ESENSI DAN LARANGAN TERHADAP … 257

BAB V: ESENSI DAN LARANGAN TERHADAP … 257

azan mengacaukan konsentrasi orang lain yang sedang melakukan shalat sunah setelah azan. Sungguh, pernah Rasulullah Saw memasuki masjid dan melihat sekelompok orang sedang melakukan shalat serta sekelompok lain sedang membaca al-Quran. Lalu beliau bersabda, ′Wahai manusia sekalian, masing-masing kalian bermunajat kepada Tuhannya, dan hendaknya sebagian dari kalian tidak mengeraskan suaranya kepada sebagian yang lain dengan membaca al-Quran. ′ Maka, apabila pembaca al-Quran saja dilarang Rasulullah Saw untuk dibaca dengan suara keras dan dengan menyaringkan suara agar tidak mengacaukan konsentrasi orang-orang yang sedang shalat, apalagi dengan suara keras dalam bersalawat kepada beliau Saw? Sudah tentu suara keras dalam bersalawat lebih patut dilarang ketimbang suara

keras dalam membaca al-Quran. 1 ″

Pembuktian ini sama sekali absurd. Karena, prioritas yang dijadikan dasar kesimpulan larangan bersalawat dengan suara keras (yang dianalogikan dengan bacaan al-Quran dengan suara keras yang dilarang dalam hadis tersebut) ditarik dari keunggulan membaca al- Quran dibanding bersalawat kepada Nabi Saw. Ini-kalau pun benar- sama sekali tidak relevan dengan kekacauan konsentrasi yang mereka bayangkan. Kekacauan konsentrasi hanya terjadi jika waktu yang khusus untuk menunaikan shalat diambil alih. Pegambil-alihan ini mungkin terjadi dengan bacaan al-Quran. Karena, boleh jadi bacaan al-Quran mengambil alih waktu khusus untuk menunaikan shalat tersebut. Adapun berkenaan dengan salawat kepada Nabi Saw, jelas tidak mungkin orang yang megumandang azan menyita waktu lebih dari satu menit untuk bersalawat setelah azan dan sebelum orang- orang memulai shalat. Suara hati pun menyatakan bahwa mereka tidak akan merasa tersita waktunya oleh salawat setelah azan. Saksinya? Ya, kenyataan yang ada. Oleh karena itu, kekacauan jenis apa yang kalian klaim? Prioritas macam apa yang kalian jadikan sandaran? Sedangkan semua orang tahu bahwa betapa bedanya suara keras untuk bersalawat kepada Nabi Saw dan suara keras dalam membaca al-

Quran. 2

1- Muhammad Jamil Zinu, op. cit., jld. 3, hlm. 442. 2- Yang aneh dari pengubahan atau pemboikotan ini, setelah saya pulang dari negeri

hijrah (Republik Islam Iran) ke tanah air saya sendiri, Irak, pasca tumbangnya rezim Saddam oleh tuannya sendiri, Amerika, pada bulan Safar 1424 H, saya menyaksikan

258 SALAWAT YANG TERPENGGAL Hasil Kajian Kedua

Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa salawat yang terpenggal muncul semasa Bani Umayyah berkuasa, sebagai salah satu matarantai permusuhan mereka yang turun temurun terhadap Ahlul Bait as. Usaha mereka yang ngotot untuk membasmi segala keutamaan yang jelas bagi Ahlul Bait as telah terbukti pula dalam pembahasan di atas; bahwa, pengubahan ini bukanlah satu-satunya yang menghantam salawat kepada Nabi Saw sepanjang berkuasanya Bani Umayyah, melainkan, dilanjutkan dengan pengubahan- pengubahan lain, mulai dari praktik meninggalkan salawat kepada Nabi Saw secara total, mentradisikan salawat kepada para khalifah dan penguasa, hingga pembubuhan sahabat dalam teks salawat kepada beliau. Dua dari pengubahan itu sudah punah, dua lagi masih tersisa. Dua pengubahan yang telah punah itu berupa penghapusan salawat secara total, yang berakhir dengan lenyapnya subjek (pelaku dan pendukung) penghapusan tersebut akibat perseteruan melawan eksistensi keturunan Imam Ali as. Sementara pengubahan satu lagi berupa pembudayaan salawat kepada para khalifah dan penguasa juga telah enyah dengan berakhirnya faktor-faktor pelakunya yang mengharapkan bidah-bidah tersebut terus dipraktikkan.

Adapun dua pengubahan yang masih tersisa adalah, pertama, pembubuhan sahabat Nabi dalam teks salawat. Dan yang kedua adalah penghapusan keluarga Nabi (âl) dari teks salawat, atau dengan kata lain, pembudayaan salawat yang terpenggal. Bidah ini masih berlaku sampai hari ini. Kaum Ahli Sunah-dengan semua level dan kecenderungan mazhab serta kebudayaannya, baik di kalangan awam maupun ulamanya, mujtahid maupun mukalidnya, di manapun dan kapan pun, dalam seluruh tulisan dan ujarannya, masih tetap bersalawat kepada Nabi Saw tanpa menyebutkan keluarga beliau (âl).

sendiri salah satu tuduhan yang dijadikan alasan rezim ini untuk menyiksa orang- orang mukmin dan menjebloskan mereka ke penjara adalah pengumandangan salawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad di tempat-tempat umum dan rumah-rumah ibadah. Mereka menyebut salawat itu dengan olokan ″kicauan″ yang mengganggu telinga! Apa yang mendorong saya mencatat bentuk pengubahan ini adalah mengingatkan bahwa pemboikotan terhadap syi ′ar suci ini masih berlanjut sampai saat ini juga, dengan model dan alasan yang berbeda-beda, sesuai target yang berbeda pula.