapan Penelitian 7

Tahapan Pertama 7

Persiapan Bakteri Asam Laktat (BAL) 8

Penyegaran Bakteri Asam Laktat 8

Identifikasi Karakteristik Morfologi BAL 9

Identifikasi Karakteristik Fisiologis BAL 9

Penentuan Ketahanan Terhadap Suhu 9

Penentuan Ketahanan Terhadap Garam 10

Penentuan Ketahanan Terhadap pH 10

Identifikasi Karakteristik Kimiawi BAL 10

Penentuan Katalase 10

Perhitungan Kurva Tumbuh dan Perbanyakan Kultur 10

Ekstraksi Susu 10

Perhitungan Inhibitor Tirosinase 11

Pengukuran Antioksidan 11

Tahapan Kedua 11

Persiapan Daun Kari 11

Identifikasi Spesies Daun Kari 12

Penentuan Kadar Air Daun Kari 12

Penentuan Kadar Abu Daun Kari 13

Uji Fitokimia 14

Uji Alkaloid 14

Uji Fenolik 14


(13)

Uji Terpenoid dan Steroid 14

Uji Tanin 15

Pengujian Total fenolik 15

Tahapan Ketiga 15

Pengeringan Sampel Susu Fermentasi 15

Persiapan Kultur Sel B16F0 Melanosit 15

Pengukuran Viabilitas Sel dan Kandungan Melanin 15

Prosedur Analisis Data 16

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Pemeriksaan Susu 17

Efektivitas Konsentrasi Starter Susu Kambing Fermentasi sebagai

Antioksidan dan Inhibitor Tirosinase 18

Populasi Bakteri Asam Laktat dan Kurva Tumbuh 18

Reidentifikasi Bakteri Asam Laktat 19

Aktivitas Inhibitor Tirosinase 20

Antioksidan 22

Pengaruh Penambahan Daun Kari dan Waktu Inkubasi Susu Kambing Fermentasi sebagai Antioksidan dan Inhibitor Tirosinase 23

Identifikasi Spesies Daun Kari 24

Kadar Air Daun Kari 24

Kadar Abu Daun Kari 25

Fitokimia dan Total Fenolik Daun Kari 25

Antioksidan 27

Aktivitas Inhibitor Tirosinase 29

Populasi Bakteri Asam Laktat 31

Kandungan Protein 32

Potensi Susu Kambing Fermentasi dengan Penambahan Ekstrak Daun Kari sebagai Inhibitor Melanin pada Kultur Sel B16F0 33

Viabilitas Sel dan Kandungan Melanin 34

4 SIMPULAN DAN SARAN 39

Simpulan 39

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 46


(14)

DAFTAR TABEL

Matrik kerja penentuan konsentrasi starter 8

Matrik kerja pengaruh penambahan daun kari dan waktu inkubasi 12 Matrik kerja pengukuran inhibitor melanin pada kultur sel B16F0 15

Kualitas susu kambing Peranakan Etawah 18

Identifikasi morfologi, fisiologi dan biokimia isolat L. plantarum TW 14

danL. rhamnosusTW 2 20

Karakteristik L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2 hasil isolasi

Setyawardani 20

Aktivitas inhibitor tirosinase susu fermentasi dari L. plantarumTW 14 dan

L. rhamnosusTW 2 21

Aktivitas antioksidan susu fermentasi dari L. plantarum TW 14 dan L.

rhamnosusTW 2 (ppm) 23

Fitokimia ekstrak etanol daun kari 25

Aktivitas Inhibitor tirosinase daun kari (Murraya koenigii) 29

DAFTAR GAMBAR

1 Alur berpikir penelitian 4

Persiapan starter dan fermentasi 9

Persiapan, ekstraksi dan pengujian daun kari 13

Lactobacillus plantarumTW 14 dan Lactobacillus rhamnosusTW 2 19

Biosintesis melanin ((Likhitwitayawuid 2008) 22

Daun,batang dan bunga tumbuhan kari 24

Kurva standar asam galat 26

Aktivitas antioksidan susu kambing fermentasi dengan penambahan

ekstrak etanol daun kari (%) 28

Aktivitas Inhibitor Tirosinase susu kambing fermentasi dengan penambahan ekstrak etanol daun kari pada substrat L–Tirosin (%) 29 Aktivitas Inhibitor Tirosinase susu kambing fermentasi dengan

penambahan ekstrak etanol daun kari pada substrat L–Dopa (%) 30 Populasi bakteri asam laktat dalam susu kambing fermentasi dengan

penambahan daun kari 31

Kadar protein susu kambing fermentasi dengan penambahan daun kari 32 Pengaruh ekstrak etanol daun kari terhadap kultur sel B16F0 35 Pengaruh perlakuan susu kambing (SK) dan susu kambing dengan

penambahan ekstrak daun kari (SKK) terhadap kultur sel B16F0 36 15 Pengaruh perlakuan susu +L. plantarumTW 14 (SKP) dan susu kambing

+L. plantarum TW 14 + ekstrak daun kari (SKPK) terhadap kultur sel

B16F0 36

16 Pengaruh Perlakuan susu + L. rhamnosusTW 2 (SKR) dan susu kambing + L. rhamnosus TW 2 + Ekstrak daun kari (SKRK) terhadap kultur sel


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kurva tumbuh Bakteri Asam Laktat 45

2 Identifikasi spesies daun kari 46

3 Pengaruh penambahan daun kari dan waktu inkubasi terhadap susu

kambing fermentasi 47

4 Nilai pengujian pada kultur sel B16F0 49


(16)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing perah di Indonesia merupakan komoditas peternakan yang memiliki prospek pengembangan yang baik. Kambing perah dapat berperan ganda sebagai penghasil susu dan daging. Selain itu, ditinjau dari kebutuhan investasi, usaha kambing perah memerlukan investasi yang jauh lebih rendah dibandingkan sapi perah. Susu kambing mempunyai globula yang lebih kecil, terhomogenisasi lebih lama sehingga tidak mudah rusak dan menangkap radikal bebas (Sunarlim dan Setyanto 2008). Ketertarikan konsumen terhadap susu kambing dewasa ini meningkat karena susu kambing diyakini memiliki banyak manfaat dari segi kesehatan dan kecantikan terutama sebagai pemutih kulit.

Susu kambing merupakan sumber minyak hewani yang dapat dikembangkan untuk sediaan kosmetik. Susu kambing memiliki efek anti alergi terhadap kulit dan memberi kelembaban pada kulit sehingga mencegah kulit cepat kering dan juga menjaga kulit dari keterpaparan sinar matahari secara langsung sehingga kulit terlihat lebih cerah.

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perawatan kesehatan kulit merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya peningkatan permintaan produk-produk perawatan kulit. Perawatan kulit ditujukan sebagai salah satu upaya perlindungan dari dampak negatif kondisi cuaca yang semakin ekstrim karena pemanasan global dan penipisan lapisan ozon. Beberapa dampak negatif yang dapat muncul dari paparan langsung sinar matahari atau radiasi sinar ultraviolet secara terus menerus terhadap kulit manusia diantaranya adalah pencoklatan/perubahan warna kulit menjadi lebih gelap (tanning) atau hiperpigmentasi, kulit kemerahan, kulit kering, kulit terbakar, keriput, kerusakan kulit, iritasi, serta promotor kanker kulit.

Hiperpigmentasi terjadi ketika terlalu banyak produksi melanin dan terdepositnya melanin di kulit. Melanin merupakan pigmen warna pada kulit, rambut, lapisan koroid mata dan sel-sel tumor tertentu. Hiperpigmentasi merupakan salah satu problem orang dewasa di dunia, meski bukan merupakan penyakit berbahaya. Hiperpigmentasi dapat dihambat dengan beberapa cara, seperti menghambat kerja enzim tirosinase dan produksi melanin pada sel melanosit.

Pigmen melanin yang diproduksi pada sel melanosit terdiri dari dua jenis, yaitu eumelanin (pigmen cokelat-hitam) dan feomelanin (pigmen kuning-merah). Proses pembentukan melanin atau pigmen pada kulit manusia terjadi dengan bantuan biokatalis (enzim) dan sinar ultraviolet (UV) yang terdapat dalam sinar matahari. Biokatalis yang berperan dalam reaksi pencoklatan ini adalah tirosinase yang banyak ditemukan pada mamalia, buah-buahan dan juga di dalam proses pencoklatan fungi secara enzimatik (Chang 2009).

Pada manusia, kelebihan produksi melanin diakibatkan terpapar sinar UV, a-Melanocyte Stimulating Hormone (MSH), Agouti Signal Protein (ASP) dan peningkatan metabolisme enzim tirosinase (Sulaimon dan Kitchell 2003). Enzim tirosinase dalam sintesis melanin di melanosit, menggunakan molekul oksigen untuk mengkatalisis reaksi hidroksilasi tirosin dan oksidasi 3,4-dihidroksi fenil alanin/L-DOPA menjadi o-dopakuinon. Oksidasi DOPA menghasilkan reaksi free-radical-coupling pathway. Jika reaksi radikal bebas ini masuk dalam sintesis melanin, maka akan terjadi radikal hidroksil/OH yang merupakan bagian dariReactive Oxigen Species/ROS. Radikal hidroksil merupakan radikal bebas paling reaktif (Kim dan Uyama 2005).

