Perang Suksesi Tahta Demak

17 Kerajaan Demak antara Sultan Trenggono dan Pangeran Sekar setelah pemerintahan Pati Unus, Pangeran Prawoto yang membela ayahnya, menyuruh Ki Surayata untuk membunuh Pangeran Sekar yang baru pulang dari sholat Jum’at, di Jembatan Agung Demak 38 . Pada tahun 1549, Arya Penangsang mengirim Rangkud untuk membalas kematian ayahnya. Rangkud berhasil menyusup masuk ke Istana, namun dicegat oleh Pangeran Pasarean, Putra Sunan Gunung Jati yang sedang berkunjung ke Istana Demak. Terjadilah Pertempuran dimana Pangeran Pasarean Terbunuh. Rangkud kemudian berhasil menerobos ke dalam kamar tidur Prawoto. Prawoto pun mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Sekar dan rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni. Rangkud setuju, lalu menikam dada Prawoto yang pasrah sampai tembus. Ternyata istri Prawoto yang sedang berlindung di balik punggungnya ikut tewas pula. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan membunuh Rangkud dengan sisa-sisa tenaganya 39 . Konflik yang terjadi di Demak membuat keretakan di tubuh institusi Wali Songo. Sunan Kudus berpihak kepada muridnya, Arya Panangsang; Sunan Prapen dari Giri Kedaton mendukung pembalasan dendam atas kematian Prawoto, Sunan Kalijaga mendukung muridnya, Jaka Tingkir yang notabene juga menantu mendiang Sultan Trenggono. Sedangkan Sunan Gunung Jati juga mendukung Jaka Tingkir untuk membalas dendam pada Arya Penangsang yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Putranya, Pangeran Pasarean ketika berusaha membela Pangeran Prawoto 40 . Khusus untuk Sunan Kudus, ia tidak merestui apabila Jaka Tingkir sampai dinobatkan menjadi Penguasa selanjutnya. Beliau berdalih, apabila pusat kerajaan dipindahkan 38 Adji, K. B. Achmad, S. W. Sejarah Panjang Perang di Bumi Jawa dari Mataram Kuno Hingga Pasca Kemerdekaan RI. Yogyakarta: Araska,2014,hal.213 39 Purwadi. Sistem Pemerintahan Kerajaan Jawa Klasik. Medan: Pujakesuma. 2007,hal.237 40 Yoseph Iskandar dkk. Sejarah Banten. Jakarta : Tryanasjam’ un CORP, 2001,hal.176 18 ke wilayah kekuasaan Jaka Tingkir di Pajang yang terletak di pedalaman maka ada kemungkinan ajaran Islam yang mulia, terutama menyangkut bidang Tasawuf, besar kemungkinannya bercampur dengan ajaran “mistik” atau klenik khas Jawa. Asumsi ini mungkin sengaja dibuat oleh Sunan Kudus yang kontra dengan sikap dan pendapat Sunan Kalijaga yang menominasikan Jaka Tingkir sebagai pengganti dari Sultan Trenggono 41 . Ketidaksukaan Sunan Kudus terhadap posisi pusat dakwah Islam di pedalaman, pada masa kini dikemukakan ulang oleh argumen Niels Mulder yang melakukan penelitian terhadap hubungan antara Islam dan masyarakat dalam konteks sinkretisme. Ternyata yang dominan menyaring setiap tradisi baru yang masuk itu adalah unsur lokal. Jadi ketika Islam masuk ke wilayah kebudayaan Jawa, maka yang disaring adalah Islam. Ajaran Islam yang cocok akan diserap untuk menjadi bagian dari tradisi lokal sedangkan yang tidak cocok akan dibuang 42 . Meski demikian, pendapat ini ditolak oleh Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Prof.Dr Budi Sulistiono, yang berargumen bahwa pada masa Demak wilayah Jawa pedalaman sudah berhasil diislamkan dan sampai sekarang pun mereka adalah penganut Islam yang taat dengan bukti berkembang