1.2. Perumusan Masalah
Bagaimanakah insidensi Hepatitis B pada pasien HIV-AIDS di Klinik Pusyansus Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan 2010-2012.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.
Tujuan Umum :
Mengetahui insidensi Hepatits B pada pasien HIV-AIDS di Klinik Pusyansus Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan 2010-2012.
1.3.2. Tujuan Khusus :
1.3.1.1. Untuk mengetahui distribusi proporsi hepatitis B pada pasien HIV-AIDS berdasarkan demografi umur.
1.3.1.2. Untuk mengetahui distribusi proporsi hepatitis B pada pasien HIV-AIDS berdasarkan demografi kelamin.
1.3.1.3. Untuk mengetahui distribusi proporsi hepatitis B pada pasien HIV-AIDS berdasarkan demografi tingkat pendidikan.
1.3.1.4. Untuk mengetahui distribusi proporsi hepatitis B pada pasien HIV-AIDS berdasarkan demografi faktor resiko.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1.Untuk masukan kepada Rumah Sakit Umum PusatRSUP Haji Adam Malik Medan untuk pengetahuan hepatits B pada pasien HIV-AIDS.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjutnya. 1.4.3. Bagi peneliti, hasil KTI ini adalah untuk menambah pengalaman dan
pengetahuan dalam bidang kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIVAIDS 2.1.1.
Definisi HIVAIDS
Acquired immune deficiency syndrome AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus HIV. Retrovirus
yang menyerang sel CD4 yang menyebabkan kerusakan parah pada sistem kekebalan tubuh. Human Immunodeficiency Virus HIV termasuk golongan retrovirus
diidentifikasi pada tahun 1983 oleh Montagnier di Prancis Goldsmith sebagai patogen yang bertanggungjawab atas Acquired Immunodeficiency Syndrome AIDS.
AIDS ditandai dengan perubahan populasi limfosit T-sel yang memainkan peran kunci dalam sistem pertahanan kekebalan tubuh. Pada individu yang terinfeksi, virus
menyebabkan penipisan T-sel, yang disebut sel T-helper, yang meyebabkan pasien rentan terhadap infeksi oportunistik, dan keganasan tertentu P. Feorino.
Gambar 2.1. Struktur sel HIV AIDS
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Etiologi
Penyebab AIDS adalah virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus HIV. Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan
kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus LAV, sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984
mengisolasi HIV III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV E. L. Palmer.
Human Immunodeficiency Virus adalah golongan virus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai
sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T,
virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap
HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti core dan bagian selubung envelop. Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian
RNA Ribonucleic Acid. Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein gp 41 dan gp 120. Gp 120
berhubungan dengan reseptor Lymfosit T4 yang rentan. Karena bagian luar virus lemak tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap
pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan
sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat
juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak W. R. McManus.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Cara Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman port’d entrée. Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak
sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan
kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau serviks dan darah penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
a Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini
berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV
tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seksdan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow 1985 ditemukan resiko seropositive untuk zat anti
terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti
pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
i. Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat hubungan homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan sosial. Cara
hubungan seksual anogenital merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi pasangan seksual yang pasif menerima ejakulasi
semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini disebabkan oleh mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami perdarahan pada saat berhubungan secara
anogenital.
ii. Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan
Universitas Sumatera Utara
heteroseksual dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
b Transmisi Non Seksual i.
Transmisi Parenteral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya alat tindik yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan narkotik suntik yang
menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang telah dipakai oleh petugas kesehatan tanpa
disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1. Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat
sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko
tertular infeksiHIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90.
ii. Transmisi Maternal
Penularan dari ibu yang HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan waktu menyusui. Penularan
melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah. Sudikno, Bona Siswanto
2.1.4. Patogenesis
Sistem kekebalan mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Sistem ini terdiri dari banyak jenis sel. Dari sel–sel tersebut sel T–helper sangat krusial karena
mengkoordinasi semua sistem kekebalan lainnya. Sel T–helper memiliki protein pada permukaannya yang disebut CD4.HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel
T–helper dengan melekatkan dirinya pada protein CD4. Saat menginfeksi, RNA virus masuk ke tubuh penderita, kemudian RNA berubah menjadi DNA deoxyribonucleic
acid dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang akan menghasilkan virus-virus lainnya,
benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang
baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran
Universitas Sumatera Utara
darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan menjadikan tubuh
mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain.Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang. Respons tubuh secara alamiah
terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan
kembali dirinya. Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200
selml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat
infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal. Tanpa perawatan, viral load, yang
menunjukkan jumlah relatif virus bebas didalam plasma darah, akan meningkat mencapai titik dimana tubuh tidak akan mampu melawannya.
Perkembangan dari HIV dapat dibagi dalam 4 fase yaitu infeksi utama Seroconversion, ketika kebanyakan pengidap HIV tidak menyadari dengan segera
bahwa mereka telah terinfeksi. Kemudian, fase asymptomatic, dimana tidak ada gejala yang nampak, tetapi virus tersebut tetap aktif. Seterusnya, fase symptomatic, dimana
seseorang mulai merasa kurang sehat dan mengalami infeksi–infeksi oportunistik yang bukan HIV tertentu melainkan disebabkan oleh bakteri dan virus–virus yang berada di
sekitar kita dalam segala keseharian kita. AIDS, yang berarti kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV, adalah fase akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah
CD4 kurang dari 200 Departemen Kesehatan RI Jakarta 1989.