Inhibitor enzim tirosinase untuk mengatur metabolisme pigmentasi telah menarik banyak perhatian, diantaranya adalah inhibitor tirosinase yang diperoleh dari senyawa


(17)

metabolit sekunder asal hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu cara untuk menghambat pembentukan melanin adalah dengan melakukan penghambatan aktivitas tirosinase (Lloyd et al. 2011). Tirosinase pada jaringan kulit diaktivasi oleh radiasi sinar UV (ultra violet) matahari sehingga mempercepat produksi melanin dan membuat kulit menjadi berwarna lebih gelap. Penghambatan pada aktivitas tirosinase memberikan efek yang menguntungkan pada beberapa individu, terutama pada kalangan wanita muda karena adanya penghambatan enzim tirosinase akan meningkatkan kecerahan kulit dengan mengurangi efek penggelapan kulit (Djajadisastra 2003).

Saat ini telah banyak ditemukan bahan alam maupun bahan sintetik yang memiliki efek pencegahan terbentuknya radikal bebas dari proses pembentukan melanin dan berfungsi sebagai pemutih kulit. Beberapa contoh seperti hidrokuinon, asam kojat dan arbutin merupakan bahan yang sering digunakan sebagai bahan sediaan kometik yang berfungsi sebagai pemutih kulit. Selain itu pada beberapa tahun terakhir ini, telah banyak ekstrak tanaman yang diujikan sebagaiwhitening agent(pemutih kulit) atau inhibitor sintesis melanin karena memiliki zat aktif seperti fenolik, flavonoid dan zat derivatif lainnya. Biasanya pengaruh ini terkait sebagai zat antioksidan dan aktivitasscavenger(Khan 2007).

Senyawa yang berasal dari bahan alam berfungsi sebagai pemutih kulit seperti senyawa yang berasal dari golongan flavonol (kuersetin, mirisetin, kaempferol), golongan isoflavon, kalkon dan stilbenoid (Chang 2009; Zhenget al. 2008). Senyawa ini sebagian besar diperoleh dari bahan alam seperti dari ekstrak tumbuhan andalas (Morus macroura) dan beberapa spesies Dipterocarpaceae, seperti Shorea assamica, S. seminis, Vatica umbonata, dan Dryobalanops oblongifolia (Hakimet al. 2008). Dari ekstrak kayuArtocarpus incisusdanA. heterophyllus diperoleh senyawa isoartokarpesin dan kloroforin yang memiliki aktivitas inhibisi yang sama dengan asam kojat (Supriyanti 2009), sedangkan dari tumbuhan mulberri (Broussonetia papyrifera) berhasil diisolasi sejumlah senyawa diantaranya adalah golongan senyawa flavon, kuersetin dan luteolin (Zhenget al. 2008).

Daun kari merupakan tanaman indigenus di Provinsi Aceh yang sering digunakan dalam berbagai masakan lokal setempat dan diduga mengandung senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan dapat bereaksi dengan radikal bebas dan mengubahnya menjadi molekul yang lebih stabil. Antioksidan mengikat elektron bebas, menghentikan reaksi berantai dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Kestabilan antioksidan dihasilkan oleh ikatan terkonjugasi sehingga elektron radikal dapat terdelokalisasi ((Vermeris dan Nicholson (2006), diacu dalam Danial (2012)). Khasiat kari telah diteliti oleh Kadam et al. (2009), daun kari digunakan sebagai aroma terapi karena mengandung minyak atsiri. Ekstrak etanol daun kari mempunyai kandungan fenolik yang tinggi yang berfungsi sebagai antioksidan yang memberikan kelembaban pada kulit.

Seperti halnya susu hewani maupun nabati yang banyak digunakan dalam sediaan kosmetika, fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam laktat untuk kulit juga berhubungan dengan pengobatan pada luka dan luka bakar dan saat ini mulai berkembang luas sebagai material pembuatan kosmetik (Baba et al. 2006). Fermentasi susu kedelai dengan menggunakanLactobacillus helveticus, menghasilkan susu yang mampu memberikan efek kelembaban pada kulit. Selain itu kemampuan bakteri asam laktat pada susu kedelai memberi efek menghambat melanogenesis yang diujicobakan pada kultur sel B16F0 melanosit (Chenet al. 2012).

Pemanfaatan fermentasi susu kambing dengan menggunakan bakteri asam laktat genus Lactobacillus dan daun kari sebagai sediaan kosmetik belum pernah dilakukan selama ini, sehingga perlu dikaji lebih mendalam pemanfaatannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi susu kambing fermentasi dengan penambahan daun kari sebagai sediaan pemutih kulit ditinjau secara enzimatis melalui inhibitor tirosinase, antioksidan dan inhibitor melanin pada kultur sel B16F0. Fermentasi dengan menggunakan dua bakteri asam laktat yang telah


(18)

diisolasi oleh Setyawardani (2012), dari susu kambing Peranakan Etawah, yaitu Lactobacillus plantarumTW 14 danLactobacillus rhamnosusTW 2.

Perumusan Masalah

Proses pemutih kulit berkaitan dengan penghambatan sintesis melanin, pada tubuh manusia dapat direduksi dengan beberapa mekanisme, seperti antioksidan, inhibitor enzim tirosinase dan aktivitas hormon. Antioksidan dan inhibitor enzim tirosinase dapat diperoleh dari senyawa sintetik ataupun dari bahan alam yang dikembangkan sebagai bahan sediaan kosmetik.

Penggunaan bahan sediaan kosmetik sintetik selain menghambat melanin, juga berdampak negatif terhadap kerusakan sel kulit yang memproduksi melanin, sehingga pemakaiannya sudah dilarang. Bahan-bahan alam mulai dikembangkan dalam sediaan kosmetik sebagai pemutih kulit, karena aman bagi kulit.

Susu kambing merupakan sumber bahan alam berupa minyak hewani yang dapat dikembangkan dalam sediaan kosmetik. Pengolahan susu kambing berupa fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2, diduga berfungsi sebagai pemutih kulit. Penambahan ekstrak tanaman diujikan sebagai pemutih kulit atau inhibitor sintesis melanin karena memiliki zat aktif seperti fenolik, flavonoid dan zat derivatif lainnya. Daun kari diduga memiliki senyawa fenolik, biasanya pengaruh ini terkait sebagai zat antioksidan dan aktivitas inhibitor sintesis melanin (Gambar 1).

Kebaruan

1. Penggunaan bakteri asam laktat pada susu kambing, yang berfungsi sebagai pemutih kulit belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga perlu diuji potensinya dalam menghambat enzim tirosinase, sebagai antioksidan dan penghambatan sintesis melanin pada kultur sel B16F0.

2. Potensi susu kambing sebagai pemutih kulit dalam sediaan dalam kometika belum pernah diukur kearah penghambatan enzim tirosinase, sebagai antioksidan dan penghambatan sintesis melanin pada kultur sel B16F0.

3. Penggunaan daun kari bertujuan mengangkat potensi tanaman lokal yang diduga berpotensi sebagai penghambatan enzim tirosinase, antioksidan dan penghambatan pada kultur sel B16F0.

4. Penambahan susu kambing fermentasi dengan daun kari sebagai pemutih kulit belum pernah dilakukan sebelumnya.

5. Penambahan bakteri asam laktat pada susu kambing dan ekstrak daun kari yang berfungsi sebagai pemutih kulit belum pernah dikaji potensinya sebagai pemutih kulit dalam menghambat enzim tirosinase, sebagai antioksidan dan penghambatan melanin pada kultur sel B16F0.


(19)

Alur Berpikir Penelitian

Potensi Susu Kambing sebagai Pemutih Kulit

a. Susu Kambing

b. Starter Bakteri Asam Laktat c. Daun Kari

Membandingkan Dua Potensi Starter yang Digunakan

Lactobacillus plantarum TW 14 dan Lactobacillus rhamnosus TW 2

Gamba

1. Mendapatkan persentase kons fermentasi susu kambing seba 2. Mengidentifikasi secara kual 3. Mengukur kandungan fenolik 4. Mengidentifikasi nilai pengha 5. Mendapatkan waktu inkubas

starter serta penambahan daun 6. Membandingkan persentase a

kambing dan fermentasi penambahan daun kari. 7. Membandingkan spesies bakt

Lactobacillus rhamnosusTW

agai a. Inhibitor Tirosinase

b. Antioksidan

c. Inhibitor Melanin pa B16F0

a. Potensi

t b. Korelasi

14 amnosus

mbar 1. Alur kerangka berpikir penelitian

Tujuan Penelitian

konsentrasi penambahan bakteri asam laktat ebagai inhibitor enzim tirosinase dan antioksidan. kualitatif komponen fitokimia dari daun kari.

nolik sebagai antioksidan pada daun kari.

nghambatan enzim tirosinase dan antioksidan dari d basi terbaik dari susu kambing tanpa dan dengan m daun kari sebagai inhibitor enzim tirosinase dan ant se aktivitas inhibitor melanin pada kultur sel B16F

si susu kambing menggunakan starter dengan bakteri asam laktat terbaikLactobacillus plantarum

TW 2 sebagai inhibitor melanin pada kultur sel B16F ase pada Sel

t terbaik pada n.

ri daun kari. n menggunakan antioksidan. 16F0 antara susu ngan dan tanpa arumTW 14 dan


(20)

Manfaat Penelitian

1. Menginformasikan potensi susu kambing sebagai sediaan kosmetika terutama sebagai pemutih kulit.

2. Menginformasikan potensi susu kambing fermentasi dengan penambahan bakteri asam laktat sebagai pemutih kulit.

3. Menginformasikan potensi daun kari yang selama ini digunakan sebagai bahan makanan juga punya potensi lain sebagai sediaan kosmetika.

