Mazhab Syafi ′i

a. Mazhab Syafi ′i

Kalangan pengikut Mazhab Syafi ′i meriwayatkan dari imamnya bahwa ia meyakini kewajiban bersalawat kepada keluarga Nabi (âl)

142 SALAWAT YANG TERPENGGAL

dalam tasyahud akhir shalat. Di antara mereka adalah Imam Haramain dan sahabatnya, Ghazali. 1 Adapun Ibnu Hajar Haitami mengutarakan pernyataan Safi ′i itu secara mursal (tanpa silsilah periwayat). Namun, menurutnya, itu sudah pasti dan tidak ada lagi yang meragukannya.

Bukti hadis yang menjadi alasan mereka seputar kewajiban bersalawat kepada Nabi Saw dalam tasyahud shalat secara jelas menyatakan bahwa pendapat Syafi ′i terhadap salawat kepada keluarga Nabi (âl) dalam tasyahud tersebut adalah wajib. Karena, kedua hadis Abu Hurairah dan Ka ′ab yang menjadi tumpuan mereka untuk mewajibkan salawat kepada Nabi Saw sama-sama mengintegrasikan keluarga (âl) bersama beliau dalam satu perintah yang sama sekali menolak pemisahan keduanya. Dan siapa pun yang memisahkan keduanya, sungguh tidak memiliki bukti untuk itu. Ibnu Hajar Haitami menekankan bahwa bukti Syafi ′i dalam persoalan ini adalah kedua hadis tersebut. Pada saat yang sama, Ibnu Hajar menolak kemungkinan Syafi ′i bersandar pada bukti lain. Ia berkata, ″Daru Quthni dan Baihaqi meriwayatkan hadis, ′Barangsiapa melaksanakan shalat, tapi dalam shalatnya itu tidak bersalawat kepadaku dan Ahlul Baitku [secara bersamaan], maka shalatnya tidak diterima darinya. ′ Sepertinya, inilah hadis yang menjadi alasan Syafi ′i mengatakan bahwa salawat kepada keluarga Nabi (âl) merupakan salah satu kewajiban shalat, sebagaimana salawat kepada kepada Nabi Saw. Hanya saja, kecil kemungkinan Syafi ′i bersandar pada hadis itu. Bukti yang sesungguhnya adalah perintah beliau dalam hadis yang telah disepakati kesahihannya, yaitu, ′Katakanlah: Allâhumma shalli ′alâ muhammad wa ′alâ âli muhammad.′ Nah, menurut pendapat yang

benar, perintah itu secara hakiki mengimplisitkan kewajiban. 2 ″ Hadis yang menurut Ibnu Hajar sangat kecil kemungkinannya

dijadikan Syafi ′i sebagai sandaran untuk mewajibkan salawat dalam shalat, merupakan hadis yang diriwayatkan Abu Mas

′ud Anshari. 3 Yaitu, sosok sahabat yang menyampaikan hadis sahih tentang tatacara

salawat dan menjadi sandaran bagi kalangan yang mewajibkan

1- Menurut kutipan Ibnu Katsir. Redaksinya kami tulis pada beberapa paragraf setelah ini. 2- Ahmad bin Hajar Haitami Makki, op. cit., hlm. 348, bab pensyariatan salawat kepada keluarga Nabi sebagai implikasi salawat kepada Nabi Saw. 3- Ali bin Umar Daru Quthni, op, cit., jld. 1, hlm. 348/ 1328.

BAB IV: SYARIAT, HUKUM, DAN MOMEN … 143

salawat kepada Nabi Saw dalam shalat. Itulah mengapa ia mengatakan, ″Seandainya aku melakukan shalat yang di dalamnya aku tidak bersalawat kepada keluarga (âl) Muhammad, maka aku tidak

memandang shalatku ini lengkap. ″ 1 Perkataan serupa juga diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah Anshari, yang mengatakan, ″Seandainya aku melakukan shalat yang di dalamnya aku tidak bersalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, maka aku

tidak memandang shalatku itu diterima. ″ 2

Syafi ′i mengungkapkan pendapatnya tentang kewajiban secara hukum untuk menyebutkan keluarga Nabi (âl) dalam salawat lewat bait-bait puisinya yang indah. Ia mengatakan:

″Wahai Ahlul Bait Rasulullah, cinta pada kalian adalah kewajiban dari sisi Allah yang diturunkan-Nya dalam al-Quran.

