Perubahan hubungan patron klien pada masyarakat Desa Sipangan

4.3.4 Perubahan hubungan patron klien pada masyarakat Desa Sipangan

Bolon Pola hubungan patron klien dapat mengalami pergeseran. Perkembangan masyarakat yang ditandai dengan terjadinya proses transformasi menuju masyarakat industri, yang dapat diamati melalui tingkat mobilitas yang terjadi dalam masyarakat, dalam arti proses pergeseran dari ciri manual ke ciri nonmanual tidak dapat terhindarkan, sehingga jelas perbedaan antara satu kelas dengan kelas yang lainnya, seperti kelas menengah dengan kelas pekerja. Selain terjadinya pergeseran dari ciri manual ke ciri non manual , kelas professional dan manejerial juga berkembang. Perubahan demikian jelas merupakan faktor yang semakin memperkuat terjadinya ikatan patron klien dalam hubungan kerja sama masyarakat industri. Kausar, 2009 Memperhatikan perkembangan dalam masyarakat sebagaimana dikemukakan tersebut, pola hubungan patron klien juga mengalami pergeseran, yakni akan digantikan oleh bentuk pola hubungan baru. Berkaitan dalam pergeseran ini Ponsioen dalam Kausar 2009 menyatakan bahwa dalam proses industrialisasi hubungan yang bersitat pribadi hubungan patron klien akan bergeser menjadi hubungan yang berciri kontraktual hubungan industrial. Menurut Popkin dalam Kausar 2009 bahwa sebagai pergeseran dari hubungan berdasarkan moral ke hubungan berdasarkan rasionalitas. Kausar, 2009 Dalam mendefinisikan ekonomi moral, menurut Scott dalam Damsar 2009, petani akan memerhatikan etika subsistensi dan norma resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka. Sedangkan hubungan patron-klien bagi Popkin adalah suatu relasi yang eksploitatif. Petani dihibur hanya dengan hal-hal kecil seperti mencari butir-butir padi yang tersisa, agar mereka tidak meminta bayaran sebagai tenaga kerja permanen. Pada hakekatnya, Popkin menegaskan bahwa yang berlaku bukan prinsip moral melainkan prinsip rasional. Hubungan patron klien dalam masyarakat petani yang dipandang sebagai bentuk hubungan harmonis yang menjaga kepentingan petani miskin menurut ekonomi moral. Dalam kenyataannya, sebaliknya yang terjadi, kata Popkin, dimana hubungan tersebut ditandai dengan hubungan eksploitatif. Hubungan ini, sebenarnya lebih menguntungkan pihak patron dibandingkan klien. Karena sumberdaya yang diinvestasikan oleh patron bukan hanya untuk memperbaiki keamanan dan subsistensi klien, tetapi juga untuk menjaga hubungan tersebut tetap diadik serta menghambat petani, menghambat keterampilan yang bisa merubah keseimbangan kekuatan Popkin dalam Damsar:2009. Para masyarakat Desa Sipangan Bolon hubungan patron klien antar petani sudah mulai kurang. Bahkan hubungan patron klien tersebut telah berubah menjadi hubungan eksploitatif meskipun tidak terlihat jelas, seperti yang diungkapkan oleh Popkin. Berikut ungkapan Bapak Gomson sebagai buruh bebas : “kalo pekerja tetap dikuras betul tenaga mereka buat ngerjakan ladang padahal gajinya sedikitnya tapi itulah mereka udah tergantung” Wawancara, 26 juli 2015 Dari ungkapan Bapak Gomson terlihat bahwa pemilik lahan mengeksploitasi tenaga buruh tani untuk mengerjakan lahannya namun gaji yang Ia berikan tidak seberapa. Buruh tani telah merasa tergantung pada pemilik lahan, saat Ia membutuhkan bantuan dana dalam jumlah yang besar, pemilik lahan akan siap membantu. Dibalik itu semua sebenarnya pemilik lahan telah diuntungkan karena telah mengeksploitasi tenaga mereka namun sebagian besar buruh tani tidak menyadari akan hal itu karena ada anggapan bahwa pemilik lahan memberikannya jaminan. Dilain sisi ketika ada buruh