4. Menginformasikan potensi susu kambing fermentasi dengan penambahan bakteri asam laktat dan daun kari sebagai pemutih kulit.

2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Agustus 2013 hingga Bulan Desember 2014. Persiapan bakteri dan fermentasi susu dilakukan di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ekstraksi susu fermentasi dilakukan pada Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Persiapan daun kari dan ekstraksi daun kari dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pengujian antioksidan dan enzim tirosinase dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor. Pengujian Inhibitor melanin pada kultur sel B16F0 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Ilmu Biologi, Universitas Gifu, Jepang.

Materi Penelitian

Susu kambing yang digunakan berasal dari kambing Peranakan Etawah. Susu kambing diperoleh dari Koperasi Daya Mitra Primata, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor. Fermentasi susu menggunakan dua isolat bakteri asam laktat (BAL) yaitu L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2. Kedua BAL ini telah diisolasi Setyawardani (2012), dari susu kambing Peranakan Etawah yang berasal dari Koperasi Daya Mitra Primata, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor. Dalam penelitian ini kedua isolat yang digunakan tersebut, dikonfirmasi kembali secara morfologi, fisiologi dan biokimianya. Daun kari (Murraya koenigii) yang digunakan diperoleh dari desa Cot Keung, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar. Kultur sel B16F0 melanosit diperoleh dari biomedical pharma, Osaka, Jepang.

Bahan-bahan yang digunakan untuk persiapan bakteri asam laktat diantaranya deMan Rogosa Sharpe Agar (MRSA) (Oxoid) dan deMan Rogosa Sharpe Broth (MRSB) (Oxoid), Buffer Peptone Water (BPW) (Oxoid), pereaksi H2O2, NaCl. Pada persiapan daun kari n -heksana, etanol, Reagen Follin ciocalteu’s, amil, alkohol, NH4OH. Bahan-bahan yang dipersiapkan pada uji penghambatan tirosinase dan uji antioksidan antaranya, dimetil sulfoksida (DMSO), asam kojat, Na2HPO4, NaH2PO4 (buffer fosfat pada pH 6.5), enzim Tirosinase dan Substrat L-Tirosin dan L-DOPA, metanol 0.01 M, 2.2 dipheniyl-1-pycryhidrazyl (DPPH), asam askorbat, Dulbecco Modified Eagle Medium (DMEM), Fetal Bovine Serum (FBS), penicilin, streptomycin, reagen Microculture Tetrazolium Technique (MTT),Isoprophyl alcohol, phosphate buffered saline(PBS), NaOH dan Trypsin.


(21)

Alat-alat yang digunakan diantaranya inkubator, waterbath, laminar, mikroskop elektron, bunsen, mikro pipet, gelas objek, neraca analitik, autoclave, high speed centrifuge RCF 55.200 grav, rotary evaporator, Eyela vacuum freeze dryerFD-5N Tokyo, cawan petri, tabung reaksi, ependorf,spektrometer readerimmurement NJ-2300, multi plate readerElisa Biotek, labu takar dan lainnya.

Prosedur Penelitian Persiapan Susu

Susu kambing yang digunakan pada penelitian ini merupakan susu segar yang diperoleh dari pemerahan di pagi hari. Susu dikemas dalam plastik HDPE selama pengangkutan dari tempat pemerahan, susu dianalisis kandungan awal berupa berat jenis, pengukuran kadar protein dan pengukuran kadar lemak (Sudarwanto 2012). Susu dipasteurisasi pada suhu 85oC selama 30 menit sebelum dilakukan fermentasi.

Uji Berat Jenis

Sebanyak 500 ml susu dimasukan ke dalam gelas ukur, selanjutnya laktodensimeter dicelupkan ke dalam gelas ukur dan dibaca skala beserta suhunya.

Pengukuran Kadar Protein

Kadar protein diukur dengan metode titrasi formol. Pertama standar disiapkan dengan menambahkan 1 ml kalium oksalat 28% ke dalalm 25.0 ml contoh susu. Selanjutnya ditambahkan 0.5 ml larutan kobalt sulfat 5% dan dicampurkan. Warna standar ini harus diganti paling lama setiap 3 jam. Sebanyak 25.0 ml contoh ditambahkan 0.25 ml phenolphthalein 20% dan 1 ml larutan kalium oksalat 28%, kemudian dicampurkan. Ditunggu minimum 1 menit, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan 1/7 NaOH sampai terjadi perubahan warna seperti standar. Campuran ditambahkan 5.0 ml larutan formalin, ditunggu selama 1 menit, kemudian dititrasi kembali dengan 1/7 N NaOH sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak menghilang walaupun dikocok (warna standar). Jumlah NaOH yang terpakai pada titrasi kedua adalah persentase protein dari contoh susu yang diperiksa. Pengujian ini dilakukan secara paralel,selisih perhitungan antara pengujian ke-1 dan ke-2 tidak boleh melebihi 0.1%.

Pengukuran Kadar Lemak

Kadar lemak diukur menggunakan metode Gerber, protein susu akan larut dengan penambahan asam sulfat pekat. Sebanyak 10 ml asam sulfat pekat dimasukkan ke dalam butirometer. Selanjutnya ditambahkan 10.75 ml contoh susu dan 1 ml amil alkohol. Butirometer disumbat dengan rapat, kemudian dikocok agar bagian-bagian di dalamnya tercampur rata. Oleh karena ada reaksi panas yang ditimbulkannya, dianjurkan sebelum mengocok, sebaiknya butirometer dibungkus dengan kain lap.

Setelah terbentuk warna ungu sampai kecoklatan (terbentuk karamel), masukkan butirometer ke dalam sentrifus dan disentrifus pada 1200 rpm selama 5 menit. Selanjutnya butirometer dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 65 oC selama 5 menit. Cara meletakkan butirometer di dalam penangas air bagian yang ada sumbatnya diletakkan di bawah dan bagian yang ada skalanya di atas. Seteah itu, skala pada butirometer dibaca. Skala tersebut menunjukkan persentase (%) kadar lemak. Perhatikan pada waktu pembacaan skala, batas antara lemak (cairan jernih) dengan campuran (ungu-cokelat) harus tepat pada angka 0. Hal ini dapat diatur dengan mendorong atau menarik sumbat butirometer dengan sangat hati-hati.


(22)

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan penelitian, tahap pertama untuk memperoleh konsentrasi starter terbaik dalam penghambatan tirosinase dan antioksidan. Pada tahap kedua melihat pengaruh waktu inkubasi terhadap penghambatan tirosinase dan antioksidan. Tahapan ketiga melihat penghambatan melanin pada kultur sel B16F0 melanosit.

Tahapan Pertama

Penelitian tahap pertama bertujuan untuk menentukan efektivitas terbaik dari fermentasi susu kambing dengan konsentrasi penggunaan starter BAL yang berbeda (3%, 4% dan 5%). Parameter yang diamati berupa aktivitas penghambatan tirosinase dan antioksidan. Hasil konsentrasi penambahan starter terbaik pada tahap 1, menjadi rujukan pada tahap kedua. Matrik pengujian pada tahapan pertama tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Matrik kerja penentuan konsentrasi starter

Parameter Uji Hasil

Reidentifikasi Karakteristik morfologi morfologi

Bakteri Asam Laktat a. Pewarnaan Gram

Karakteristik Fisiologis Fisiologis a. Uji ketahanan terhadap

suhu

b. Uji ketahanan terhadap garam

c. Uji ketahanan terhadap pH

Karakteristik kimiawi Kimiawi a. Uji katalase

Persiapan starter Kultur induk

Kultur antara Kultur kerja

Fermentasi susu Inhibitor tirosinase Fermentasi susu

dengan penambahan Antioksidan terbaik sebagai

starter 3%, 4% dan 5% Inhibitor tirosinase

dan antioksidan

Bakteri asam laktat yang digunakan merupakan bakteri yang diisolasi dari kambing Peranakan Etawah oleh Setyawardani (2012). Dua jenis bakteri yang berhasil diisolasi adalah L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2. Persiapan starter dan efektivitas fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.


(23)

Persiapan Bakteri Asam Laktat

Kultur bakteri asam laktat (BAL) L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2, disegarkan dan diperiksa populasinya. Populasi bakteri asam laktat terlebih dahulu dihitung jumlah koloninya dan diukur waktu inkubasi/jam sampai 48 jam untuk menentukan starter kerja yang akan digunakan pada proses fermentasi. Kultur BAL yang digunakan diidentifikasi ulang secara morfologi, fisiologi dan kimiawi.

Penyegaran Bakteri Asam Laktat

Persiapan kultur BAL dengan cara mengaktifkan kembali kultur BAL dalam media MRSB steril. Penyegaran pertama dengan menumbuhkan masing-masing 1 mL kultur BAL ke dalam tabung berisi 9 mL mediaMRSBsteril dan inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Penyegaran ke-2 dengan menumbuhkan masing-masing 1 mL kultur penyegaran ke-1 ke dalam tabung berisi 9 mL media MRSBsteril dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Penyegaran ke-3 dengan menambahkan masing-masing 5 mL kultur penyegaran ke-2 ke dalam botol berisi 45 mL media MRSB steril dan inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan perhitungan populasi awal BAL pada MRSA, pemeriksaan karakteristik kultur starter dan penentuan waktu starter kerja.