Agung sekali penghargaan untuk kalian bahwa, barangsiapa yang

tidak bersalawat kepada kalian maka tiada shalat baginya 3 ″ Di antara sahabatnya yang mengikuti pendapat itu adalah Abu Ishaq

Marwazi (340 H) yang merupakan imam mazhab semasa hidupnya. Ia mengatakan, ″Saya beritikad bahwa salawat pada keluarga Nabi Saw

adalah wajib dalam tasyahud akhir shalat. 4 ″ Alhafidz Baihaqi Syafi ′i (485 H) juga membenarkan dan mendukung pendapat ini. Setelah menukil pendapat tersebut, ia mengatakan, ″Dalam hadis-hadis yang diriwayatkan seputar tatacara salawat kepada Nabi Saw, terdapat bukti

yang menunjukkan kebenaran apa yang dikatakannya. 5 ″ Sayid Abu Bakar Hadhrami dalam kitab Rasyfat Al-Shâdî

mengatakan, ″Di antara ulama Syafi′i yang meyakini kewajiban salawat kepada keluarga Nabi (âl) dalam tasyahud shalat adalah Allamah Tarbaji dan Sayid Samhudi. Mereka beralasan dengan makna literal perintah yang maktub dalam sabda Nabi Saw, ′Katakanlah: Allâhumma shalli ′alâ muhammad wa ′alâ âli muhammad (Ya Allah!

1- Ibid., hlm. 348/ 1329. 2- Muhibudin Thabari, Dzakhâ ′ir Al-′Uqbâ fî Manâqib Dzawî Al-Qurbâ, hlm. 52 3- Ahmad bin Hajar Haitami Makki, op. cit., hlm. 228, bab 11, pasal pertama. 4- Abu Bakar Ahmad bin Husain Baihaqi, Syu ′ab Al-Îmân, jld. 2, hlm. 224. 5- Ibid.

144 SALAWAT YANG TERPENGGAL

Bersalawatlah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad). ′ Penulis keterangan buku Al- ′Imrîthiyah mengatakan, ′Penyebutan keluarga dalam jawaban yang menjadi keterangan atas ayat salawat (tashliah) menunjukkan kewajiban salawat kepada mereka pula. Khususnya ketika jawaban itu mengintegrasikan Nabi dan keluarga

beliau dalam satu perintah yang merupakan subjek kewajiban. 1 ″ Ibnu Abi Hadid mengatakan, ″Mayoritas kolega Syafi′i meyakini

kewajiban salawat kepada keluarga nabi dalam salawat. 2 ″ Hanya saja, menurut sebagian mereka, mayoritas ulama Mazhab Syafi ′i tidak berpendapat demikian. Terdapat, sedikitnya, dua pendapat di antara mereka. Pendapat pertama menetapkan kewajiban salawat kepada keluarga Nabi Saw. Sedangkan pendapat kedua menolak kewajiban itu. Adapun mayoritas mereka mendukung pendapat kedua. Perincian ini telah disampaikan Ibnu Katsir Dimisyqi (774 H) yang merupakan ulama terkemuka mazhab Syafi ′i. Ia mengatakan, ″Sebagian kolega kita mewajibkan salawat kepada keluarga Nabi Saw. Ini pendapat Syafi ′i yang digambarkan Bandaniji dan Salim Razi, didukung Nasr bin Ibrahim Maqdisi, dan dinukil Imam Haramain serta sahabatnya, Ghazali. Sebenarnya, ini hanyalah salah satu pendapat. Adapun mayoritas ulama Syafi ′i berpendapat sebaliknya. Bahkan, mereka mengaku adanya konsensus untuk pendapat sebaliknya ituersebut. Namun demikian, pendapat yang menyatakan ′wajib′ didukung teks- teks hadis. Wallâhu a

′lam.″ 3

Perincian mengenai kedua pendapat ini juga dapat Anda temukan dalam keterangan Rafi ′i terhadap pernyataan Abu Hamid, yang sekaligus menerangkan bukti yang disodorkan kalangan yang mewajibkan salawat kepada keluarga Nabi (âl). Ia mengatakan, ″Pendapat pertama mengatakan wajib, karena teks hadis yang diriwayatkan, bahwa seseorang berkata pada Nabi Saw, ′Wahai Rasulullah! Bagaimana caranya kami bersalawat kepadamu? ′ Lalu beliau menjawab, ′Katakanlah, Allâhumma shalli ′alâ muhammad wa

1- Abu Bakar Shihabudin Hadhrami, Rasyfat Al-Shâdî min Bahr Fadhâ ′il Banî Al- Nabî Al-Hâdî , hlm. 72. 2- Abu Hamid Izudin Ibnu Abi Hadid Mada ′ini, Syarh Nahj Al-Balâghah, jld. 6, hlm. 144, pidato ke-71. 3- Ibnu Katsir, op. cit., hlm. 1383, persisnya pada penafsiran ayat ke-56 surah al- Ahzâb.

BAB IV: SYARIAT, HUKUM, DAN MOMEN … 145

′alâ âli muhammad.′ Namun pendapat yang lebih benar adalah, tidak wajib hukumnya bersalawat kepada keluarga beliau. Hukumnya tidak

lebih dari sunah, yang disebabkan salawat kepada Nabi Saw. 1 ″