2.1.5. Gejala Klinis
Gejala-gejala dari infeksi akut HIV tidak spesifik, meliputi kelelahan, ruam kulit, nyeri kepala, mual dan berkeringat di malam hari. AIDS ditandai dengan supresi
yang nyata pada sitem imun dan perkembangan infeksi oportunistik berat yang sangat bervariasi atau neoplasma yang tidak umum terutama sarcoma Kaposi.
Universitas Sumatera Utara
Gejala yang lebih serius pada orang dewasa seringkali didahului oleh gejala prodormal diare dan penurunan berat badan meliputi kelelahan, malaise, demam,
napas pendek, diare kronis, bercak putih pada lidah kandidiasis oral dan limfadenopati. Gejala-gejala penyakit pada saluran pencernaan, dari esophagus
sampai kolon merupakan penyebab utama kelemahan. Tanpa pengobatan interval antara infeksi primer oleh HIV dan timbulnya penyakit klinis pertama kali pada
orang dewasa biasanya panjang, rata-rata sekitar 10 tahun Jawet, 2005. WHO menetapkan empat stadium klinik pada pasien yang terinfeksi HIVAIDS,
sebagai berikut :
Table 2.1. Stadium Klinik WHO: HIVAIDS 2011 Stadium klinis 1
Asimtomatik
Limfadenopati generalisata persisten
Stadium klinis 2
Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan
a
Erupsi pruritik papular
Infeksi virus wart luas
Angular cheilitis
Moluskum kontagiosum luas
Ulserasi oral berulang
Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan
Eritema ginggival lineal
Herpes zoster
Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang otitis media, otorrhoea,
sinusitis, tonsillitis
Infeksi kuku oleh fungus
Stadium klinis 3
Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara
Universitas Sumatera Utara
adekuat terhadap terapi standar
a
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan 14 hari atau lebih
a
Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan lebih dari 37.5
o
C intermiten atau konstan, 1 bulan
a
Kandidosis oral persisten di luar saat 6- 8 minggu pertama kehidupan
Oral hairy leukoplakia
Periodontitisginggivitis ulseratif nekrotikans akut
TB kelenjar
TB Paru
Pneumonia bakterial yang berat dan berulang
Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik
Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk
bronkiektasis
Anemia yang tidak dapat dijelaskan 8gdl , neutropenia 500mm
3
atau trombositopenia 50 000 mm
3
Stadium klinis 4
b
Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan
dan tidak berespons terhadap terapi standar
a
Pneumonia pneumosistis
Infeksi bakterial berat yang berulang misalnya empiema, piomiositis,
infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia
Infeksi herpes simplex kronik orolabial atau kutaneus 1 bulan atau viseralis di lokasi manapun
TB ekstrapulmonar
Sarkoma Kaposi
Kandidiasis esofagus atau trakea, bronkus, atau paru
Toksoplasmosis susunan saraf pusat di luar masa neonatus
Ensefalopati HIV
Infeksi sitomegalovirus CMV, retinitis atau infeksi CMV pada organ
lain, dengan onset umur 1bulan
Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
Mikosis endemik diseminata histoplasmosis, coccidiomycosis
Kriptosporidiosis kronik dengan diarea
Universitas Sumatera Utara
Isosporiasis kronik
Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata
Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang
simtomatik
Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral
Progressive multifocal leukoencephalopathy
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis ditujukan kepada dua hal, yaitu keadaan terinfeksi HIV dan AIDS. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan dua metode:
1. Langsung: yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan
menggunakan mikroskop elektron dan mendeteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus ialah Polymerase Chain Reaction PCR.
2. Tidak Langsung: dengan melihat respon zat anti bodi spesifik, misalnya dengan
ELISA, immunoflurescent assay IFA, atau radioimmunoprecipitation assay RIPA Tjokronegoro Hendra, 2003.
Diagnosis HIV, yang lazim dipakai: 1.
ELISA: sensitivitas tinggi, 98,1-100. Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi. Dahulu, hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan
Western blot. Tetapi sekarang menggunakan tes berulang dengan tingkat spesifisitas. 2.
PCR polymerase chain reaction: Penggunaan PCR antara lain untuk tes HIV pada bayi, menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko
tinggi, tes pada kelompok risiko tinggi sebelum terjadi serokonversi, tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab ELISA sensitivitasnya rendah untuk HIV-2 Tjokronegoro
Hendra 2003. Tiap negara memiliki strategi tes HIV yang berbeda. Di Indonesia, skrining dan
surveilans menggunakan strategi tes yang sama. Tes ELISA dan Western blot telah digunakan di waktu yang lalu, sekarang di Indonesia menggunakan Dipstik, ELISA 1,
dan ELISA 2 untuk skrining dan surveilans Utomo Irwanto, 1998. Reagensia yang dipilih untuk dipakai pada pemeriksaan didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
sensitivitas dan spesifisitas tiap jenis reagensia. Untuk diagnosis klien yang asimtomatik harus menggunakan strategi III dengan persyaratan reagensia sebagai
berikut: 1
Sensitivitas reagen pertama 99 2
Spesifisitas reagen kedua 98 3
Spesifisitas reagen ketiga 99 4
Preparasi antigen atau prinsip tes dari reagen pertama, kedua, dan ketiga tidak sama. Reagensia yang dipakai pada pemeriksaan kedua atau ketiga mempunyai
prinsip pemeriksaan misalnya EIA, dot blot, immunokromatografi atau aglutinasi atau jenis antigen misalnya lisat virus, rekombinan DNA atau
peptida sintetik yang berbeda daripada reagensia yang dipakai pada pemeriksaan pertama.