Gambar 2 Persiapan starter dan fermentasi Susu kambing

Pemanasan pada suhu 85 oC selama 30 menit

Pendinginan pada suhu kamar

Penuangan dalam gelas piala

Inkubasi 24 jam pada suhu 30oC

Pengukuran inhibitor tirosinase dan antioksidan

Kultur stok dalamMRSagar (penghitungan jumlah koloni)

Penyegaran dalam MRS Broth 24 jam pada suhu 37oC

Penyegaran dalamMRS Broth24 jam pada suhu 37oC

KulturL. plantarum TW 14 danL. rhamnosus TW 2

Persiapan starter kerja


(24)

Identifikasi Karakteristik Morfologi BAL (Prescott 2002).

Pengujian morfologi sel bertujuan melihat bentuk isolat dengan pewarnaan Gram. Bentuk morfologi sel yang diharapkan adalah Gram positif berbentuk batang atau bulat.

Identifikasi Karakteristik Fisiologis BAL (Harrigan 1998) a. Penentuan ketahanan terhadap suhu.

Kemampuan BAL tumbuh pada suhu yang berbeda diuji secara kualitatif. Satu ose isolat BAL dimasukkan dalam 9 mlMRSB. Isolat diinkubasi pada suhu 10, 37, dan 45 oC selama 2-5 hari. Hasil positif pertumbuhan ditandai adanya kekeruhan pada media tersebut.

b. Penentuan ketahanan terhadap garam.

Bakteri asam laktat memiliki kemampuan tumbuh yang berbeda pada media garam. Ketahanan BAL pada media garam diuji dengan menambahkan garam NaCl dalam tabung yang berisi MRSB dengan konsentrasi 4,0% dan 6,5% serta satu tabung tanpa penambahan garam NaCl sebagai kontrol. Sebanyak 1 tetes kultur BAL dimasukkan media tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 7-14 hari. Hasil positif pertumbuhan ditandai adanya kekeruhan pada media tersebut.

c. Penentuan ketahanan terhadap pH.

Ketahanan isolat BAL pada lingkungan asam, netral dan alkali diuji pada berbagai pH. Sebanyak satu tetes kultur BAL ditumbuhkan pada media MRSB dengan pH 4.4, 7.0 dan 9.6. Media tersebut diinkubasi pada suhu 37 oC selama 7 -14 hari. Hasil positif pertumbuhan ditandai adanya kekeruhan pada media tersebut.

Identifikasi Karakteristik kimiawi BAL (Harrigan 1998) a. Penentuan katalase.

Uji katalase dilakukan menggunakan hidrogen peroksida (H2O2). satu ose isolat diambil dari media pertumbuhan MRSA, kemudian diletakkan pada obyek gelas dan diteteskan pereaksi H2O2 3% pada permukaan obyek gelas serta dibiarkan beberapa saat. Uji positif ditandai dengan terbentuknya gelembung.

Perhitungan Kurva Tumbuh dan Perbanyakan Kultur

Perhitungan kurva tumbuh BAL dilakukan dengan metode agar tuang, pertumbuhan bakteri diukur setiap jam selama 0-42 jam dan dinyatakan dalam kurva pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan optimum ditetapkan sebagai starter kerja. Perbanyakan kultur dilakukan melalui tahap pembuatan kultur induk, kultur antara dan kultur kerja. Kultur induk diperoleh dengan cara menambahkan masing-masing 5 mL kultur penyegaran ke-3 ke dalam botol yang berisi 45 mL susu skim steril lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kultur antara dihasilkan dengan cara menambahkan masing-masing 20 mL kultur induk ke dalam 180 mL susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kultur kerja dihasilkan dengan menambahkan masing-masing 40 mL kultur antara ke dalam 360 mL susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 13 jam padaL. plantarumTW 14 dan 12 jam padaL. rhamnosusTW 2.

Pada tahap pertama dilakukan fermentasi susu dengan membandingkan berbagai perlakuan konsentrasi penambahan starter sebesar (3%, 4%, 5%), sehingga diperoleh konsentrasi terbaik yang akan digunakan pada penelitian kedua. Parameter pengamatan


(25)

inhibitor tirosinase dan antioksidan yang diamati pada tahap pertama juga akan diamati kembali pada tahap kedua, sebelum dianalisis sampel susu terlebih dahulu diekstraksi.

Ekstraksi Susu

Susu fermentasi dengan dan tanpa penambahan daun kari sebanyak 10 g dihomogenkan dengan 2.5 ml dH2O, pH susu fermentasi diturunkan dengan HCl 0.1 M hingga mencapai pH 4.0. Susu fermentasi kemudian dipanaskan dalam waterbath (45 oC) selama 10 menit diikuti dengan sentrifugasi dengan kecepatan 5,000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan ditambahkan NaOH hingga pH 7.0. Supernatan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5,000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh diambil dan disaring (millipore milex 0.45 µm), selanjutnya disimpan pada suhu -20oC untuk analisis (Shabboo dan Baba 2011).

Pengukuran Inhibitor Tirosinase

Sampel susu yang sudah diekstraksi dan ekstrak daun kari diuji langsung pada multiplate. Asam kojat digunakan sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 7.8, 15.60, 31.25, 62.5, 125, 250, 500 ppm. Sebanyak 70 μ l dari masing-masing ekstrak ini ditambahkan dengan 30 μ l enzim tirosinase (Sigma 333 unit/ml dalam buffer fosfat pH 6.5), setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu kamar selama lima menit, kemudian ditambahkan sebanyak

110 μ l substrat (2 mM L-Tirosin atau 12 mM L-DOPA) ke dalam tiap lubang multiplate, campuran diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Campuran diukur menggunakan multiplate readerpadaλ= 492 nm (Batubara et al.2010).

Pengukuran Antioksidan

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan metode penghambatan radikal bebas 2.2-diphenyl-1-pycrylhydrazil (DPPH) dengan modifikasi pelarut dan konsentrasi (Marinova dan Batchvarov 2011). Pelarut yang digunakan metanol pada konsentrasi 0.1 mM dan perbandingan sampel : DPPH adalah 1:1. Selanjutnya diinkubasi pada ruang gelap dan suhu ruang selama 30 menit. Panjang gelombang dukur dengan menggunakan multiwell plate reader ELISA pada λ =517 nm. Sebagai kontrol positif digunakan vitamin C (asam askorbat).

Tahapan Kedua

Konsentrasi starter terbaik pada tahap pertama menjadi rujukan pada tahap kedua. Penelitian tahap kedua melihat pengaruh waktu inkubasi dan penambahan daun kari terhadap inhitor tirosinase, antioksidan, populasi bakteri asam laktat dan kandungan protein. Matrik kerja pada tahapan kedua tersaji pada Tabel 2.

Daun kari yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan indigenus di Provinsi Aceh, sering digunakan sebagai penyedap pada masakan. Daun ini sangat disenangi karena memiliki aroma yang khas. Pada penelitian ini daun kari diperoleh dari Desa Cot Keueng, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Persiapan Daun Kari

Persiapan daun kari meliputi tahapan sebagai berikut: (1) Identifikasi tumbuhan kari, (2) Pengukuran kadar air dan kadar abu, (3) Ekstraksi daun kari, (4) Pengujian fitokimia dan total fenolik. Pengeringan daun kari dilakukan pada temperatur 50 oC selama 8 jam (Biswas 2012) dan digiling dengan ukuran 20 mesh. Ekstraksi daun kari menggunakan n-heksana untuk menghilangkan bagian non polar, lalu residunya diekstraksi dengan etanol 90% dengan perbandingan 1:5. Ekstrak dikeringkan menggunakan penguap putar dan disimpan pada suhu -20 oC sebelum dianalisis. Daun kari ditambahkan sebanyak 1% (Biswas 2012) pada susu kambing sebelum fermentasi.


(26)

Tabel 2 Matrik kerja pengaruh penambahan daun kari dan waktu inkubasi

Parameter Uji Hasil

Preparasi daun kari Identifikasi daun kari Nama ilmiah daun kari

Uji kadar air Nilai kadar air

Uji kadar abu Nilai kadar abu

Uji fitokimia Nilai alkaloid,

fenolik,

terpenoid, tanin, steroid, saponin Uji total Fenolik Nilai fenolik Uji inhibitor tirosinase Nilai inhibitor

tirosinase

Uji antioksidan Nilai antioksidan

Pengaruh waktu inkubasi (0 jam, 12 jam, 24 jam dan

Uji inhibitor tirosinase Nilai inhibitor tirosinase

36 jam) dengan penambahan Uji antioksidan Nilai antioksidan

daun kari Uji protein Nilai protein

Uji populasi BAL Jumlah BAL

Gambaran persiapan dari daun kari tersaji pada Gambar 3. Persiapan daun kari meliputi identifikasi, uji kadar air dan abu, ekstraksi, pengujian fitokimia, pengukuran total fenolik, uji inhibitor tirosinase dan antioksidan.

