Sejarah barcode Tipe Barcode

2.2. Barcode

Mengutip Wikipedia, Barcode atau dalam bahasa Indonesia seringkali disebut kode batang adalah an optical machine-readable representation of data. Kode berbentuk garis dan berwarna hitam putih tersebut mengandung satu kumpulan kombinasi yang berlainan ukuran, dan disusun sedemikian rupa menurut aturan tertentu sehingga dapat diterjemahkan oleh mesin pembacanya Wahyono, 2010 : 2.

2.2.1. Sejarah barcode

Barcode pertama kali diperkenalkan oleh dua orang mahasiswa Drexel Institute of Technology Bernard Silver dan Norman Joseph Woodland di tahun 1948. Mereka mempatenkan inovasi tersebut pada tahun 1949 dan permohonan tersebut dikabulkan pada tahun 1952. Tapi baru pada tahun 1996, penemuan mereka digunakan dalam dunia komersial. Pada kenyataannya penggunaannya tidak begitu sukses hingga pasca 1980an. Barcode adalah informasi terbacakan mesin machine readable dalam format visual yang tercetak. Umumnya barcode berbentuk garis-garis vertikal tipis tebal yang terpisah oleh jarak tertentu. Tapi kini ada beberapa variasi berbentuk pola-pola tertentu, lingkaran konsentris, atau tersembunyi dalam sebuah gambar. Barcode dibaca dengan menggunakan sebuah alat baca optik yang disebut barcode reader. Pada prinsipnya barcode reader hanya sebuah alat input biasa seperti halnya keyboard atau scanner tapi peran manusia sebagai operator sangat minimum. Bersamaan dengan pesatnya penggunaan barcode, kini barcode tidak hanya bisa mewakili karakter angka saja tapi sudah meliputi seluruh kode ASCII. Kebutuhan akan kombinasi kode yang lebih rumit itulah yang kemudian melahirkan inovasi baru berupa kode matriks dua dimensi 2D barcodes yang berupa kombinasi kode matriks bujur sangkar. Tabel 2.1. Tabel ASCII

2.2.2. Tipe Barcode

Ada tiga tipe barcode yang banyak digunakan, yaitu Linear barcode, Stacked Barcode dan 2D barcodes. Linear Barcode adalah tipe yang paling luas digunakan. Salah satunya adalah untuk Universal Product Code UPC yaitu kode untuk klasifikasi barang-barang konsumen yang kita lihat pada kemasan produk dan digunakan oleh supermarket untuk program kasir. Produsen biasanya mendaftarkan produknya ke agen seperti GS1 http:www.gs1.org agar mendapat kode UPC. Untuk memahami prinsip kerjanya, cobalah ambil sebuah produk dari supermarket, kemudian lacaklah kode barcodenya di website GS1. Produk buatan Indonesia, dapat dilacak di http:www.gs1.co.id . Dalam bidang perpustakaan umumnya juga menggunakan linear barcode, termasuk untuk kode ISBN International Standard Book Number. CIFOR Library, menggunakan True Type Font code 39. TTF 39 atau lebih populer disebut code 39 ini tersedia secara gratis di internet, salah satunya tersedia di http:www.barcodesinc.comfree-barcode-font. Simbol Code 39 dapat mewakili huruf alfabet besar maupun kecil, angka serta banyak lagi karakter khusus seperti dan . Keuntungan lain dari code 39 adalah dapat dicetak menggunakan printer laser pada umumnya dan hasilnya dapat dibaca cukup akurat dengan barcode reader. Pada Perpustakaan CIFOR, barcode digunakan untuk mewakili data inventaris nomor induk buku. Komposisi nomor induk adalah kombinasi nomor urut akuisisi dokumen dan tahun proses data entri proses deskripsi bibliografi. Sebagai contoh: kode 121 99, berarti buku ke 121 tahun 1999, demikian seterusnya. Kode tersebut dicetak pada label Tom Jerry ukuran no.109 dengan menggunakan fasilitas mailmerge MS Word. Perangkat cetak yang digunakan adalah printer HP LaserJet 4050 Series PCL 6. Beberapa contoh barcode linear antara lain : Plessey, Codabar, UPC, Code 128, Code 25, CPC Binary, Pharmacode, POSTNET, PLANET, PostBar, Latent Image Barcode, dan lainnya Sedangkan contoh barcode 2 dimensi antara lain : Codablock, Code 16K, Code 49, PDF417, dan Micro PDF417, MaxiCode, 3-DI, AnayTag, VeriCode, WaterCode, dan lainnya.

2.2.3. Barcode Reader