pesatnya jaringan masjid, tarekat dan pesantren yang menyebar dari wilayah Pantura hingga wilayah pesisir selatan Yogyakarta 43 . Keretakan di tubuh Wali Songo juga turut disebabkan wafatnya anggota Wali Songo Generasi awal yang murni berasal dari Timur Tengah seperti Maulana Malik Ibrahim, dengan absennya tokoh yang dituakan maka potensi konflik semakin mudah terjadi. Kitab Walisana Karya Sunan Dalem dari Giri Kedaton pun memperlihatkan keberpihakan pada Faksi Sunan Kalijaga dan Jaka Tingkir, dimana isinya sangat jauh berbeda dengan kitab-kitab karya Wali 41 Purwadi. Babad Tahah Jawa: Menelusuri Kejayaan Kehidupan Jawa Kuno.Yogyakarta: Panji Pustaka,2010,hal.213 42 Niels Mulder. Agama, Hidup Sehari-hari dan Perubahan Budaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999,hal.43 43 Wawancara dengan Prof.Dr.Budi Sulistiono. 10 Juli 2015 19 Songo generasi sebelumnya seperti Sunan Bonang yang masih menjelaskan ajaran Islam yang murni. Hal itu dibuktikan dengan ajaran Suluk Wujil karya Sunan Bonang yang berkutat dalam dimensi eksoteris atau kulit agama, “hendaknya kalian tahu arti hidup yang sebenarnya. Ibarat sangkar, hendaknya kau mengetahui burung apa yang ada di dalamnya. Salah jika dirimu tidak mengetahuinya. Jika kamu ingin tahu, perbaikilah ragamu, tunggulah di tempat sepi”. Sunan Bonang hendak menegaskan bahwa arti hidup sejati adalah kepekaan terhadap lingkungan serta keseimbangan antara perbaikan raga melalui pengamalan syariat dengan penyucian jiwa melalui meditasi dan kontemplasi di tempat yang sepi uzlah 44 . Segala usaha Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak kerap di halangi oleh Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggono. Jaka Tingkir juga mendapat dukungan dari para tetua Demak, yaitu Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi. Akhirnya dengan Persekutuan antara Jaka Tingkir, Ki Ageng Pamanahan, dan Raden Sutawijaya Putra Ki Ageng Pamanahan, maka Arya Panangsang Dikalahkan 45 . Arya Penangsang tewas akibat tusukan tombak Kanjeng Kiai Pleret milik Sutawijaya yang langsung menggores perutnya seiring cepatnya Gagak Rimang kuda kesayangan Arya Pneangsang berlari, sobekan panjang pada lambung kanan pun seketika terlihat menganga dan menghantarkannya pada kematian. Jaka Tingkir kemudian sebagai penerus Demak yang kemudian memindahkan kekuasaanya ke Pajang 46 . Menurut Sutiyono, Perang Suksesi Tahta Demak jelas membuktikan bahwa ada nuansa penyingkiran terhadap mereka yang teralu menekankan praktik ketat syariat Islam dalam dakwahnya. 44 Hasanu Simon. Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam mengislamkan tanah Jawa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004,hal.61 45 Nassirun Purwokartun. Penangsang: Tarian Rembulan Luka. Jakarta : Metamind-Tiga Serangkai,2013,hal.132 46 Ahwan Mukarrom. Kerajaan-Kerajaan Islam Indonesia. Surabaya : Jauhar, 2010, hal. 34. 