Identifikasi Spesies Daun Kari

Identifikasi spesies dilakukan di bagian Herbarium Bogoriensis, bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Jawa Barat. Identifikasi spesies daun kari dilakukan dengan cara merendam sampel tumbuhan kari yang terdiri dari akar, batang, daun dan bunga usia muda di dalam alkohol 90% selama 24 jam. Sampel tumbuhan kari dikeringkan dengan cara diangin-anginkan (tidak terpapar matahari langsung). Sampel tumbuhan kari kering tadi diserahkan ke LIPI untuk diidentifikasi.

Penentuan Kadar Air Daun Kari (Kementerian Kesehatan 2011)

Cawan dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven pada suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam eksikator kemudian beratnya ditimbang. Sampel ditimbang seberat 1 g dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian sampel dimasukkan ke dalam oven selama 4 jam pada suhu 105 oC, lalu didinginkan 15 menit dalam eksikator kemudian ditimbang kembali sampai diperoleh bobot yang konstan. Pekerjaan ini dilakukan triplo.

(%) = %

A adalah bobot sampel basah (g) B adalah bobot sampel kering (g)


(27)

Filtrat Uji Herbarium Uji kadar air Maserasi (1:5) n- heksana

uji kadar abu Residu

Etanol Penguapan filtrat Disimpan Suhu -200C

uji Fitokimia

Uji Total Fenolik

Inhibitor Tirosinase

Antioksidan

a. Alkaloid b. Fenolik c. Flavonoid d. Terpenoid e. Steroid f .Tanin g. Saponin

Daun Kari

Gambar 3 Persiapan, ekstraksi dan pengujian daun kari

Penentuan Kadar Abu Daun Kari (Kementerian Kesehatan 2011)

Cawan porselin dikeringkan pada temperatur 600 oC selama 30 menit dan didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang. Sebanyak 2 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Cawan dan isinya dipanaskan dengan nyala Bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperatur 600 oC sampai contoh menjadi abu (kira-kira 30 menit). Setelah didinginkan dalam eksikator

kemudian cawan ditimbang. Dilakukan triplo.

(%) = − %

A adalah bobot kosong cawan porselen (g) B adalah bobot sampel kering (g)


(28)

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui kandungan senyawa alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tanin dan fenol secara kualitatif.

a. Uji Alkaloid.

Uji alkaloid dilakukan dengan cara melarutkan sebanyak 10 mg ekstrak daun kari ke dalam 10 ml kloroform dan penambahan 3 tetes NH4OH kemudian disaring ke dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H2SO42 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner dan dragendorf yang akan menimbulkan endapan dengan warna berturut-turut putih, coklat dan merah jingga.

b. Uji Fenolik

Uji Fenolik dilakukan dengan menambahkan ke dalam larutan sampel beberapa tetes Fe3Cl 1%. Adanya senyawa kelompok fenol ditandai dengan munculnya warna hijau atau biru.

c. Uji Saponin dan Flavonoid.

Uji saponin dan flavonoid dilakukan dengan melarutkan 10 mg ekstrak daun kari ke dalam gelas kimia besar dan ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit, setelah itu disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin dilakukan dengan pengocokan 10 ml filtrat dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 menit, adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil. Sebanyak 10 ml filtrat yang lain dilakukan dengan menambahkan 0,5 g serbuk magnesium, 2 ml alkohol klorida (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 20 ml amil alkohol ke dalam 10 ml sampel, kemudian dikocok dengan kuat. Bila terbentuk warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

d. Uji Terpenoid dan Steroid.

Uji terpenoid dan steroid dilakukan dengan melarutkan sebanyak 10 mg ekstrak daun kari ke dalam 25 ml etanol panas (50 oC), kemudian disaring dalam cawan porselin dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter, dipindahkan ke dalam lempeng tetes, lalu ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4pekat (uji Lieberman-Burchard). Bila terbentuk warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid, warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid.

e. Uji Tanin.

Ekstrak daun kari ditambah 100 ml air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan filtrat disaring. Filtrat ditambahkan larutan FeCl3. Bila terjadi warna hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.

Pengujian Total Fenolik

Uji total fenol dihitung menggunakan metode dari Kementerian Kesehatan (2011). Larutan uji dibuat dengan menggunakan 75.5 mg ekstrak etanol daun kari yang diencerkan dengan 10 ml metanol 96%. Sebanyak 1 ml larutan uji ditambahkan 5 ml larutan Reagen Follin-Ciocalteu. Sampel dihomogenkan dengan vortex dan didiamkan selama 8 menit pada


(29)

suhu ruang. Selanjutnya sampel ditambahkan NaOH 1 % dan didiamkan kembali selama 1

jam pada suhu ruang. Pengukuran total fenolik diukur dengan λ=730 nm. Kurva standar

dibuat dengan menggunakan asam galat pada konsentrasi 10; 30; 50; 70;100 µg/ml.

Tahapan Ketiga

Waktu inkubasi terbaik terhadap aktivitas penghambatan tirosinase, antioksidan, total populasi bakteri asam laktat dan kandungan protein pada tahapan kedua, menjadi sampel pengamatan untuk tahapan ketiga. Pada tahap ketiga diukur penghambatan melanin pada kultur sel B16F0 terhadap viabilitas sel, intraseluler melanin dan ekstraseluler melanin. Matrik kerja pada tahapan ketiga tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Matrik Kerja pengukuran inhibitor melanin pada kultur sel B16F0

Parameter Uji Hasil

Susu fermentasi dengan Inhibitor Melanin Nilai viabilitas sel Penambahan daun kari kultur sel B16F0 Nilai intraseluler dan

ekstraseluler melanin

Pengeringan Sampel Susu Fermentasi

Sampel susu fermentasi sebanyak 30 ml, dikeringkan dengan menggunakan frreze dryer. Sampel kering disimpan dalamrefrigerator.

Persiapan Kultur Sel B16F0 Melanosit

Kultur sel B16F0 ditumbuhkan dalam DMEM yang telah `ditambahkan dengan FBS sebanyak 10 persen, 100,000 unit/L penicilin dan 100 mg/L streptomycin. Kultur sel B16F0 diinkubasi pada suhu 37oC dengan kelembaban atmosfir 5.0% CO2(Yamauchiet al. 2014).

Pengukuran Viabilitas Sel dan Kandungan Melanin

Pengukuran viabilitas sel diukur menggunakan MTT berdasarkan metode Arunget al. (2011). Kultur sel sebanyak 5 x 104 cfu/ml, ditumbuhkan ke dalam multiplate 24 lubang. Konsentrasi sampel dibuat 4.2, 8.3, 16.7 , 33,3 dan 66,7 mg/ml. Sampel diinkubasi selama 72 jam pada suhu 37 oC dengan kelembaban 5.0% CO2. Setiap sampel ditambahkan 50 µl reagen MTT, diinkubasi kembali pada suhu 37 oC dengan kelembaban 5.0% CO2 selama empat jam. Setelah inkubasi, sampel ditambahkan 1.0 ml isoprophyl alcohol yang mengandung 0.04 M asam hidroklorit. Sampel dipindahkan ke dalam multiplate 96 lubang. Absorbansi diukur dengan menggunakan spektrometer 590 nm.

Analisis kandungan melanin dilakukan dengan menanam B16F0 melanosit ke dalam PBS dan dicuci dengan 0.25% Trypsin/EDTA. Sel dipindahkan ke dalam multiplate 24 lubang dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Sampel ditambahkan setelah inkubasi dengan berbagai konsentrasi dan diinkubasi kembali pada suhu 37 oC selama 72 jam. Sel dicuci dengan NaOH pada suhu 100 oC dan disimpan selama 15 menit. Absorbansi diukur pada 405 nm pada intraseluler dan 510 nm pada ekstraseluler. Kontrol positif pada pengukuran viabilitas sel dan kandungan melanin digunakan arbutin dan DMSO sebagai kontrol negatif.

Prosedur Analisis Data

Analisis data perlakuan dibagi dalam 3 tahapan. Tahapan pertama dan ketiga menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Tahapan kedua mengunakan


(30)

Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Data yang diperoleh dari ketiga tahapan dianalisis dengananalysis of variance (ANOVA), perbedaan nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Tukey dengan selang kepercayaan (α=95%). (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Tahapan kerja pertama melihat pengaruh konsentrasi starter. Perlakuan yang diberikan meliputi penambahan konsentrasi starter pada masing-masing BAL sebanyak 3%, 4% dan 5%. Peubah yang diamati adalah Aktivitas penghambatan tirosinase dan aktivitas antioksidan. Pengamatan terdiri atas 6 perlakuan :

1. Susu kambing +L. plantarumTW 14 (3%) 2. Susu kambing +L. plantarumTW 14 (4%) 3. Susu kambing +L. plantarumTW 14 (5%) 4. Susu kambing +L. rhamnosusTW 2 (3%) 5. Susu kambing +L. rhamnosusTW 2 (4%) 6. Susu kambing +L. rhamnosusTW 2 (5%)

Tahapan kerja ketiga melihat pengaruh waktu inkubasi dan penambahan daun kari terhadap kultur sel B16F0. Peubah yang diamati adalah viabilitas sel, intraseluler melanin dan ekstraseluler melanin. Perlakuan pengamatan terdiri atas 7 perlakuan :

1. Ekstrak daun kari, 2. Susu kambing (SK),

3. Susu kambing + ekstrak daun kari (SKK),

4. Susu kambing denganL.plantarumTW 14 (SKP),

5. Susu kambing denganL. plantarumTW 14 + ekstrak daun kari (SKPK), 6. Susu kambing denganL.rhamnosusTW 2 (SKR),

7. Susu kambing denganL. rhamnosusTW 2 + ekstrak daun kari (SKRK).

Model matematika pada tahapan satu dan ketiga menggunakan model RAL non faktorial.