tani yang menyadari bahwa dirinya telah dieksploitasi oleh pemilik lahan, namun Ia tidak dapat berbuat apa – apa. Karena Ia merasa sudah tergantung pada pemilik lahan sehingga apabila Ia tidak bekerja pada pemilik lahan lagi Ia tidak mempunyai pekerjaan lain untuk bertahan hidup selain itu buruh tani juga telah terikat pada pemilik lahan karena Ia memiliki sejumlah hutang yang harus dibayar pada pemilik lahan dan untuk membayar itu maka buruh tani harus bekerja pada pemilik lahan tersebut. Terlihat jelas bahwa sebenarnya patron mengeksploitasi klien namun caranya disamarkan, memberi bantuan kepada klien tap dibalik itu semua ada tujuan yang sangat mengntungkan patron klien. Tetapi sejauh ini banyak petani desa Sipangan Bolon tidak menyadari akan hal ini, mereka merasa bahwa patron sangat melindunginya dan disebagain lain ada juga petani yang menyadari akan hal demikian namun tidak dapat berbuat apa – apa karena mereka sudah tergantung, karena apabila mereka melepaskan diri dari patron maka mereka tidak bagaimana memenuhi kebutuhan untu bertahan hidup. Kondisi ini, serupa dengan yang dikatakan oleh Popkin dalam Kausar 2009 bahwa dibalik bantuan patron klien terdapat pertimbangan yang menyangkut kepentingan dirinya, bahwa bantuan itu adalah investasinya untuk mempertahankan kebergantungan klien itu sendiri, dengan cara seperti ini eksploitasi bukanlah hal yang tidak mungkin. Kausar, 2009 Menurut Pierre Bourdieu dalam Antlov 2002, ketika sebuah hubungan tidak bisa secara langsung dibuat eksploitatif, maka hubungan itu harus disamarkan didalam bentuk hubungan yang akrab, dan model yang biasa dipakai adalah hubungan antara kerabat, agar secara sosial bisa dikenali dan diterima maka eksploitasi harus disamarkan Antlov 2002:113. Memang secara kasat mata tidak terlihat adanya hubungan eksploitatif antara pemilik lahan dengan buruh tani namun jika diperhatikan lebih lagi maka akan terlihat bahwa patron mengeksploitasi kliennya. Seorang pemilik lahan seolah – olah berjasa pada buruh tani dengan memberikan bantuan – bantuan dan menganggap buruh tani sebagai kerabat, hal tersebut dilakukan agar buruh tani merasa ketergantungan pada pemilik lahan namun sebenarnya pemilik lahan memperoleh lebih banyak keuntungan dari buruh tani. Hal ini terlihat seperti penyamaran sosial, ketika dilihat sekilas hubungan patron klien disini terlihat sebagai hubungan yang akrab dan seimbang namun jika dikaji ulang hubungan tersebut tidaklah seutuhnya demikian. Menurut Scott, Persekutuan antara patron dan klien merupakan hubungan saling tergantung. Dalam kaitan ini, aspek ketergantungan yang cukup menarik adalah sisi ketergantungan klien kepada patron. Sisi ketergantungan semacam ini karena adanya hutang budi klien kepada patron yang muncul selama hubungan pertukaran berlangsung. Patron sebagai pihak yang memiliki kemampuan lebih besar dalam menguasai sumber daya ekonomi dan politik cenderung lebih banyak menawarkan satuan barang dan jasa kepada klien, sementara klien sendiri tidak selamanya mampu membalas satuan barang dan jasa tersebut secara seimbang. Ketidakmampuan klien di atas memunculkan rasa hutang budi klien kepada patron, yang pada gilirannya dapat melahirkan ketergantungan. Hubungan ketergantungan yang terjadi dalam salah satu aspek kehidupan sosial, dapat meluas keaspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Sedangkan seiring berjalannya waktu alasan mengapa buruh tani tergantung pada pemilik lahan mulai berubah. Apa yang diungkapan oleh Scott sudah tidak sesuai dengan yang terjadi di Desa Sipangan Bolon. Di Desa Sipangan Bolon seorang buruh