5 Prosentase hasil kombinasi dua reagensia pertama yang tidak sama discordant
kurang dari 5. 6
Pemilihan jenis reagensia EIA atau simplerapid harus didasarkan pada: a.
Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil b.
Jumlah spesimen yang diperiksa dalam satu kali pengerjaan c.
Sarana dan prasarana yang tersedia Untuk tujuan surveilans, reagen pertama harus memiliki sensitivitas 99, spesifisitas
reagen kedua 98. Keuntungan diagnosis dini:
1. Intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjangkan.
2. Menghambat perjalanan penyakit kearah AIDS.
3. Pencegahan infeksi oportunistik
4. Kounseling dan pendidikan untuk kesehatan umum penderita.
5. Penyembuhan bila mungkin hanya dapat terjadi bila pengoabatan pada fase
dini Tjokronegoro Hendra, 2003.
2.1.7. Pengobatan
Universitas Sumatera Utara
Obat–obatan Antiretroviral ARV bukanlah suatu pengobatan untuk HIVAIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat
yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIVAIDS
adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang
sangat aktif HAART. Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan: 1.
Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors NRTI, mentargetkan pencegahan proteinreverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari
viral RNA menjadi viral DNA contohnya AZT, ddl, ddC 3TC. 2.
Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors NNRTIs memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim
viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine,
delavirdine Rescripta, efavirenza Sustiva. 3.
Protease Inhibitors PI mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.
2.2. Memulai terapi ARV dengan salah satu panduan di bawah ini
AZT + 3TC + NVP Zidovudine + Lamivudine +
Nevirapine ATAU
AZT + 3TC + EFV Zidovudine + Lamivudine +
Efavirenz ATAU
TDF + 3TC atau FTC + NVP
Tenofovir + Lamivudine atau Emtricitabine + Nevirapine
ATAU
TDF + 3TC atau FTC + EFV Tenofovir + Lamivudine atau Emtricitabine + Efavirenz
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011
Universitas Sumatera Utara
2.3. Paduan Lini Pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa yang belum pernah mendapat terapi ARV treatment-naïve
Populasi Target Pilihan yang
direkomendasikan Catatan
Dewasa dan anak AZT atau TDF + 3TC
atau FTC + EFV atau NVP
Merupakan pilihan paduan yang sesuai untuk
sebagian besar pasien Gunakan FDC jika
tersedia
Perempuan hamil AZT + 3TC + EFV atau
NVP Tidak boleh
menggunakan EFV pada trimester pertama
TDF bisa merupakan pilihan
Ko-infeksi HIVTB AZT atau TDF + 3TC
FTC + EFV Mulai terapi ARV segera
setelah terapi TB dapat ditoleransi antara 2
minggu hingga 8 minggu
Gunakan NVP atau triple NRTI bila EFV tidak
dapat digunakan
Ko-infeksi HIVHepatitis B kronik aktif
TDF + 3TC FTC + EFV atau NVP
Pertimbangkan pemeriksaan HBsAg
terutama bila TDF merupakan paduan lini
pertama. Diperlukan penggunaan 2 ARV yang
memiliki aktivitas anti-HBV
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011
2.1.8. Pencegahan
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak PMTCT: seorang wanita yang mengidap HIV+ dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Jika tanpa pencegahan, kemungkinan bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV+ akan terinfeksi kira–kira 25–35. Dua
pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIVAIDS dari ibu ke anak.
Universitas Sumatera Utara
Obat–obatan tersebut adalah: 1. Ziduvidine AZT dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67. Suatu rangkaian pendek dimulai pada
kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50 penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38. Beberapa studi
telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine AZT dalam kombinasi dengan Lamivudine 3TC.
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan
dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
Post–exposure prophylaxis PEP adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah
seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational.Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP,
maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang
tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals
direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP
yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun
terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses
terinfeksi secara biasa ke HIVAIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak
amanFamily Health International.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Hepatitis B 2.2.1.
Definisi
Menurut World Health Organization 2012 Hepatitis B adalah infeksi hati yang berpotensi mengancam nyawa yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Ini adalah
masalah kesehatan global utama dan jenis yang paling serius dari hepatitis virus. Hal ini dapat menyebabkan penyakit hati kronis dan menempatkan orang pada risiko
tinggi kematian akibat sirosis hati dan kanker hati.