Yij= µ +τi+ εij

Yij= pengamatan pada perlakuan ke–i dan ulangan ke-j µ = rataan umum

τi = Pengaruh pelakuan ke-i

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Rancangan percobaan yang dipergunakan pada tahap kedua adalah rancangan percobaan acak lengkap pola faktorial dengan empat kali ulangan. Faktor A terdiri atas 6 taraf perlakuan sampel merupakan faktor A terdiri dari 6 taraf. Faktor B merupakan waktu inkubasi dengan 4 taraf inkubasi (0, 12, 24, dan 36 jam). Peubah yang diamati aktivitas penghambatan tirosinase, aktivitas antioksidan, populasi bakteri asam laktat dan jumlah kandungan protein. Berikut taraf dari faktor A.

1. Susu kambing (SK),

2. Susu kambing denganL. plantarumTW 14 (SKP), 3. Susu kambing denganL. rhamnosusTW 2 (SKR), 4. Susu kambing + ekstrak daun kari (SKK),

5. Susu kambing denganL. plantarumTW 14 + ekstrak daun kari (SKPK), 6. Susu kambing denganL. rhamnosusTW 2 + ekstrak daun kari (SKRK). Model rancangan percobaan yang digunakan adalah model RAL faktorial.


(31)

Dimana :

Yijk = Peubah respon karena pengaruh taraf perlakuan sampel dan pengaruh waktu inkubasi

μ = Pengaruh rata-rata

αi = Pengaruh taraf ke-i perlakuan sampel

βj = Pengaruh waktu inkubasi

αβij = Pengaruh interaksi taraf ke-i perlakuan sampel dan taraf ke-j inkubasi

εijk = Pengaruh sisa (pengacakan)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Susu

Menurut SNI 01-3141 (1998) tentang susu segar, susu kambing merupakan susu segar yang berasal dari ambing induk kambing yang sehat dan diperoleh dengan cara yang benar. Susu kambing merupakan hasil sekresi dari ambing kambing sebagai makanan anaknya. Kualitas susu kambing ditentukan oleh (1) warna putih, bau khas karena mengandung asam lemak kaproat, rasa, uji masak, uji penyaringan, total mikroba dan (2) berat jenis, kadar lemak, bahan kering tanpa lemak dan kadar protein (Cupakova et al. 2012). Susu kambing yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis kualitasnya, data disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kualitas susu kambing Peranakan Etawah

Pengamatan Hasil

Analisis

StandarTAS6006 (2008)

Premium Baik Standar

Berat Jenis (g/ml) 1.028 ± 0.01 1.034 > 1.028

Protein (%) 3.73 ± 0.01 > 3.70 > 3.40 - 3.70 3.10 - 3.40

Lemak (%) 6.45 ± 0.11 > 4.00 > 3.50–4.00 3.25 - 3.50

Sumber :TAS(Thailand Agricultural Standard: Raw Goat Milk) Nomor 6006 (2008)

Data yang diperoleh pada Tabel 4 terkait kandungan berat jenis dari susu kambing yang digunakan, sesuai dengan Thailand Agricultural Standar (TAS) tentang susu kambing segar (2008), sehingga susu yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat susu kambing segar. Pengukuran berat jenis susu berdasarkan periode laktasi yang telah dilakukan oleh Fitriyanto et al.(2013), menunjukkan berat jenis susu pada periode awal laktasi 1.0291 g/ml, periode puncak laktasi 1.0290 g/ml dan periode akhir laktasi 1.0284 g/ml. Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 4, susu Peranakan Etawah yang digunakan diduga diambil pada akhir laktasi.

Berdasarkan TAS Nomor 6006 (2008), nilai protein dan lemak pada susu kambing, telah memenuhi standar yang ditetapkan. Persentase protein dan lemak dari susu yang digunakan tergolong sangat baik (premium).

Efektivitas Konsentrasi Starter Susu Kambing Fermentasi sebagai Antioksidan dan Inhibitor Tirosinase

Penelitian ini menggunakan dua isolat bakteri asam laktat L. plantarumTW 14 danL. rhamnosus TW 2, dengan konsentrasi masing-masing 3%, 4% dan 5%. Konsentrasi terbaik pada tahapan ini akan digunakan sebagai acuan pada tahapan selanjutnya.

Pada susu fermentasi penambahan starter harus memenuhi standar kesehatan, susu fermentasi dapat dibuat dengan penambahan 1,5-3% kultur bakteri asam laktat (Muawanah


(32)

2000). Penambahan kultur sebanyak 1-5 % kultur campuran L. bulgaricus dan S. thermophillusmampu menghasilkan asam laktat sebesar 0,85-0,90 % (Darmajana 2011).

Fermentasi susu merupakan pemecahan laktosa menjadi asam laktat oleh BAL yang berguna untuk pertumbuhan dan sumber energi bagi manusia. Fermentasi bertujuan memberikan manfaat positif bagi kesehatan, khususnya menjaga keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan, memperbaiki daya cerna laktosa, mencegah sembelit, penurunan kolestrol, menstimulir sistem imun, produksi bateriosin, inaktivasi berbagai senyawa beracun dan lain-lain. Fermentasi susu juga bertujuan agar susu tidak cepat rusak dan menghasilkan produk olahan susu dengan rasa, aroma, tekstur yang khas (Surono 2004).

Starter yang digunakan dihitung jumlah viabilitasnya/populasinya, kurva tumbuh, dan diidentifikasi ulang secara morfologi, fisiologi dan kimia. Peubah yang diamati aktivitas inhibitor tirosinase dan aktivitas antioksidan.

Populasi Bakteri Asam Laktat dan Kurva Tumbuh

Perhitungan viabilitas BAL , diperoleh hasil L. plantrum TW 14 sebesar 4.0 x 109 cfu/ml danL. rhamnosusTW 2 sebesar 3.1 x 109cfu/ml. Jumlah minimum keberadaan BAL dalam produk fermentasi sebesar 108cfu/ml (Sunarlim dan Setyanto 2008). Populasi BAL yang digunakan dalam penelitian masih memiliki viabilitas sel yang tinggi, sehingga layak untuk digunakan dalam proses fermentasi. Isolat BAL L. plantrumTW 14 danL. rhamnosus TW 2 yang digunakan dalam penelitian ini, berasal dari kurva pertumbuhan masing-masing pada jam ke-13 dan ke- 12 (Lampiran 1).

Reidentifikasi Bakteri Asam laktat

Reidentifikasi BAL pada penelitian ini bertujuan melihat sifat probiotik dari BAL yang digunakan dengan BAL hasil isolasi. Identifikasi isolat yang digunakan dilakukan secara morfologi, fisiologi dan kimiawi. Identifikasi morfologi melalui pewarnaan Gram, diperoleh hasil secara mikroskopis seperti pada Gambar 4 (perbesaran 100x).

Gambar 4 Lactobacillus plantarumTW 14 (kiri) dan Lactobacillus rhamnosusTW 2 (kanan)

Morfologi BAL L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2 yang digunakan berbentuk batang. Taufik (2004) menyatakan L. plantarummerupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang dengan susunan tunggal atau membentuk rantai pendek. Elida (2002) mengatakan bahwa L. plantarum tergolong bakteri heterofermentatif dengan ciri-ciri sel berbentuk batang pendek, warna koloni putih susu sampai abu-abu, serta mempunyai viabilitas tinggi untuk digunakan sebagai starter, L. plantarumdapat ditemukan pada proses pematangan keju dan dapat diisolasi dari produk-produk susu. Koloni dari L. plantarum berwarna putih atau kuning.

Lactobacillus rhamnosus adalah jenis probiotik atau bakteri menguntungkan, dapat diperoleh dengan mengkonsumsi makanan fermentasi. Bakteri L. rhamnosus bersifat heterofermentatif, yang berfungsi memetabolisme karbohidrat menjadi asam laktat. BakteriL.


(33)

rhamnosus adalah bakteri probiotik dengan manfaat kesehatan yang menguntungkan (Shifko 2010).

Identifikasi fisiologi meliputi ketahanan terhadap suhu, terhadap garam dan pH. Uji katalase digunakan untuk uji sifat kimiawi. Hasil dari identifikasi ulang tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Identifikasi morfologi , fisiologi dan biokimia isolat L. plantarum TW 14 dan L.

rhamnosusTW 2

Isolat Gram Katalase

Suhu (oC) Kadar Garam (%) pH

10 37 45 0 4 6 4.4 7 9.6

TW 14 Positif - + + + + + + + + +

TW 2 Positif - + + + + + + + + +

(+) = adanya keruhan

Berdasarkan data pada Tabel 5, bakteri asam laktat yang digunakan yaitu TW 14 dan TW 2 masih memiliki sifat yang sama dengan yang diisolasi oleh Setyawardani (2012). Tabel 6 merupakan hasil isolasi L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2 dari Setyawardani (2012).