20 Arya Penangsang mengamini metode dakwah yang demikian karena ia adalah murid Sunan Kudus. Adapun Jaka Tingkir didukung oleh Sunan Kalijaga yang mendukung cara dakwah yang lebih menekankan aspek budaya dan kearifan lokal khas Jawa. Akhirnya Arya Penangsang yang memilih jalan konservatif pun menjadi pihak yang tereliminasi oleh Jaka Tingkir dan Sunan Kalijaga 47 . Runtuhnya Kerajaan Demak tak berbeda dengan akhir kerajaan Majapahit. Peristiwa gugurnya tokoh-tokoh penting Demak saat menyerang Blambangan yang eks-Majapahit, dan rongrongan dari dalam Demak sendiri membuat kerajaan makin lemah dan akhirnya runtuh dengan sendirinya. Sebuah pelajaran dari sejarah bahwa cerai-berai dari dalam akan membahayakan kesatuan dan persatuan. Penyebab lain kehancuran Demak adalah karena petingginya lebih dekat dengan orang Cina daripada dengan Pribumi. Raden Patah alias Jin Bun adalah keturunan Brawijaya V penguasa terakhir Majapahit dari Ibu yang berdarah China. Maka mungkin Jin Bun merasa sebangsa dengan China, itulah sebabnya Jin Bun dalam Sikapnya sering memberikan banyak konsesi kepada para pedagang China yang tinggal di pelabuhan-pelabuhan 48 . Akan tetapi kekuatan orang China sangatlah sedikit seandainya jika dibandingkan dengan Rakyat lokal Jawa. Demikianlah yang membuat kekuatan Demak tidak cukup memiliki taji, hal ini dapat merugikan Demak sendiri. Akibat kelalaian Jin Bun Merangkul Rakyat pedalaman, Demak akhirnya kehilangan simpati rakyat. Tenaga rakyat tidak dapat didayagunakan secara maksimal untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Setelah Demak hancur, orientasi Cina- Maritim pun bergeser menjadi Pribumi-Agraris 49 . 47 Sutiyono. Benturan Budaya Islam: Puritan Sinkretis. Jakarta: Kompas,2010,hlm.82 48 Munawir Aziz. Cheng Ho : Antitesis Benturan Peradaban. Artikel di Koran Kompas, 17 Oktober 2010 49 Slamet Muljana. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Jogjakarta : LKis, 2009, hal 239. 21 Dampak di Masa depan, akan sangat fatal. Keharmonisan hubungan antara Jawa-Cina retak seiring keruntuhan Demak. Orang-orang Cina yang sebagian besar mengandalkan aktivitas perdagangan maritim kemudian menunjukkan perubahan haluan kesetiaan. Sikap Jaka Tingkir sebagai Penerus Demak yang dianggap tidak dapat lagi akomodatif terhadap kepentingan mereka, mengingat Jaka Tingkir adalah pribumi dan bukan seperti para Penguasa Demak yang berdarah Cina, menyebabkan bergesernya loyalitas Cina kepada VOC. Orang-orang Cina dalam perkembangan selanjutnya menjadi anak emas VOC karena dianggap dapat menopang stabilitas perekonomian Hindia Belanda 50 50 M.C. Ricklefs. The crisis of 1740–1 in Java: the Javanese, Chinese, Madurese and Dutch, and the Fall of the Court of Kartasura. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 139 23,pp.268–290. 22 22

BAB III BIOGRAFI JAKA TINGKIR

A. Asal Usul dan Masa Muda Jaka Tingkir

Jaka Tingkir yang memiliki nama kecil Raden Mas Karebet merupakan Putra Ki Ageng Pengging, seorang keturunan Raja Majapahit yang menjadi tuan tanah feodal di wilayah Pengging, dekat Boyolali. Dikisahkan, bersamaan dengan digelarnya pertunjukan wayang beber, lahirlah putra dari Ki Ageng Pengging yang diiringi oleh hujan lebat, angin kencang dan sebuah pelangi. Jabang bayi itu begitu rupawan, wajahnya bersinar cerah menyiratkan kecemerlangan manusia yang luhur derajatnya. Begitulah kesan yang ditangkap oleh mata batin Ki Ageng Tingkir, saudara dari Ki Ageng Pengging, saat pertama kali menimang bayi yang diberi nama Mas Karebet tersebut 51 . Setelah Ayahnya meninggal dan Ibunya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula, maka sepeninggal orang tuanya Mas Karebet diasuh oleh seorang Janda bernama Nyi Ageng Tingkir yang tinggal di desa Tingkir, di lereng Gunung dekat Salatiga, karenanya dia dijuluki Jaka Tingkir pemuda dari Tingkir. Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang berani dan gemar bertapa. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Selo. Beliau adalah seorang ajengan yang kerap mempraktikkan laku Tasawuf. Ia dikenal oleh masyarakat Jawa sebagai orang yang bijak nan sakti mandraguna karena disebut-sebut memiliki 51 Wawan Susetya. Pajang. Jakarta : Diva Press,2011,hlm.5 23 kemampuan menangkap petir 52 . Jaka Tingkir kemudian dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi 53 . Peristiwa yang menyebabkan Kematian Ayah Jaka Tingkir dikarenakan sikapnya yang tak menunjukkan bahwa ia bersedia patuh kepada Sultan Demak. Berkali-kali ia diminta datang ke ibu kota untuk menghadap, tapi menolak-meskipun dengan halus. Akhirnya Sunan Kudus diutus untuk menemuinya. Ketika akhirnya Sunan Kudus sampai di Desa Pengging, dekat Boyolali dan menyatakan dirinya adalah pengirim pesan yang diutus oleh Sultan Demak, ia diterima sang Ki Ageng Pengging sendiri. Pertemuan terjadi di ruang tidur. Di sana tuan rumah terbaring sakit. Dengan suara ketus, Sunan Kudus mendesaknya untuk datang ke Demak . 54 Permintaan Sunan Kudus ini, sebenarnya tidak menyiratkan dengan jelas apakah ini termasuk idiom agama sehubungan dengan peran beliau sebagai penegak syiar Islam, malah tampak lebih jelas idiom politiknya, yang penting: Ki Ageng Pengging harus setia pada Demak. Tapi Ki Ageng Pengging menolak, Sunan Kudus pun membunuhnya guna mengembalikan marka-marka kepastian menegakkan otoritas 55 . Sunan Kudus kemudian keluar dari rumah Ki Ageng Pengging dengan langkah tenang. Disambut oleh tujuh pengikutnya di ujung desa. Mereka berjalan pulang menuju ibukota Demak. Sementara itu istri Ki Ageng Pengging yang hendak menghidangkan jamuan makan, menjerit keras manakala melihat suaminya terbaring tak bernyawa di ruang tidur 56 . 52 Wedy Utomo. Ki Ageng Sela menangkap Petir. Surakarta : Yayasan Parikesit,1989,hal.20 53 Agus Wahyudi. Joko Tingkir : Berjuang Demi Taktha Pajang. Yogjakarta : Penerbit Narasi, 2009, hal 78. 54 Moelyono Sastronaryatmo. Babad Jaka Tingkir, Babad Pajang. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981,hal. 74 55 Gunawan Mohammad. Sirna. Catatan Pinggir Majalah Tempo. Minggu, 14 Juli 2013 56 Nur Said. Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Brilian Media Utama,2010,hal.24 24 Meski Pihak Demak yang bertanggung jawab atas kematian ayahnya namun Jaka Tingkir tetap ingin mengabdi ke ibukota Demak, karena prospek untuk mendapatkan masa depan yang cerah ada di sana. Jaka Tingkir pandai menarik simpati Sultan Trenggono sehingga ia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat lurah wiratamtama. Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir bertugas menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadung Awuk yang sombong dan suka pamer. Jaka Tingkir menguji kesaktiannya dan Dadung Awuk tewas. Akibatnya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak 57 . Jaka Tingkir yang telah dipecat, memutuskan untuk mengembara guna memperdalam ilmu bela diri. Jaka Tingkir menimba ilmu pula pada saudara seperguruan ayahnya, yakni Ki Ageng Banyubiru yang tinggal di daerah Sukoharjo. Berbulan-bulan Jaka Tingkir digembleng dengan Tapa Brata, Yoga dan Semedi, hingga Jaka Tingkir diberikan Ajian Lembu Sekilan oleh Ki Ageng Banyubiru, yang berguna untuk melindungi tubuh dari berbagai serangan musuh dalam batas satu jengkal jari satu jengkal jari dalam bahasa Jawa adalah sekilan. Setelah menamatkan pendidikannya, Jaka Tingkir memutuskan pulang ke rumah, namun ketika menyebrangi sungai Lusi 58 , ia diserang puluhan ekor buaya dan ribuan ekor ular berbisa yang semua dapat ia halau dengan ilmu bela dirinya. Setelah sampai di rumah, Jaka Tingkir mengingat pengalamannya dalam menghadapi binatang buas dan ia mendapat ide untuk memanfaatkan binatang buas sebagai alat dalam strateginya guna mendapatkan kembali pekerjaan lamanya. 59 57 W.I. Olthof. Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647. Jogjakarta : Narasi, 2007, hal 345. 58 Sungai Lusi adalah sebuah sungai yang melintas di tengah-tengah Kabupaten Grobogan dari timur mulai dari Bulu Kabupaten Rembang hingga bertemu dengan Kali Serang di Penawangan Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Sungai ini terletak di antara pegunungan Kapur Utara dan pegunungan Kendeng. 59 Erni Julia Kok. Membentuk Mentalitas Pemenang dengan Pendekatan Outcome Thinking dari Neuro Linguistic Programming. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,2010,hal.50 25 Suatu saat, Sultan Trenggono sekeluarga sedang berwisata ke Pegunungan. Jaka Tingkir mulai melaksanakan rencana yang telah ia susun dengan seksama. Ia melepas seekor kerbau besar yang sudah dimasukkan kumbang ke kupingnya. Kerbau itu mengamuk dan menyerang pesanggrahan Sultan di mana sesuai dugaan Jaka Tingkir, tidak ada prajurit yang mampu melukainya. Jaka Tingkir tampil menghadapi kerbau tersebut. Dengan kekuatannya, kerbau itu dengan mudah dijinakkan. Atas jasanya itu, Sultan Trenggono menjodohkan Jaka Tingkir dengan Putrinya, Ratu Mas Cempaka dan juga melantik Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang. Jaka Tingkir berusaha maksimal mengemban amanah itu dengan menjadi penguasa lokal yang bijak dan mentransformasi Pajang menjadi basis keislaman baru di tanah Jawa sesuai dengan kaedah yang ia dapatkan dari guru-gurunya, terutama Sunan Kalijaga. 60

B. Konflik dengan Arya Penangsang

Perang Suksesi Tahta Demak terjadi dipicu karena adanya rasa dendam berebut kekuasaan dari keturunan Pangeran Sekar Seda Lepen yang dibunuh oleh Sunan Prawoto Putera Sulung Sultan Trenggono ternyata meninggalkan duri dalam hati keturunan Pangeran Sekar Seda Lepen. Arya Penangsang merasa lebih berhak menduduki tahta kerajaan, sebab Arya Penangsang beranggapan bahwa yang menduduki kursi mahkota tersebut adalah ayahnya, bukan Sultan Trenggono karena Pangeran Sekar Seda Lepen adalah kakak dari Sultan Trenggono dan adik dari Patih Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang memerintah tahun 1518 – 1521. Atas dasar inilah Arya Penangsang berencana membunuh Pangeran Prawoto dan menduduki tahta Kerajaan Demak 61 60 Nancy K. Florida. Writing the Past, Inscribing the Futere History as Prophecy in Colonial Java. Jogjakarta : Bentang Budaya, 2003, hal. 259. 61 Daliman. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.Yogyakarta: Penerbit Ombak,2012,hal.138-140