2.2. Skema virus Hepatitis B
Di seluruh dunia, diperkirakan dua miliar orang telah terinfeksi virus hepatitis B dan lebih dari 240 juta memiliki infeksi jangka panjang hati kronis. Sekitar 600 000
orang meninggal setiap tahun karena konsekuensi akut atau kronis hepatitis B. Vaksin hepatitis B telah tersedia sejak 1982. Vaksin hepatitis B adalah 95
efektif dalam mencegah infeksi dan vaksin pertama melawan kanker manusia.
2.2.2. Klasifikasi
a Genom
Genom HBV adalah terbuat dari DNA melingkar, tetapi tidak biasa karenaDNA tidak sepenuhnya beruntai ganda. Salah satu ujung untai panjang penuh ini terkait
dengan polimerase DNA virus. Genom 3020-3320 nukleotida panjang untuk untai panjang penuh dan 1700-2800 nukleotida panjang untuk jangka pendek-untai
panjang. Arti negatif-, non-coding, adalah melengkapi mRNA virus. DNA virus
Universitas Sumatera Utara
ditemukan dalam inti segera setelah infeksi sel. Sebagian DNA beruntai ganda yang diberikan penuh beruntai ganda dengan selesainya untai sense + dan penghapusan
sebuah molekul protein dari - akal dan urutan untai pendek RNA dari untai sense +. Basis non-coding dihapus dari ujung - untai sense dan ujung-ujungnya
bergabung. Ada empat gen yang dikode oleh genom dikenal, yang disebut C, X, P, dan S. protein inti adalah dikodekan oleh gen C HBcAg, dan kodon start adalah
didahului dengan hulu di-frame Agustus kodon mulai dari mana protein pra-inti diproduksi. HBeAg dihasilkan oleh proses proteolitik dari protein pra-inti.
Polimerase DNA dikodekan oleh gen P. Gene S adalah gen yang mengkode antigen permukaan HBsAg. Gen HBsAg satu frame membaca panjang terbuka tetapi berisi
tiga dalam bingkai mulai ATG kodon gen yang membagi menjadi tiga bagian, pra-S1, pra-S2, dan S. Karena kodon mulai beberapa, polipeptida dari tiga ukuran
yang berbeda yang disebut besar, menengah, dan kecil pra-S1-S2 + pra + S, pra-S2 + S, atau S yang dihasilkan. Fungsi dari protein dikodekan oleh gen X adalah tidak
sepenuhnya dipahamiChu SJ, Keeffe EB, Han SH, et al 2003.
b Replikasi
Siklus hidup dari virus hepatitis B adalah kompleks. Hepatitis B adalah salah satu dari beberapa yang dikenal non-retroviral virus yang menggunakan reverse transkripsi
sebagai bagian dari proses replikasi. Virus keuntungan masuk ke sel dengan mengikat ke reseptor yang tidak diketahui pada permukaan sel dan masuk dengan endositosis. Karena
virus mengalikan melalui RNA dibuat oleh enzim inang, DNA genom virus harus ditransfer ke inti sel dengan protein inang yang disebut pendamping. DNA beruntai virus
sebagian ganda ini kemudian dibuat sepenuhnya double stranded dan diubah menjadi DNA sirkular kovalen tertutup cccDNA yang berfungsi sebagai template untuk
transkripsi mRNA virus empat. MRNA terbesar, yang lebih panjang dari genom virus, digunakan untuk membuat salinan baru dari genom dan untuk membuat protein inti
kapsid dan DNA polimerase virus. Keempat transkrip virus mengalami pengolahan tambahan dan pergi untuk membentuk virion progeni yang dilepaskan dari sel atau
kembali ke inti dan didaur ulang untuk menghasilkan salinan bahkan lebih. MRNA panjang kemudian diangkut kembali ke sitoplasma mana protein virion P mensintesis
DNA melalui aktivitas reverse transcriptasenyaMohanty SR, Kupfer SS, Khiani V 2006.
Universitas Sumatera Utara
c Serotipe
Virus ini dibagi menjadi empat serotipe utama adr, adw, ayr, ayw epitop antigenik berdasarkan disajikan pada protein amplop, dan menjadi delapan genotipe AH menurut
variasi urutan nukleotida keseluruhan genom. Genotipe memiliki distribusi geografis yang berbeda dan digunakan dalam melacak evolusi dan penularan virus. Perbedaan
antara genotipe mempengaruhi keparahan penyakit, kursus dan kemungkinan komplikasi, dan respon terhadap pengobatan dan kemungkinan vaksinasi.
2.2.3. Etiologi
HBV adalah diselimuti, noncytopathic, hepatotrophic, dan DNA virus yang sangat menular yang termasuk dalam golongan hepadnavirusesLee WM 1997. Luar
amplop virus berisi 3 antigen permukaan terkait HBsAg, yang paling melimpah yang merupakan protein S. Perkembangan imunitas seluler dan humoral terhadap
HBsAg adalah pelindung. Di dalam amplop adalah nukleokapsid virus, atau inti, yang berisi sebagian beruntai ganda melingkar DNA HBcAg. Peptida HBcAg yang
diturunkan menginduksi respon imun seluler inang krusial melawan HBV. HBeAg berfungsi sebagai penanda untuk replikasi aktif, tapi fungsinya tidak diketahui.
