Rasionalitas petani TINJAUAN PUSTAKA

memilih, apabila perlindungan yang diberikan oleh lingkungan terdekatnya tidak mencukupi Scott, 1976. Selanjutnya jelas pula bahwa, begitu seorang petani mengandalkan kepada sanak- saudaranya atau patronnya daripada kepada sumberdayanya sendiri, maka atas dasar timbal balik ia memberikan kepada mereka hak atas tenaga kerja dan sumberdayanya sendiri. Kerabat dan kawan yang telah menolongnya dari kesulitan akan mengharapkan perlakuan yang sama apabila ia mampu memberikan pertolongan. Begitu pula, dalam konteks desa, norma – norma desa yang menjamin bahwa seorang yang miskin akan mendapat bagian sebidang lahan dari tanah komunal serta makanan, juga mewajibkannya untuk menyumbangkan tenaganya apabila pejabat- pejabat atau pemuka – pemuka desa memerlukannya. Klien yang mengandalkan pada perlindungan dari seorang patron yang lebih berpengaruh, sekaligus juga berkewajiban untuk menjadi anak- buahnya yang setia dan selalu siap melakukan pekerjaan apa saja yang diberikan kepadanya Scott, 1976.

2.2 Rasionalitas petani

Teori rasional berasumsi bahwa setiap manusia pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efesiensi dan efektivitas dalam melakukan setiap tindakan. Dengan tetap mengakui adanya determinan factor solidaritas masyarakat petani yang kuat, subsistensi perekonomian material dan hubungan produksi masyarakat prakapitalis , namun pengaruh rasionalitas selalu dalam konteks beroperasinya mekanisme kepentingan rasional individu anggota komunitas. Menurut Popkin dalam Sairin 2001, desa petani tradisional jauh dari kondisi harmonis dan penuh dengan eksploitasi. Menurut Popkin desa – desa petani lebih tepat dipandang sebagai korporasi, bukan sebagai konum, dan hubungan patron klien harus dilihat sebagai eksploitasi bukan sebagai hubungan paternal. Ketika kaum petani sampai pada kondisi desa yang sekarang ini mereka memiliki, maka desa itu adalah desa yang lebih baik keadaannya daripada desa tradisional, dengan mereka yang terdahulu. Dewasa ini, masyarakat petani tinggal di desa – desa terbuka yang bercirikan: 1. Tanggung jawab pembayaran pajak secara individual 2. Kekaburan batas desa dengan dunia luar 3. Tidak ada atau sedikitnya larangan pemilikan tanah bagi orang luar desa 4. Kekaburan perasaan sebagai warga desa 5. Privatisasi tanah milik Sebagai kebalikan dari desa terbuka, dahulu kaum petani tinggal di desa – desa tertutup yang dicirikan: 1. Pajak dibayar secara kolektif sebagai tanggung jawab desa 2. Batas yang tegas antara desa dengan dunia luar 3. Adanya larangan pengusahaan tanah sebagai hak milik pribadi 4. Konsep kewargaan desa yang jelas 5. Tanah merupakan hak ulayat desa Desa tertutup ini bukanlah desa seperti yang dibayangkan kaum ekonomi moral. Pembayaran pajak secara kolektif, ternyata bukan mekanisme untuk meringankan beban golongan miskin sebagai aturan pembagian beban pajak diantara warga desa sama sekali tidak jelas. Golongan kaya didesa belum tentu membayar pajak dalam presentase yang lebih besar dari pada golongan miskin. Bahkan bisa jadi justru sebaliknya, golongan kaya memiliki pengaruh untuk memperkecil jatah pajaknya dan melimpahkan sisa pajaknya ke pundak golongan miskin Sairin, 2001. Idealisasi desa petani tertutup tidak bisa dipahami jika melaui ekonomi rasional, sebab petani dipandang sebagai makhluk yang rasional. Ia mempertimbangkan berbagai macam alternative yang ada, yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahtraan mereka atau paling tidak dapat mempertahankan apa yang sedang dinikmati, baik bagi diri maupun bagi keluarganya. Oleh sebab itu, tidak setuju dengan asumsi ekonomi moral yang menyatakan bahwa para petani enggan mengambil resiko ketika mereka mengevaluasi strategi, dimana mereka lebih suka strategi kecil tapi mendatangkan hasil yang pasti daripada strategi yang bisa menghasilkan yang banyak tapi juga mungkin mendatangkan risiko yang lebih besar yang berupa kegagalan panenan total. Sebaliknya, dalam kenyataannya, menurut ekonomi rasional, para petani melakukan investasi, baik berjangka panjang maupun berjangka pendek, dan dengan demikian mereka melakukan baik investasi berisiko maupun investasi aman. Adapun alternative investasi yang bisa dipilih oleh petani meliputi bentuk anak, ternak, tanah dan bentuk benda milik pribadi atau bentuk milik keluarga atau dengan cara lain mengeluarkan surplus – surplus produksi mereka melalui desa, pada program – program asuransi atau kesejahteraan, atau melalui perbaikan desa Damsar: 2009. Hubungan patron klien dalam masyarakat petani yang dipandang sebagai bentuk hubungan harmonis yang menjaga kepentingan petani miskin menurut ekonomi moral. Dalam kenyataannya, sebaliknya yang terjadi, kata Popkin, dimana hubungan tersebut ditandai dengan hubungan eksploitatif. Hubungan ini, sebenarnya lebih menguntungkan pihak patron dibandingkan klien. Karena sumberdaya yang diinvestasikan oleh patron bukan hanya untuk memperbaiki keamanan dan subsistensi klien, tetapi juga untuk menjaga hubungan tersebut tetap diadik serta menghambat petani, menghambat keterampilan yang bisa merubah keseimbangan kekuatan Damsar: 2009. Hubungan patron klien di desa – desa tertutup sama sekali bukan hubngan timbal balik yang melindungi kepentingan golongan miskin di desa seperti yang diasumsikan oleh aliran ekonomi moral. Hubungan patron klien dalam pendekatan ekonomi politik dianggap sebagai hubungan eksploitasi. Patron selalu berusaha mencegah agar para kliennya tetap terikat secara ekoomis kepadanya tanpa mereka memiliki kemampuan menawar terhadap segala tuntutan yang diajukan oleh patron. Patron bukanlah dewa pelindung golongan miskin Sairin, 2001.

2.3 Struktur Masyarakat Pertanian

Dokumen yang terkait

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

7 100 93

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 10

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 2

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 9

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 13

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 10

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 2

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 9

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 13

Hubungan patron klien antara pemilik lahan dengan buruh tani (studi di Desa Sipangan Bolon kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun)

0 0 3