dalam benzene dan eter, dan larut dalam larutan alkali hidroksida Connors, 1992.
Nama Kimia :
4’- Hidroksiasetanilida Farmakope Indonesia Ed.IV.
2.3.1 Farmakokinetik
Asetaminofenparasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam, masa
paruh dalam plasma antara 1-3 jam. Obat ini tarsebar ke seluruh cairan tubuh.
Dalam plasma sebagian parasetamol terikat oleh protein plasma, 25.
Obat ini mengalami metabolisme oleh enzim-enzim mikrosom dalam hati. 80 asetaminofen dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil
dengan asam sulfat dalam hati. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi.
Metabolit hasil
hidroksilasi ini
dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis ertrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai asetaminofen 3 dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi Setiabudy, 2007.
2.3.2 Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu
parasetamol dan fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol
Universitas Sumatera Utara
merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan
pernapasan dan keseimbangan asam basa Setiabudy, 2007.
2.3.3 Efek Samping
Tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada pengguna kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis
diatas 6 g mengakibatkan necrose hati yang tidak reversible. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat ditangkal
oleh glutathione suatu tripeptida dengan -SH. Pada dosis di atas 10 g, persediaan peptida tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan
–SH di sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan irreversibel. Dosis dari 20 g sudah berefek
fatal. Overdosis bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia.
Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar asam amino N-asetilsistein atau metionin sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10
jam setelah intoksikasi Tjay, 2002.
2.3.4 Indikasi