tergantung pada pemilik lahan bukan karena Ia merasa berhutang budi pada pemilik lahan, namun sebaliknya sebenarnya buruh tani merasa dirinya telah dieksploitasi oleh pemilik lahan namun karena tidak memiliki pekerjaan lain maka buruh tani akan tetap bertahan bekerja pada pemilik lahan. Scott dalam Kausar 2009 mengungkapkan bahwa saat klien dalam kondisi paceklik atau ketika statusnya berada pada titik yang betul – betul rendah sehingga bila putus hubungan dengan patron Ia tidak punya alternative status yang lebih rendah lagi, maka perlakuan apapun dibalik bantuan patron sulit dikaitkan dengan eksploitasi Kausar, 2009. Ini merupakan salah satu alasan kenapa buruh tani tetap bertahan pada kondisi yang memang sebenarnya adalah eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik lahan. Pemilik lahan dan buruh tani berhubungan lebih dari sekedar hubungan kerja, umumnya pemilik lahan dengan buruh tani terkhusus buruh tani tetap akan menganggap hubungan mereka sudah seperti keluarga karena saling membutuhkan dan membantu. Namun kenyataannya ada beberapa pemilik lahan yang tidak begitu dekat dengan buruh taninya walaupun Ia menggunakan jasa buruh tani tetap. Hubungan mereka dapat dikatakan hanya sebatas kerja. Pada pagi hari buruh tani akan datang kerumah pemilik lahan menyakan pekerjaan yang akan dikerjakan dan kemudian pada akhir pecan mereka akan datang lagi untuk meminta upah. Hubungan mereka hanya sebatas demikian, meskipun kadang – kadang pemilik lahan mau memberikan bantuan ketika mereka datang meminta bantuan namun hubungan mereka hanya sebatas hubungan kerja. Dapat dikatakan bahwa hubungan patron klien antara mereka kurang terlihat. Berikut merupakan ungkapan dari Op Intan : “kalo sama orang itu cuma hubungan kerja. Orang itu datang pagi nanya kerjaan trus pergi kerja. Gitu- gitu terus, nanti datang lagi kalo mau minta gaji atau mau minta pinjaman uang” Wawancara, 26 juni 2015 Walaupun pemilik lahan berhubungan dengan buruh tani tetap namun hubungan patron klien diantara keduanya mulai berkurang meskipun buruh tani telah lama bekerja pada pemilik tanah. Hubungan tidak sederajat dicontohkan dengan hubungan petani – penggarap dengan tuan tanah yang membentuk hubungan patron klien. Mengambil contoh upacara selametan, tuan tanah berkewajiban secara moral untuk membantu terlaksananya upacara dengan memberi sejumlah uang kepada petani yang menggarap sawahnya yang mengadakan helat. Konsekuensinya adalah petani penggarap tersebut punya kewajiban moral pula untuk menunjukkan loyalitasnya kepada sang tuan tanah, misalnya memberi dukungan kepada sang tuan tanah untuk diangkat menjadi kepala desa, dengan memberi suaranya kepada patron Damsar, 1997 Hubungan patron klien seperti yang diungkapkan Scott tersebut tidaklah sepenuhnya terjadi pada para buruh tani dan pemilik lahan yang ada di Desa Sipangan Bolon. Pemilik lahan tidak membantu ketika seorang buruh tani mengadakan acara yang membutuhkan dana yang cukup besar dan begitupun sebaliknya balasan yang diberikan buruh tani pada pemilik lahan tidak sampai kepada memberikan suaranya ketika seorang pemilik lahan menjadi calon kepala desa. Popkin beranggapan bahwa manusia adalah pelaku yang rasional, yang selalu melakukan perhitungan, yang terus – menerus memperhitungkan bagaimana ditengah situasi yang dihadapi dia dapat meningkatkan kehidupan dan kesejahteraannya atau paling tidak mempertahankan tingkat kehidupan yang tengah dinikmatinya. Mengenai petani, Popkin beranggapan bahwa seorang petani pertama – tama memperhatikan kesejahteraan dan keamanan diri dan keluarganya. Adapun nilai – nilai dan tujuan hidupnya, dia akan bertindak “in a self interested manner” ketika dia memperhitungkan kemungkinan memperoleh hasil yang diinginkan atas dasar tindakan – tindakan individual. Kedua, hubungan petani dengan orang – orang lain tidak selalu didasarkan atas beberapa prinsip moral yang umum, tetapi pada kalkulasi apakah hubungan – hubungan semacam itu dapat atau akan dapat menguntungkan diri dan keluarganya atau tidak. Disini konsep petani yang pasrah dan hampir selalu tunduk pada aturan – aturan sosialnya, diganti dengan sosok seorang manusia ekonomis yang universal yang mengambil keputusan ditengah sejumlah kendala dan tantangan Putra, 2003 Intinya, Popkin mengkritik Scott dan menyakini bahwa petani pada hakekatnya ingin meningkatkan ekonominya dan berani mengambil resiko. Jika Scott menyebut petani dengan ekonomi moral, Popkin mengungkapkan tentang rasional ekonomi petani. Petani adalah orang-orang kreatif yang penuh perhitungan rasional. Petani ingin mendapatkan akses ke pasar. Mereka ingin kaya, dan mampu menerapkan praktek untung rugi. Teori rasional berasumsi bahwa setiap manusia pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efesiensi dan efektrifitas dalam melakukan setiap tindakan. Dengan tetap mengakui adanya determinan factor solidaritas masyarakat petani yang kuat, subsistensi perekonomian material dan hubungan produksi masyarakat prakapitalis , namun pengaruh rasionalitas selalu dalam konteks beroperasinya mekanisme kepentingan rasional individu anggota komunitas. Seperti yang diungkapkan oleh Popkin, saat ini sudah mengalami perubahan. Para petani sudah mulai berpikir rasional, memikirkan setiap apa yang dikerjakan.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari penelitian tersebut maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Patron klien adalah sebuah pertukaran hubungan antara kedua peran yang dapat dikatakan sebagai pertukaran hubungan yang tidak seimbang atau setara dimana seorang individu dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi patron menggunakan pengaruh dan sumberdaya yang dimilikinya untuk menyediakan perlindungan dan keuntungan – keuntungan bagi seorang dengan status lebih rendah klien. 2. Hubungan patron klien terbentuk ketika patron dan klien sudah berhubungan sangat lama dan dekat. Semakin dekat buruh tani dengan pemilik lahan, maka pemilik lahan akan memberi bantuan lebih banyak daripada yang lain yang kurang dekat. Hubungan patron klien itu sendiri akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, karena untuk membangun terciptanya hubungan patron klien itu pun dibutuhkan waktu yang cukup lama. 3. Pada masyarakat Desa Sipangan Bolon, para petani juga menciptakan sebuah hubungan antar pemilik lahan dengan buruh tani. Hubungan patron klien ini terlihat dari adanya pertukaran yang tidak seimbang dimana klien akan memberikan jasanya berupa tenaga kepada patron untuk mengerjakan lahan pertaniannya. Sedangkan patron akan membalasnya dengan memberikan

Dokumen yang terkait

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

7 100 93

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 10

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 2

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 9

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 13

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 10

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 2

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 9

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 13

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 3