Tabel 6. Karakteristik L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2 hasil isolasi Setyawardani

Isolat Gram Katalase

Suhu (oC) Kadar Garam (%) pH

10 37 45 0 4 6 4.4 7 9.6

TW 14 Positif - + + + + + + + + +

TW 2 Positif - + + + + + + + + +

(+) = adanya keruhan

Berdasarkan suhu pertumbuhannya, bakteri dikelompokan menjadi 3 yaitu termofil dengan kisaran suhu minimum (25-45 oC), mesofil (10-20 oC) dan psikrofil (-5 – 0 oC) (Fardiaz 1992). Ayad et al.(2006) menyatakan bahwa strainLc. subsp cremoris mempunyai toleransi lebih baik dibandingkan strain lactococci terhadap garam 4,0 dan 6,5 %. Menurut Tamime (2012) bakeri Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus rhamnosus mempunyai katalase negatif, bersifat fakultatif heterofermentatif dan dapat tumbuh sampai suhu 45oC.

Penelitian ini tidak melanjutkan identifikasi secara molekuler. Reidentifikasi yang dilakukan hanya pada karakteristik awal dan secara hasil masih sama dengan isolasi, sehingga diperkirakakn isolat yang sudah teridentifikasi nama spesiesnya sama seperti identifikasi sebelumnya yaituL. plantarumTW 14 danL. rhamnosus TW 2.

Aktivitas Inhibitor Tirosinase

Pengujian aktivitas inhibitor tirosinase dilakukan pada dua substrat yaitu L-Tyrosin dan L-DOPA. Hasil perlakuan fermentasi susu kambing menggunakan L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosus TW 2 dengan konsentrasi 3%, 4% dan 5 %, terhadap aktivitas inhibitor tirosinase, tersaji pada Tabel 7. Hasil dari kontrol positif asam kojat (IC50) dilakukan pada substrat L- Tirosin dan L-DOPA, mampu menghambat kerja tirosinase, masing-masing sebesar 35.48 ppm dan 56.19 ppm.


(34)

Tabel 7 Aktivitas inhibitor tirosinase susu fermentasi dari L. plantarum TW 14 dan L. rhamnosusTW 2

Sampel

Inhibitor Tirosinase (%)

Monofenolase Difenolase

Susu + L. plantarumTW 14 (3%) 29.04 ± 0.82c 20.98 ± 0.98c Susu +L. plantarumTW 14 (4%) 51.39 ± 0.53b 55.53 ± 0.88b Susu +L. plantarumTW 14 (5%) 84.34 ± 2.63a 59.37 ± 1.16b Susu +L. rhamnosusTW 2 (3%) 35.10 ± 0.36c 20.49 ± 0.63c Susu +L. rhamnosusTW 2 (4%) 42.24 ± 0.15bc 44.53 ± 0.22bc susu +L. rhamnosusTW 2 (5%) 82.32 ± 1.14a 51.02 ± 1.22b

Asam Kojat IC50(ppm) 35.48 56.19

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P< 0.05

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 7, susu fermentasi dengan penambahan starter BAL sebesar 5% lebih baik dalam menghambat kerja enzim tirosinase dibandingkan konsentrasi lainnya, baik pada substrat L- Tirosin (monofenolase) maupun L-DOPA (difenolase). Data menunjukkan secara angka persentase penghambatan dari L. plantarum TW 14 lebih tinggi dibandingkan denganL. rhamnosusTW 2.

Enzim tirosinase merupakan enzim penting dalam sintesis melanin. Tirosinase terdapat pada berbagai jenis makhluk hidup (Chang 2009). Tirosinase merupakan enzim monooksigenase yang berperan sebagai katalisator pada dua reaksi yang berbeda, yaitu reaksi hidroksilasi monofenol menjadi bentuk difenol (monofenolase) dan oksidasi difenol menjadi kuinon (difenolase), sebelum diubah menjadi eumelanin atau feomelanin ditunjukkan pada Gambar 5 (Likhitwitayawuid 2008).

Dopakuinon yang terbentuk akan bereaksi secara spontan membentuk dopakrom. Perannya dalam proses melanogenesis terjadi karena tirosinase memiliki gugus tembaga (Cu) yang merupakan active site yang dapat berkaitan dengan substrat pada proses pembentukan melanin (Ramsden dan Riley, 2010).

Melanin adalah pigmen warna kulit yang disintesis dalam melanosom dari melanosit. Sintesis melanin diatur oleh enzim tirosinase yang berhubungan dengan protein 1 (TRP-1) dan protein 2 (TRP-2). Produksi melanin terdiri dari berbagai aktivitas enzim, hormon, protein dan fibroblast (Donsing et al. 2008). Berdasarkan hasil pengamatan susu fermentasi dengan penambahan TW 14 dan TW 2 melakukan penghambatan sintesis melanin melalui jalur dopa dan dopakuinon sehingga menghambat tirosin menjadi eumelanin dan feomelanin. Efek penghambatan tirosinase pada penelitian ini diduga akibat hasil metabolit primer dari BAL berupa asam laktat. Penelitian yang dilakukan Usuki (2003) menunjukkan bahwa asam laktat mampu menghambat aktivitas dari enzim tirosinase pada bagian epidermis. Supernatan kultur Lactobacillus rhamosus pada konsentrasi 10% menghasilkan penghambatan tirosinase sebesar 20.6 ± 0.7% (Tsai et al. 2013). Penghambatan tirosinase oleh L. rhamnosus pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Proses biosintesis melanin oleh enzim tirosinase ditunjukkan pada Gambar 5.


(35)

Gambar 5 Biosintesis melanin (Likhitwitayawuid 2008)

Isolat Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari air laut memperlihatkan efek penghambatan tirosinase sebesar 40% dengan viabilitas sel 102 cfu/ml, pada konsentrasi 5% (Kim 2013). Penelitian ini menggunakan L. plantarumTW 14 dengan viabilitas sel sebesar 109 cfu/ml , hasil penghamatan tirosinase pada konsentrasi 5% yang diperoleh lebih rendah jika dibandingkan penelitian sebelumnya. Diduga substrat yang digunakan berpengaruh pada penghambatan tirosinase. Pada air laut sendiri terdapat Actinobacteria yang mampu mengkatalisisi proses biokimia dari air laut. Bakteri ini melalui substrat air laut, mampu bekerja optimum menghambat melanin pada kulit, bulu dan rambut melalui enzim keratinase yang merupakan protease spesifik (Kim 2013).

Antioksidan

Pengujian antioksidan menggunakan vitamin C (asam askorbat) sebagai kontrol positif. Hasil perlakuan yang dilakukan terhadap fermentasi susu kambing menggunakan dua isolat yaitu TW 14 dan TW 2 dengan konsentrasi 3%, 4% dan 5 %, terhadap kapasitas antioksidan tertera pada Tabel 8.


(1)

Lampiran 3 Pengaruh penambahan daun kari dan waktu inkubasi terhadap susu kambing fermentasi

Aktifitas antioksidan susu kambing fermentasi dengan penambahan ekstrak daun kari (%)

Sampel Waktu Inkubasi (Jam) Rerata

0 12 24 36

STS 57.55± 0.01ab 45.88 ± 0.01abc 46.83 ± 0.01abc 32.75 ± 0.01c 45.75c

S+ TW 14 58.57±

0.01a 61.96 ± 0.01a 67.76 ± 0.03a 62.62± 0.01a 62.73a

S+ TW 2 57.47±

0.01ab 61.23 ± 0.01a 66.48 ± 0.01a 49.89 ± 0.01abc 58.77a STS+DK 61.31± 0.01a 47.30 ± 0.01abc 51.42± 0.01abc

36.28 ± 0.01bc

49.08bc

S+ TW 14+DK 47.19 ±

0.01abc 54.01± 0.01abc 61.49 ± 0.01a 50.88 ± 0.01ab 53.39ab

S+ TW 2+DK 58.49 ±

0.01a 63.42 ± 0.01a 56.82 ± 0.01ab 50.365 ± 0.02abc 57.28ab

Rerata 56.77a 55.64a 58.47a 47.13b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P< 0.05

Aktivitas inhibitor tiroinase susu kambing fermentasi dengan penambahan ekstrak daun kari pada substrat L-Tirosin (%)

Sampel Inkubasi (jam) Rerata

0 12 24 36

STS 30.85 ±

0.25fgh 28.44± 0.334g 33.19 ± 0.27fg 48.07± 0.40d 35.14b

S+ TW 14 33.59±

0.14fg 35.57± 0.15ef 78.34± 0.09a 36.05 ± 0.19ef 45.89a

S+ TW 2 33.36±

0.31fg

35.31± 0.08f

75.503a± 0.249

41.27± 0.35e

46.36a

S+DK 12.48 ±

0.28k 21.22± 0.18j 60.61 ± 0.41c 41.40± 0.62e 33.93b S+ TW 14+DK 12.441 ±

0.04k 12.25± 0.11k 63.01± 0.62c 24.52 ± 0.20ij 28.06c S+ TW 2+DK 22.36 ±

0.14j 26.37± 0.34hij 68.99± 0.64b 26.53± 0.10hij 36.06b


(2)

Aktivitas inhibitor tirosinase susu kambing fermentasi dengan penambahan ekstrak daun kari pada Substrat L-DOPA (%)