Protein X HBX mungkin memainkan peran dalam perkembangan karsinoma hepatoseluler. DNA polimerase memiliki fungsi reverse transcriptase untuk sintesis
kedua untai negatif dan positif dari HBV DNAGanem D, Prince AM 2004.
2.2.4. Gejala Klinis
Akut infeksi virus hepatitis b dikaitkan dengan akut virus hepatitis. Penyakit yang dimulai dengan umum sakit, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, tubuh
sakit, demam ringan, urine gelap, dan kemudian akan pengembangan penyakit kuning. Telah dicatat bahwa kulit gatal telah indikasi sebagai gejala mungkin semua
jenis virus hepatitis. Penyakit berlangsung selama beberapa minggu dan kemudian secara bertahap meningkatkan di orang-orang yang paling terpengaruh.
Beberapa pasien mungkin lebih parah penyakit hati fulminant hepatic kegagalan, dan mungkin mati sebagai akibat dari itu. Infeksi mungkin sepenuhnya
asimtomatik dan mungkin pergi tidak diakui. Kronis infeksi virus hepatitis b dapat
Universitas Sumatera Utara
asimtomatik atau mungkin dikaitkan dengan peradangan kronis hati hepatitis kronis, menuju sirosis selama beberapa tahun. Jenis infeksi secara dramatis meningkatkan
insiden dunia akibat Hepatoma kanker hati. Operator kronis didorong untuk menghindari mengkonsumsi alkohol dan
meningkatkan risiko untuk kanker hati sirosis dan virus hepatitis b telah dikaitkan dengan perkembangan membran glomerulonefritis MGN.
2.2.5. Cara Penularan
Infeksi hepattis B kornik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang di seluruh dunia. Di Eropa dan Amerika 15-25 penderita hepatitis B kronik akan meninggal karena
proses hati dan kanaker primer. Penelitian yang dilakukan di Taiwan pada 3.654 pria Cina yagn HBsAg positif bahkan mendapatkan angka yang lebih besar, yaitu antara
40-50. Penyakit hepatits B ini dapat menular bahkan bahaya tingkat penularannya 100
kali lebih cepat dibanding dengan virus HIV. Ada dua golongan cara penularan infeksi VHB, yaitu penularan horinzontal dan penularan vertikal. Cara penularan
horinzontal terjadi dari seorang pengidap infeksi VHB kepada individu yang masih rentan di sekelilinginya. Penularan horinzontal dapat terjadi melalui kulit atau
melalui selaput lendir, sedangkan penularan vertikal terjadi dari seorang pengidap yang hamil kepada bayi yang dilahirkannyaBond WW, Favero MS, Petersen Nj, et al
1981.
a Penularan melalui kulit
Penularan ini terjadi jika bahan yang mengandung partikel virus hepatitis B HBsAg masuk ke dalam kulit. Contohnya, kasus penularan terjadi akibat transfusi
darah yang mengandung HBsAg positif, hemodialisis cuci darah pada penderita gagal ginjal kronik, seta melalui alat suntik yang tidak steril, sperti penggunaan
jarum suntik bekas, jarum akupuntur yang tidak steril, alat tato, alat cukur dan yang saat ini merupakan cara penularan terbanyak adalah melalui penyuntikan narkoba
secara bergantian. Virus hepatitis B tidak bisa menembus pori-pori kulit, dapat masuk melalui kulit
yang terluka dan mengalami kelainan dermatologikWasley A, Miller JT 2005.
Universitas Sumatera Utara
b Penularan melalui selaput lendir
Penularan dapat terjadi melalui mulut per oral yaitu jika bahan yang mengandung virus mengenai selaput lendir mulut yang terluka, misalnya karena
peradangan mulut atau sesudah mencabut gigi dan bisa juga melalui ciuman. Selain itu, penularan virus hepatits B dapat melalui selaput lendir alat kelamin seksual
akibat berhubungan seksual dengan pasangan yang mengandung HBsAg positif yang bersifat infeksius, baik dengan pasangan heteroseksual maupun homoseksualLee
WM 1997.
c Penularan vertika penularan perinatal
Penularan perinatal merupakan VHB dari ibu yang menderita hepatits B akut atau pengidap hepatits B kronis kepada bayinya pada saat dalam kandungan masa
kehamilan atau sewaktu persalinan. Jika infeksi hepatits akut terjadi pada masa kehamilan trisemester partama dan kedua, umumnya penularan jarang terjadi. Namun,
jika hepatits akut terjadi pada masa kehamilan trisemester ketiga maka penularan lebih sering terjadi. Penularan dari ibu pengidap hepatits B kronis kepada bayinya
mengidap hepatits B kronis, bayi yang terinfeksi tersebut mungkin menderita hepatitis akut atau lebih sering terjadi adalah akan berkembang menjadi infeksi yang
menetap dan menjadi kronik Ghendom 1987.
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis penyakit Hepatits B surface antigen HBsAg merupakan petanda infeksi VHB yang dapat dideteksi 2 minggu-2 bulan sebelum ada gejala klinik.
Umumnya HBsAg ini bertahan selama 2-3 bulan dan sifatnya menular. Bila HBsAg positif menandakan adanya infeksi VHB aktif, akut atau kronik. Adanya HBsAg
dalam darah diikuti dengan peningkatan aktifitas SGPT kemudian SGOT. Penurunan aktifitas enzim ini diikuti dengan penurunan titer HBsAG. Selain HBsAg juga dapat
dijumpai DNA polimerase. Akhir-akhir ini dikembangkan pemeriksaan HBsAg secara kuantitatif yang
dipergunakan untuk monitoring pasien dengan hepatitis kronik dlam pengobatan maupun tanpa pengobatan. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi carrier ini
aktif dan sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan polymerase chain
Universitas Sumatera Utara
reaction PCR. Infeksi dengan virus hepatits B umunya akan menimbulkan HBsAg dan anti-HBe,
HBeAg terdeteksi setelah timbul HBsAg. Titer HBsAg meningkatkan tajam pada saat infeksi akut yang menunjukkan replikasi virus. Serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe
merupakan petanda infeksi teratasi dan menunjukkan daya infeksi yang berkurang. HBeAg dapat dijumpai bersamaan dengan HBsAg dan biasanya disertai dengan DNA
VHB dan DNA polimerase.Mast EE, Weinbaum CM, Fiore AE, et al 2006.
Anti HBc
Pasca infeksi virus hepatits B didapatkan antiHBe merupakan antibodi terhadap pada sel hati. Dekenal dua macam antiHBe yaitu HBe lgM dan anti HBc total. Waktu
antara hilangnya HBsAg dengan terbentuknya antiHBs disebut window period perode jendela. Window period ini bisa terjadi beberapa minggu, bulan atau tahun
dan pada keadaan ini anti-HBe lgM positif. Untuk mengetahui adanya infeksi virus hepatits B bila HBsAg dan anti-HBs negatif, perlu dilakukan pemeriksaan anti HBc
lgM untuk memetikan apakah individu tersebut telah terpapar VHB. Pada pasien tidak mempunyai informasi bahwa dia terpapar VHB dapt diketahui
dengan memriksa anti-HBc total, bila positif berarti terdapat dua kemungkinan yaitu penderita dalam keadaan infeksi aktif atau imunsembuh.
Anti HBs
Anti HBs adalah antibodi golongan lgG terhadap HBsAg yang timbul setelah terpapar virus hepatits B yang bersifat protektif. Antibiotik yang timbul terhadap
determinata dari VHB adalah subtipe d, y, w1-w4, r dan q. Pada pasien yang mendapatkan vaksinasi hepatits perlu pemeriksaan anti HBs untuk mengetahui
keberhasilan vaksinasi kekebalan. Pada vaksinasi bila kadar anti-HBs 20mIUml dianggap non reaktif sedangkan kadar anti-Hbs 10mIUml dianggap reaktif Mast EE,
Weinbaum CM, Fiore AE, et al 2006.
2.2.5.1. Pemeriksaan
Berbagai ragam bentuk perjalanan klinis infeksi hepatits yaitu bisa berupa hepatits akut, sembuh atau berlanjut menjadi hepatits B carries inaktif, hepatits B
kronis inaktif, atau berlanjut menjadi kanker hati atau sirosis hati. Untuk memestikan adanya infeksi VHB dan sejauh mana bentuk klinis infeksi hepatits tersebut,
Universitas Sumatera Utara
diperlukan beberapa pemeriksaan berikut:
a Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Hepatitis B secara awam lazim disebut sebagai penyakit kuning, tidak selalu menampakkan warna kunig di matanya konjungtiva. Pada penyakit hepatits B, mata
kuning dijumpai pada sepertiga kasus. Untuk lebih mengarah pada diagnosis hepatits B, perlu digali mengenai riwayat transfusi darah, hemodialisis, apakah ibu dan anak pernah
menderita hepatits B dan juga mempertanyakan kebiasaan-kebiasaan seperti hubungan seks bebas dan pemakaian suntik narkoba sebelumnya. Didukungkan dengan
pemeriksaan fisik yang teliti untuk melihat kemungkinan tanda klinis seperti mata kuning, penemuan adanya pembesaran hati, pembengkakkan perut dan kakiMast EE, Weinbaum
CM, Fiore AE, et al 2006.
b Pemeriksaan fungsi hati
Organ hati mengemban berbagai macam tugas, seperti fungsi sintesis, ekskresi, detoksifikasi dan penyimpan cadangan energi. Gangguan organ hati mungkin disebabkan
oleh penyakit apapun termasuk infeksi hepatitis B dengan sendirinya akan mempengaruh fungsi hatiMast EE, Weinbaum CM, Fiore AE, et al 2006.
c Pemeriksaan Serologi
Tidak semua pemeriksaan serologi mutlak diterapkan pada seseorang yang dicurigai menderita hepatitis B. Manfaat pemeriksaan ini adalah untuk mendiagnosis
adanya infeksi VHB dan memastikan sejauh mana infeksi VHB berada pada keadaan infeksi akut, kronis atau telah sembuh. Berikut jenis pemeriksaan serologi pada
infeksi VHB. Pemeriksaan HBsAg, pemeriksaan ini memastikan apakah seseorang menderita
hepatits B atau tidak. Hasil pemeriksaan hepatits B positif memestikan bahwa seseorang menderita infeksi VHB. Pemeriksaan HBsAg positif yang menetap lebih
dari enam bulan disebut sebagai VHB kronis. Anti HBs, meningkatnya kadar anti HBs memperlihatkan bahwa seseorang
memiliki kekebalan alami atau pernah mendapatkan vaksinasi hepatits B. Pemeriksaan ini sebaiknya dilalukan bersama-sama dengan HBsAg ketika seseorang
perlu atau tidak mendapatkan vaksin hepatits B. Seseorang dengan hasil HBsAg
Universitas Sumatera Utara
negatif dan tidak ada kadar HBs atau titer kurang dari 10 UIml, memberikan arti bahwa orang tersebut tidak sedang menderita infeksi VHB dan tidak memiliki
perlindungan terhadap VHB sehingga ia perlu mendapatkan vaksin hepatitis B. Namun, bila seseorang telah memiliki kadar anti HBs tinggi lebih dari 100 UIml, ia
tidak perlu mendapatkan aksinasi hepatitis BMast EE, Weinbaum CM, Fiore AE, et al 2006.
d Pemeriksaan DNA virus
Pemeriksaan DNA HBV dilakukan dengan metoda molekuler yaitu metode PCR. Hasil pemeriksaan dapat dilaporkan secara kuantitatif maupun kualitatif.
Dikenal dua macam cara pencegahan yaitu dengan hepatitis B immune globin HBIG dan hepatitis B vaksin. Penggunaan HBig adalah untuk mencegah infeksi
VHB secara aktif dan mendapatkan imunitas dalam jangka waktu yang lama. Hubungi dokter anda untuk pencegahan infeksi VHB.
2.2.7. Patogenesis
Virus tidak langsung membunuh hepatosit. Respon kekebalan host terhadap antigen virus diduga menjadi penyebab cedera hati pada infeksi HBV. Ganem D,
Prince AM 2004 Respon imun seluler, daripada respon imun humoral, tampaknya terutama terlibat dalam patogenesis penyakit. Guidotti LG, Rochford R, Chung J, et
al 1999 Induksi respon T-limfosit antigen-spesifik diperkirakan terjadi ketika tuan rumah limfosit T disajikan dengan epitop virus dengan sel antigen-presenting dalam
organ limfoid. Sel-sel T antigen-spesifik matang dan berkembang dan kemudian bermigrasi ke hati. Pada infeksi HBV akut, sebagian HBV DNA dibersihkan dari
hepatosit melalui efek noncytocidal produk sampingan inflamasi CD8 + T limfosit, dirangsang oleh CD4 + limfosit T, terutama interferon-gamma dan tumor necrosis
factor-alfa. Ini menyebabkan downregulation replikasi virus, dan lisis langsung memicu hepatosit yang terinfeksi oleh sel T HBV-spesifik CD8 + sitotoksik.
Guidotti LG, Ishikawa, Hobbs MV et al 1996 Sebaliknya, orang dengan infeksi HBV kronis menampilkan lemah, jarang, dan respons sel-T yang difokuskan secara
sempit HBV-spesifik, dan sebagian besar sel mononuklear dalam hati kronis terinfeksi HBV orang nonantigen-spesifik.
Universitas Sumatera Utara
Disebabkan adanya HBV di situs ekstrahepatik, serta kehadiran DNA sirkular kovalen tertutup cccDNA dalam hepatosit, pemberantasan virus merupakan tujuan
realistis berdasarkan obat yang tersedia saat ini. DNA sirkular kovalen tertutup berfungsi sebagai cetakan untuk transkripsi pregenomic RNA, langkah awal yang
penting dalam replikasi HBVChisari FV, Ferrari C, 1995. Keberadaan rombongan cccDNA dalam hepatosit dianggap sebagai penanda persistensi virus, Malangnya
terapi saat ini belum efektif dalam memberantas cccDNA dan hanya mampu menurunkan tingkatTuttleman JS, Pourcel C, Summer J 1986. Persistensi bahkan
tingkat rendah cccDNA dalam inti hepatosit telah terbukti berkorelasi dengan peningkatan viral load setelah penghentian terapi. Selain itu, integrasi HBV DNA ke
inti hepatosit selama proses replikasi bisa menjelaskan peningkatan risiko karsinoma hepatoselulerZoulim F, 2005.
2.2.8. Pengobatan
Akut infeksi hepatitis B biasanya tidak memerlukan pengobatan karena orang dewasa yang paling jelas infeksi tersebut secara spontan. Pengobatan antivirus awal
hanya mungkin diperlukan dalam kurang dari 1 dari pasien, infeksi yang mengambil kursus sangat agresif hepatitis fulminan atau yang
immunocompromised. Di sisi lain, pengobatan infeksi kronis mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko sirosis dan kanker hati. Individu yang terinfeksi kronis
dengan serum alanine aminotransferase meningkat terus menerus, penanda kerusakan hati, dan DNA HBV tingkat adalah kandidat untuk terapi.
Meskipun tidak ada obat yang tersedia dapat menghapus infeksi, mereka dapat menghentikan virus dari replikasi, sehingga meminimalkan kerusakan hati. Saat ini,
ada tujuh obat berlisensi untuk pengobatan infeksi hepatitis B di Amerika Serikat. Ini termasuk obat antivirus lamivudine Epivir, adefovir Hepsera, tenofovir
tenofovir, telbivudine Tyzeka dan entecavir Baraclude dan dua modulator sistem kekebalan interferon alfa-2a dan pegylated interferon alfa-2a Pegasys. Penggunaan
interferon, yang membutuhkan suntikan harian atau tiga kali seminggu, telah digantikan oleh long-acting pegylated interferon yang disuntikkan hanya sekali
seminggu.
Universitas Sumatera Utara
Bayi lahir dari ibu yang diketahui membawa hepatitis B dapat diobati dengan antibodi terhadap virus hepatitis B hepatitis B immune globulin atau HBIG. Ketika
diberikan dengan vaksin dalam waktu dua belas jam setelah kelahiran, risiko tertular hepatitis B adalah berkurang 90. Perawatan ini memungkinkan seorang ibu untuk
menyusui anaknya aman. Pada bulan Juli 2005, peneliti dari A STAR dan National University of Singapore mengidentifikasi hubungan antara protein pengikat DNA
milik kelas protein heterogen ribonucleoprotein K nuklir hnRNP K dan replikasi HBV pada pasien. Mengontrol tingkat hnRNP K dapat bertindak sebagai pengobatan
yang mungkin untuk HBV.
2.2.9. Pencegahan
Beberapa vaksin telah dikembangkan untuk pencegahan infeksi virus hepatitis B. Ini bergantung pada penggunaan salah satu protein amplop virus antigen permukaan
hepatitis B atau HBsAg. Vaksin ini awalnya dibuat dari plasma yang diperoleh dari pasien yang mengalami infeksi virus hepatitis B lama. Namun, saat ini, ini lebih
sering dibuat dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan, meskipun vaksin plasma yang diturunkan terus digunakan, dua jenis vaksin yang sama efektif dan
aman. Setelah vaksinasi, hepatitis B surface antigen dapat dideteksi dalam serum
selama beberapa hari, ini dikenal sebagai antigenaemia vaksin. Vaksin ini diberikan baik dalam dua-, tiga, atau empat jadwal dosis ke bayi dan orang dewasa, yang
memberikan perlindungan bagi 85-90 dari individu. Perlindungan telah diamati 12 tahun terakhir pada individu yang menunjukkan respon awal yang memadai untuk
program utama vaksinasi, dan kekebalan yang diprediksi bertahan setidaknya 25 tahun.
Berbeda dengan hepatitis A, hepatitis B umumnya tidak menyebar melalui air dan makanan. Sebaliknya, ditularkan melalui cairan tubuh. Pencegahan demikian
menghindari penularan tersebut dan kontak seksual tanpa pelindung.
2.3. Hepatitis B pada Pasien HIVAIDS
Universitas Sumatera Utara
Koinfeksi dengan virus hepatitis B umum terjadi, dengan 70-90 penderita HIV di Amerika Serikat juga terinfeksi oleh virus hepatitis B. 90 penderita HIV
yang menggunakan jarum suntik tidak steril juga terpapar oleh hepatitis B anti-HBc positif dan 60 memiliki riwayat infeksi dengan adanya antibodi permukaan
hepatitis B anti-HBs Rodriguez- Mendez ML 2000. Sindrom klinis pada infeksi hepatitis virus akut umumnya tidak spesifik dan disertai
gejala gastrointestinal, seperti malaise, anoreksia, mual dan muntah. Selain itu juga didapatkan gejala-gejala flu, faringitis, batuk, sakit kepala, mialgia dan lain-lain.
Orang yang terinfeksi HIV juga memiliki gejala-gejala seperti fatigue, malaise, dannausea, sehingga terkadang infeksi campuran oleh virus hepatitis tidak
nampakCDC 2005. Koinfeksi HIV oleh virus hepatitis tidak mempengaruhi penyakit oleh HIV tersebut maupun perkembangannya menjadi AIDS, tetapi HIV mempengaruhi
hepatitis B dengan meningkatnya progresifitas menjadi sirosis hati serta gagal hatiLevin J 2005.Akan tetapi, sebuah studi terbaru yang dilakukan di Virginia menunjukkan bahwa
progresifitas terjadinya fibrosis pada pasien koinfeksi dan monoinfeksi adalah sama berdasarkan pemeriksaan biopsi hatiBradford D 2008.
Virus hepatitis B HBV dan human immunodeficiency virus HIV adalah virus yang ditularkan melalui darah yaitu melalui hubungan seksual dan penggunaan narkoba
suntikan. Karena mode ini bersama penularan, proporsi tinggi orang dewasa berisiko terinfeksi HIV juga berisiko untuk infeksi HBV. Orang HIV-positif yang terinfeksi virus
Hepatitis B HBV berada pada peningkatan resiko untuk mengembangkan infeksi HBV kronis dan harus diuji. Selain itu, orang-orang yang koinfeksi dengan HIV dan HBV
dapat memiliki komplikasi medis yang serius, termasuk peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas terkait hati. Untuk mencegah infeksi HBV pada orang yang terinfeksi HIV,
Komite Penasehat Praktek Imunisasi merekomendasikan yang universal Hepatitis B vaksinasi pasien rentan dengan HIV AIDS.
2.4. Terapi ARV untuk koinfeksi Hepatitis B