sehingga pada kondisi ruang demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan magnetisasi permanen.
Magnet permanen dapat diberi indeks berdasarkan medan koersif yang diperlukan untuk menghilangkan induksi. Patokan ukuran yang lebih baik adalah
hasil kali BH. Hasil kali sesaat BH maksimum lebih sering digunakan karena merupakan barier energi kritis yang harus dilampaui. Magnet lunak merupakan
pilihan tepat untuk penggunaan pada arus bolak-balik atau frekuensi tinggi, karena harus mengalami magnetisasi dan demagnetisasi berulang kali selama selang satu
detik. Spesifikasi yang agak kritis untuk magnet lunak adalah induksi jenuh tinggi, medan koersif rendah, dan permeabilitas maksimum tinggi.
2.3 Sifat – Sifat Magnet
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet
. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya.
Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Tidak seperti bahan soft magnet yang mempunyai medan magnet B
sebesar μ
M
, dalam magnet permanen, magnetisasi bukan merupakan fungsi linier
yang sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan
dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet
.
Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada
saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B
menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas pada magnet permanen akan menjadi kecil jika remanensi dalam magnetisasi juga kecil. Oleh
karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas menjadi sangat penting.
Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai
medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan
terus. Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet.
2.4 Unsur Pemadu Pada Nd
2
Fe
14
B
Paduan merupakan perpaduan dari beberapa unsur pada skala mikrosopik, seperti pada penyusunan magnet Nd
2
Fe
14
B juga terdiri dari beberapa unsur pemadu yaitu Nd, Fe dan B.
2.4 .1 Neodymium Nd
Neodymium Nd adalah unsur kimia yang pada tabel susunan berkala termasuk kedalam kelompok unsur lantanida dan dikenal sebagai unsur tanah
jarang yang memiliki nomor atom 60 serta konfigurasi elektron terluarnya adalah [Xe]6S
2
4F
4
. Unsur –unsur lantanida atau lanthanons dikenal dengan nama fourteen
elements, karena jumlahnya 14 unsur, seperti Cerium Ce, PraseodymiumPr, NeodymiumNd,
PromhetiumPm, SamariumSm,
EuropiumEu, GadoliniumGd, TerbiumTb, DysprosiumDy, HolmiumHo, ErbiumEr,
thuliumTm, YterbiumYb dan Lutetium Lu.
Unsur –unsur tersebut ditemukan dialam dalam bentuk mineral yang
merupakan campuran oksida, depositnya banyak ditemukan di Scandinavia, India, Unisoviet dan Amerika. Banyak jenis mineral yang mengandung unsur
– unsur lantanida seperti La, Ce, Pr, Nd sebesar 90, diikuti unsur
– unsur lainnya seperti yttrium Yt dan logam berat lainnya sebesar 10 . Monazite dan jenis mineral
lainnya mengandung unsur – unsur lantanida dengan tingkat oksidasi ±3 dan
sedikit unsur europium yang umumnya memiliki tingkat oksidasi ±2. Pada tabel 2.1 adalah susunan elektron dan tingkat oksidasi unsur
–unsur lantanida. Terlihat bahwa semua unsur
– unsur lantanida membentuk ion–ion 3+.
NO Unsur
Atom M
2+
M
3+
M
4+
NO Unsur
Atom M
2+
M
3+
M
4+
1 La
4d 6S
2
- [Xe]
- 11
Ho 4f
11
6S
2
- 4f
2
- 2
Ce 4f
2
6S
2
- 4f
2
[Xe] 12
Er 4f
12
6S
2
- 4f
2
- 3
Pe 4f
3
6S
2
- 4f
2
4f
2
13 Tm
4f
13
6S
2
4f
2
4f
2
- 4
Nd 4f
4
6S
2
4f
2
4f
2
4f
2
14 Yb
4f
14
6S
2
4f
2
4f
2
- 5
Lm 4f
5
6S
2
- 4f
2
- 6
Pm 4f
6
6S
2
4f
2
4f
2
- 7
Pu 4f
7
6S
2
4f
2
4f
2
- 8
Gd 4f
7
5d 6S
2
- 4f
2
- 9
Tb 4f
9
6S
2
- 4f
2
4f
2
10 Dy
4f
10
6S
2
- 4f
2
4f
2
Untuk beberapa unsur lantanida mempunyai tingkat oksidasi 2+ dan 4+, seperti Nd, Sm, Eu, Tm dan Yb mempunyai tingkat oksidasi 2+
sedangkan Ce, Pr, Nd, Tb dan Dy mempunyai tingkat oksidasi 4+, Lu dan Gd hanya membentuk tingkat oksidasi 3+, sebab masing
– masing unsur
memilki tingkat konfigurasi elektron yang stabil yaitu 4F
14
dan 4F
7
. Khusus untuk unsur neodymiumNd, unsur ini mempunyai tingkat oksidasi
4+Nd
4+
dengan konfigurasi elektron f
2
tetapi sangat tidak stabil untuk mencapai konfigurasi f
, f
7
, f
14
yang stabil. Untuk Nd
2+
, f
4
memberikan alasan yang kuat untuk meyakini bahwa walaupun kestabilan f
, f
7
, f
14
menjadi salah satu factor thermodinamik dan kinetic yang sama atau sangat penting untuk menentukan kestabilan tingkat oksidasi.
2.4.2 Besi Fe
Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini yang membentuk 5 dari pada kerak bumi. Karakter endapan besi ini berupa endapan
yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainya. Kadang besi sebagai kandungan logam tanah residual, namun
jarang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kebanyakkan besi ini hadir dalam pelbagai jenis senyawa oksida, endapan besi yang ekonomis umumnya berupa
Magnetite, Hematite, Limonite, dan Siderite. Dari mineral-mineral bijih besi magnetite adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat
dalam jumlah kecil. Sementara hematite merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi.
Beberapa jenis genesa dan endapan yang memungkinkan endapan besi bernilai ekonomis
3. Magnetik: Magnetite dan Titaniferous magnetite 4. Metasomatik kontak: magnetite dan specularite
5. Pergantianreplacement: magnetite dan hematite 6. Sendimentasiplacer: hematite, limonite, dan siderite
7. Kosentrasi mekanik dan residual: hematite, magnetite, dan limonite 8. Oksidasi: limonite dan hematite.
Table2.2. Mineral-Mineral Bijih Besi Bernilai Ekonomis MINERAL
SUSUNAN KIMIA
KANDUNGAN FE
KLASIFIKASI KOMERSIL Magnetite
FeO, Fe
3
O
4
72,4 Magnetic atau bijih hitam
Hematite Fe
2
O
3
70 Bijih merah
Limonite Fe
2
O
3.
nH
2
O 59-63
Bijh coklat Siderite
FeCO
3
48,2 Spathic, black band, clay ironstone
2.4.3 Boron B
Boron yang telah dimurnikan adalah padatan hitam dengan kilap logam. Sel satuan kristal boron mengandung 12, 50, atau 105 atom boron, dan satuan
struktural ikosahedral B12 terikat satu sama lain dengan ikatan 2 pusat 2 elektron 2c-2e dan 3 pusat 2 elektron 3c-2e ikatan tuna elektron antar atom boron
Gambar 4.1. Boron bersifat sangat keras dan menunjukkan sifat semikonduktor.
Gambar 2.4 Struktur kristal boron dengan sel satuan ikosahedral
Kimia boron boron hidrida dimulai dengan riset oleh A. Stock yang
dilaporkan pada periode 1912-1936. Walaupun boron terletak sebelum karbon dalam sistem periodik, hidrida boron sangat berbeda dari hidrokarbon. Struktur
boron hidrida khususnya sangat tidak sesuai dengan harapan dan hanya dapat dijelaskan dengan konsep baru dalam ikatan kimia. Untuk kontribusinya dalam
kimia anorganik boron hidrida, W. N. Lipscomb mendapatkan hadiah Nobel Kimia tahun 1976. Hadiah Nobel lain 1979 dianugerahkan ke H. C. Brown
untuk penemuan dan pengembangan reaksi dalam sintesis yang disebut hidroborasi.
Karena berbagai kesukaran sehubungan dengan titik didih boron yang rendah, dan juga karena aktivitas, toksisitas, dan kesensitifannya pada udara,
Stock mengembangkan metoda eksperimen baru untuk menangani senyawa ini dalam vakum. Dengan menggunakan teknik ini, ia mempreparasi enam boron
B2H6, B4H10, B5H9, B5H11, B6H10, dan B10H14 dengan reaksi magnesium borida, MgB2, dengan asam anorganik, dan menentukan komposisinya. Namun,
riset lanjutan ternyata diperlukan untuk menentukan strukturnya. Kini, metoda sintesis yang awalnya digunakan Stock menggunakan MgB2 sebagai pereaksi
hanya digunakan untuk mempreparasi B6H10. Karena reagen seperti litium tetrahidroborat, LiBH4, dan natrium tetrahidroborat, NaBH4, kini mudah didapat,
dan diboron, B2H6, yang dipreparasi dengan reaksi 3 LiBH4 + 4 BF3.OEt2
→ 2 B2H6 + 3LiBF4 + 4 Et2O, juga mudah didapat, boron yang lebih tinggi disintesis
dengan pirolisis diboron. Teori baru diusulkan untuk menjelaskan ikatan dalam diboron, B2H6.
Walaupun struktur yang hampir benar, yakni yang mengandung jembatan hidrogen, telah diusulkan tahun 1912, banyak kimiawan lebih suka struktur mirip
etana, H3B-BH3, dengan mengambil analoginya dengan hidrokarbon. Namun, H.
C. Longuet-Higgins mengusulkan konsep ikatan tuna elektron 3-pusat 2-elektron
3-center 2-bond ikatan 3c-2e bond dan bahwa strukturnya memang benar seperti
dibuktikan dengan difraksi elektron tahun 1951 Gambar 4.2.
Gambar 2.5 Struktur diboron. Struktur ini juga telah dielusidasi dengan difraksi elektron, analisis
struktur kristal tunggal sinar-X, spektroskopi inframerah, dsb, dan memang boron terbukti mengandung ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B berikut:
Gambar 2.6 Ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B. Selain ikatan kovalen biasa 2c-2e B-H dan B-B. Struktur semacam ini
dapat ditangani dengan sangat memuaskan dengan teori orbital molekul. Boron diklasifikasikan menjadi closo, nido, arachno, dsb. sesuai dengan struktur
kerangka atom boron. Closo-boron [BnHn]2- memiliki struktur polihedral tertutup, n atom boron
terikat pada n atom hidrogen, misalnya dalam oktahedral regular [B6H6]2- dan ikosahedral [B12H12]2-. Boron deret ini tidak mengandung ikatan B-H-B. Boron
BnHn+4, seperti B5H9, membentuk struktur dengan ikatan B-B, B-B-B, dan B-H- B dan kehilangan sudut polihedral closo boron, dan disebut dengan jenis boron
nido . Boron BnHn+6, seperti B4H10, memiliki struktur yang kehilangan dua
sudut dari tipe closo dan membentuk struktur yang lebih terbuka. Kerangka juga dibangun oleh ikatan B-B, BB-B, dan B-H-B, dan jenis ini disebut boron jenis
arachno . Sruktur-strukturnya diberikan di Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Ikatan B-B, BB-B, dan B-H-B. Tidak hanya diboron, boron yang lebih tinggi juga merupakan senyawa
yang tuna elektron yang sukar dijelaskan dengan struktur Lewis yang berbasiskan ikatan kovalen 2c -2e.
2.5 Mechanical Alloying
Mechanical alloying adalah sebuah metode reaksi padatan solid state
reaction dari pencampuran beberapa logam dengan memanfaatkan proses
deformasi untuk membentuk suatu paduan dimana proses pencampuran serbuk berupa proses penghancuran partikel serbuk pada energi tinggi ball mill yang
dihasilkan dari tumbukkan dari bola-bola. Proses sebenarnya dari mechanical alloying
MA adalah mencampurkan serbuk dan medium gerinda biasanya bola besibaja. Campuran ini kemudian dimilling beberapa lama sehingga keadaan
tetap dari serbuk tercapai dimana komposisi serbuk semuanya sama seperti ukuran elemen-elemen pada awal pencampuran serbuk. Bagian-bagian terpenting dari
proses mechanical alloying MA adalah bahan baku, tipe milling dan variabel proses milling.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan 10 November- 10 April di beberapa laboratorium, yaitu: Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan
P2FT Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Puspiptek Serpong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan P2FT Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia LIPI Bandung dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian 1. Bahan
a. NeodymiumNd. b. Besi Fe
c. Boron B d. Toluen C
3
H
7
e. Resin Epoksi