Sampel Inkubasi

Rerata

0 12 24 36

STS 29.92 ± 0.40 22.02 ±0.01 43.11 ± 0.03 31.85 ± 0.86 35.35 S+ TW 14 17.59 ± 0.23 25.27± 0.22 45.89 ± 0.11 32.17 ± 0.16 29.58 S+ TW 2 19.38 ± 0.35 23.72 ± 0.14 53.41 ± 0.35 37.37 ± 0.14 32.17 STS + DK 21.63 ± 0.27 28.16 ±0.16 44.77 ± 0.36 25.00 ± 0.31 31.52 S+ TW 14+DK 21.24 ± 0.16 27.91 ± 0.11 58.79 ± 0.32 22.64 ± 0.09 35.98 S+ TW 2+DK 7.44 ± 0.19 15.04 ± 0.09 21.24 ± 0.20 27.72 ± 0.00 14.57

Rerata 19.54 23.69 46.37 29.46

Tidak terdapat perbedaan antar perlakuan

Populasi bakteri asam laktat susu kambing fermentasi dengan penambahan ekstrak daun kari (log cfu/ml-1)

Sampel Waktu Inkubasi (Jam)

Rerata

0 12 24 36

STS 3.68±0.02g 5.83±0.13e 6.92±0.01d 6.87±0.01g 5.82d S+ TW 14 4.68±0.01fg 6.90±0.01d 7.98±0.01c 7.96±0.02c 6.88c S+ TW 2 4.76±0.01f6.88±1.03d 9.97±0.03a 9.01±0.01b 7.65a STS+ DK 3.90±0.01d 5.82±0.01e 5.86±0.07e 5.92±0.01e 5.38e S+ TW 14+DK 3.90±0.01g6.82±0.02d 7.97±0.01c 7.95±0.03c 6.66c S+ TW 2+DK 4.76±0.01f6.82±0.01d 9.02±0.01b 7.95±0.05c 7.14b

Rerata 4.28d 6.51c 7.95a 7.61b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P< 0.05

Kandungan protein susu kambing fermentasi dengan penambahan ekstrak daun kari (%)

Sampel Waktu Inkubasi (Jam) Rerata

0 12 24 36

STS 7.31±0.21de 5.95±0.07ef 7.02±0.14 ef 8.63±0.02d 7.22c S+ TW 14 5.95±0.07ef 5.85±0.14ef 6.05±0.14def 16.23±0.05b 8.52b S+ TW 2 5.26±1.02f 5.46±0.14ef 6.44±0.14 ef 16.20±0.49b 8.34b STS+ DK 5.85±1.02ef 8.29±0.21ef 6.73±0.21def 12.03±0.76c 8.22c S+TW 14+DK 6.53±0.04ef 5.65±0.01ef 6.53±0.21ef 16.88±0.16ab 8.90ab S+TW 2+ DK 5.95±0.75ef 5.65±0.01ef 7.02±0.14def 18.45±0.11a 9.27a

Rerata 6.14bc 6.13c 6.63b 14.73a


(3)

Lampiran 4 Nilai pengujian pada kultur sel B16F0 Daun kari

Viabilitas Sel

Intraseluler melanin

Ekstraseluler melanin

Kontrol 100±2.10 100±2.95 100±2.95

Arbutin(730μ M) 108±3.42a 53±0.51d 19±1.42d

4.2 mg/ml 78±6.15c 130±2.83b 124±0.85c

8.3 mg/ml 93±3.25b 108±4.27c 129±6.15b

16.7 mg/ml 69±1.77d 143±0.51a 151±0.85a

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P< 0.05

Susu kambing

Viabilitas Sel Intraseluler melanin

Ekstraseluler melanin

Kontrol 100±2.10 100±2.95 100±2.95

Arbutin(730μ M) 108±3.42a 53±0.51c 19±1.42c

16.7 mg/ml 108±0.85a 97±2.20a 108±1.82a

33.3 mg/ml 104±0.85b 95±2.27a 108±3.11a

66.7 mg/ml 104±2.83b 83±0.51b 107±2.13b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P< 0.05

Susu kambing + Daun kari Viabilitas Sel

Intraseluler melanin

Ekstraseluler melanin

Kontrol 100±2.10 100±2.95 100±2.95

Arbutin(730μ M) 108±3.42 53±0.51c 19±1.42c

16.7 mg/ml 108±0.85 77±1.68a 75± 1.82b

33.3 mg/ml 106±0.85 72±1.22b 89±3.11a

66.7 mg/ml 107±2.01 72±0.93b 90±2.13a

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P< 0.05 Susu kambing + L. plantarumTW 14

Viabilitas Sel Intraseluler melanin

Ekstraseluler melanin

Kontrol 100±2.10 100±2.95 100±2.95

Arbutin(730μ M) 108±3.42a 53±0.51d 19±1.42d

16.7 mg/ml 100±2.90b 103±1.99a 97±0.41a

33.3 mg/ml 102±5.47b 95±2.62b 85±1.88b


(4)

Susu +L. plantarumTW 14+ Daun kari

Viabilitas Sel Intraseluler melanin

Ekstraseluler melanin

Kontrol 100±2.10 100±2.95 100±2.95

Arbutin(730μ M) 108±3.42a 53±0.51c 19±1.42c

16.7 mg/ml 99±1.58c 90±1.99a 103±0.81a

33.3 mg/ml 104±2.35b 89±3.21a 83±1.68b

66.7 mg/ml 108±1.16a 86±1.23b 82±1.80b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P< 0.05

Susu +L. rhamnosusTW 2

Viabilitas Sel Intraseluler melanin

Ekstraseluler melanin

Kontrol 100±2.10 100±2.95 100±2.95

Arbutin(730μ M) 108±3.42 53±0.51c 19±1.42d

16.7 mg/ml 107±6.15 84±2.83a 102±0.85a

33.3 mg/ml 108±3.25 84±4.27a 90±6.15b

66.7 mg/ml 109±1.83 78±0.51b 84±0.85c

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P< 0.05

Susu +L. rhamnosusTW 2 + Daun kari

Viabilitas Sel Intraseluler melanin

Ekstraseluler melanin

Kontrol 100±2.10 100±2.95 100±2.95

Arbutin(730μ M) 108±3.42a 53±0.51c 19±1.42d

16.7 mg/ml 106±2.90a 100±2.40b 105±0.85a

33.3 mg/ml 104±1.89b 105±1.85a 100±6.15b

66.7 mg/ml 107±1.70a 94±2.82b 97±0.85c


(5)

Lampiran 5 Izin penggunaan isolat bakteri asam laktat.

SURAT KETERANGAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Dr. Triana Setyawardani, S.Pt, MP

Pekerjaan : Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman

Menerangkan bahwasannya benar Isolat Lactobacillus plantarum TW 14 dan Lactobacillus rhamnosus TW 2, merupakan isolat yang telah saya isolasi dari susu kambing, saat melakukan penelitian Doktor, pada Institut Pertanian Bogor dan selesai tahun 2012. Isolat tersebut baru tahapan isolasi dan belum pernah dilakukan penelitian pada bidang kosmetik. Saya mengizinkan, kedua isolat tersebut untuk digunakan dalam penelitian lanjutan yang dilakukan oleh:

Nama : : Zuraida Hanum

NRP : D 161110021

Sebagai mahasiswa program Doktor pada Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Dengan Judul penelitian : “Potensi Susu Kambing Fermentasi dengan Penambahan Daun Kari (Murraya koenigii) sebagai Pemutih Kulit”.

Bogor , November 2014

Pemberi Isolat TW 14 dan TW 2 Penerima Isolat TW 14 dan TW 2


(6)

RIWAYAT HIDUP

Zuraida Hanum dilahirkan di Pidie Jaya - Aceh pada tanggal 15 April 1978, merupakan anak kedua dari lima bersaudara, pasangan M. Juned Jalil dan Nurhayati Isa. Pada tanggal 16 April 2011 menikah dengan Mismaruddin Sofyan dan dikaruniai dua orang anak yaitu M. Kamil Al Faruq yang lahir pada tanggal 2 Juni 2012 dan Akifa Faiha yang lahir pada tanggal 16 Maret 2015.

Pendidikan S1 ditempuh pada Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Aceh, tahun 1996 dan lulus pada tahun 2001. Pendidikan S2 pada program studi Kesmavet, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, tahun 2002 melalui Beasiswa BPPS Dikti dan lulus tahun 2005. Pendidikan S3 pada program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor tahun 2011 melalui Beasiswa BPPS Dikti. Selama menempuh Program Doktor pernah mendapatkan bantuan penelitian dari Dikti berupa Penelitian Disertasi Doktor (2013) dan mendapatkan kesempatan melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Ilmu Biologi Terapan, Universitas Gifu, Jepang, selama 2 Bulan dari November Hingga Desember 2014, melalui program Sandwich Rendai. Sejak tahun 2008 bekerja sebagai dosen tetap di Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Aceh. Bidang keilmuan yang diembankan kepada penulis adalah Teknologi Hasil Ternak, Susu.

Karya Ilmiah yang berjudul “Effectivity of Fermented Goat Milk Added Lactobacillus plantarum as Melanin Inhibitor” Telah diterbitkan pada Applied Research Journal Vol. 1, No. 5, July, 2015 dan ”Efektivitas Fermentasi Susu Kambing dengan Penambahan Lactobacillus rhamnosus sebagai Inhibitor Tirosinase”diterbitkan padaJurnal Kedokteran HewanVol. 10. No. 1, Maret, 2016. Publikasi dalam bentuk poster dengan judul “Potency of

Curry Leaves (Murraya koenigii) as whitening agent” pada The Third International Symposium on Temulawak and Potential Plants for Jamu, on 2-4 September 2015 at IPB International Convention Center (IICC), Bogor, Indonesia. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi.