Konflik dengan Arya Penangsang

28 Bayubiru selalu melindunginya, karena sudah matang dan sempurna menyatu dengan dirinya, maka mereka berempat pun gagal membunuh Jaka Tingkir 67 . Jaka Tingkir membalas perbuatan Arya Penangsang dengan mengirimkan surat tantangan sebagai langkah provokasi. Surat tantangan belum selesai dibaca, Arya Penangsang berang bukan kepalang. Kemurkaannya ditumpahkan dengan memukul piring tempat nasinya hingga terbelah menjadi dua. Tanpa memperhatikan nasihat Patih Matahun, Arya Penangsang segera naik ke punggung kuda Gagakrimang menuju Sungai Bengawan Solo. Ia tidak menyadari bahwa ia telah masuk dalam perangkap Jaka Tingkir 68 . Satu hal yang tidak diperhitungkan oleh Arya Penangsang bahwa disamping Jaka tingkir ada tiga orang murid Sunan Kalijaga yakni Pemanahan, Juru Mertani dan Panjawi, sedangkan disisi Arya Penangsang cuma ada satu yakni Sumangkar. Ibaratnya Jaka tingkir punya tiga Jenderal, tetapi Arya Penangsang cuma punya satu Jenderal 69 . Sesampainya di tepian timur sungai Bengawan Solo, Arya Penangsang berhenti sejenak untuk mengamati situasi sambil menanti kedatangan seluruh pasukaanya. Namun, Jaka Tingkir tidak ada disana, yang ada hanyalah sejumlah pasukan Pajang dibawah komando Sutawijaya, Putra Ki Ageng Pamanahan. Sutawijaya dan pasukannya melakukan provokasi dengan meneriakkan ejekan bahwa Arya Penangsang pengecut, penakut, banci, takut darah, tidak berani menyeberang sungai, tidak berani menghadapi prajurit mereka yang jumlahnya kecil, takut melawan Sutawijaya yang masih anak-anak dan ejekan pedas lainnya untuk memancing 67 Wawan Susetya. Karebet vs Penangsang : Perebutan Tahta pasca runtuhnya Majapahit. Jakarta : Imania,2011,hal.65 68 Adji, K. B. Achmad, S. W.. Sejarah Panjang Perang di Bumi Jawa dari Mataram Kuno Hingga Pasca Kemerdekaan RI. Yogyakarta: Araska,2014,hal.113 69 Purwadi Maharsi.Babad Demak: Perkembangan Agama Islam di Tanah Jawa. Jogjakarta: Tunas Harapan,2005,hal.220-223 29 kemarahan Arya Penangsang. Terjadilah pertempuran dahsyat, dimana Arya Penangsang menghembuskan nafas terakhir akibat kehabisan darah 70 . Sepeninggal Arya Penangsang, tahun 1568 Jaka Tingkir akhirnya mendapat restu dari Sunan Kudus untuk menjadi Sultan di Pajang yang kemudian menggunakan gelar Sultan Hadiwijaya dalam memerintah kesultanan Pajang. Sultan Hadiwijaya didampingi oleh permaisuri Ratu Mas Cempaka putri Sultan Trenggono selama memerintah Kerajaaan Pajang 71 . Sultan Hadiwijaya diangkat sebagai raja di Kerajaan Pajang, tidak lepas dari jasanya yang telah berhasil menyelesaikan konflik di Kerajaan Demak. Selain karena jasa telah menyelesaikan konflik di Kerajaan Demak, Jaka Tingkir diangkat menjadi raja Pajang karena merupakan keturunan dari keluarga Kerajaan Majapahit 72 . Keberhasilan Jaka Tingkir ini tak lain disebabkan karena Jaka Tingkir adalah sosok yang lihai dalam menjalin koneksi dengan banyak orang penting, seperti Sunan Kalijaga, Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati, lalu Ratu Kalinyamat, serta Ki Ageng Pamanahan dan Putra-putranya. Sebenarnya, Arya Penangsang lebih unggul selangkah untuk menjadi Raja, karena secara hierarki dia lebih berhak atas tahta dan ia juga memiliki kekuatan dalam bidang militer. Namun, semua keunggulan itu dapat dijungkirbalikkan dengan kecerdasan strategi Jaka Tingkir yang mampu membuatnya menjadi tumpuan harapan Wali Songo dan tokoh tokoh penting lainnya serta kelihaiannya yang mampu menjebak Arya Penangsang hingga tewas terbunuh, sehingga menghindarkan resiko perang terbuka dalam skala besar yang akan memakan banyak korban jiwa. 70 Nurhamid, A. 2009. Arya Penangsang Gugur : Antara Hak dan Pulung Kraton Demak Bintara. Dinamika Bahasa Budaya Vol.3, N 106 o. 2. 71 Adji, K. B. Achmad, S. W. Sejarah Raja-Raja Jawa Dari Mataram Kuno Hingga Mataram Islam. Yogyakarta: Araska,2014,hal.225 72 Abimanyu, S. Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli. Jogjakarta: Laksana,2013,hal.246 30 30 BAB IV TRANSISI DARI DEMAK KE PAJANG

A. Berdirinya Kesultanan Pajang

Kesultanan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kesultanan Demak. Jaka Tingkir mewarisi tahta Demak dikarenakan faktor politik yang dimiliki serta berdasarkan garis keturunan yang masih memiliki darah Raja Majapahit. Disamping itu Jaka Tingkir juga merupakan menantu dari Sultan Trenggana, Sultan Demak ke-3. Kompleks keraton, yang sekarang telah dipugar, berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo 73 . Di zaman Jaka Tingkir memerintah Pajang, yaitu pada tahun 1578 seorang pemberontak bernama Wargautama dikalahkan oleh pasukan kerajaan Pajang dari pusat. Berita dari Babad Banyumas ini menunjukkan masih kuatnya Pajang menjelang akhir pemerintahan Jaka Tingkir, Kekuasaan Pajang ke Timur meliputi wilayah Madiun. Ada dugaan bahwa Jaka Tingkir sebgai raja Islam berhasil dalam diplomasinya sehingga pada tahun 1581, disebutkan pula bahwa Arosbaya Madura Barat pun mengakui kekuasaan Jaka Tingkir 74 . Adapun hubungan dengan Tanah Pasundan di belahan Barat Pulau Jawa, terjadi Perubahan penting seperti yang diberitakan dalam Kronik Klenteng Talang yang mencatat perkataan Fatahilah, bekas panglima Demak, yang kemudian menggantikan Sunan Gunung Jati sebagai Penguasa Kesultanan Cirebon. Isi beritanya adalah sebagai berikut : “Panglima tentara 73 Babad Majapahit dan Para Wali Jilid 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1989, hal. 35 74 Purwadi. Kraton Pajang Titik Temu Dinasti Besar Kerajaan Jawa Yang Menempuh Jalan Spiritual Intelektual Sosial dan Kultural. Jakarta : Panji Pustaka,2008,hal.73 31 Demak sangat kecewa mendengar pembunuhan-pembunuhan di kalangan para keturunan Raden Patah di Demak. Dia tidak pula mau tunduk kepada Sultan Pajang.” 75 Untungnya, Fatahillah hanya memerintah Cirebon selama 2 tahun, karena ia meninggal dunia. Panembahan Ratu naik sebagai Penguasa Cirebon. Jaka Tingkir memposisikan Kerajaan Pajang sebagai pusat pendidikan untuk menimba ilmu agama, pemerintahan maupun ilmu perang. Para Bangsawan yang pernah menimba ilmu di Pajang diantaranya adalah Putra Mahkota Kerajaan Sumedang, Pangeran Angkawijaya kelak dikenal sebagai Prabu Geusan Ulun. Panembahan Ratu pun pernah dititipkan oleh Mendiang Sunan Gunung Jati untuk berguru pada Jaka Tingkir di Keraton Pajang dan berteman dengan Raden Angkawijaya. Bahkan Penembahan Ratu dinikahkan juga dengan Putri Jaka Tingkir, Rara Pajang 76 . Langkah ini membuktikan bahwa Jaka Tingkir adalah seorang Kampiun Perdamaian, yang berkeinginan mendinginkan panasnya api persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan suku Jawa yang bibitnya telah ditabur sejak zaman Majapahit dan Pajajaran. Bisa dikatakan pula bahwasanya ikatan Sumedang- Cirebon-Pajang yang dibangun lewat hubungan guru-murid-saudara seperguruan, adalah prestasi terbesar Jaka Tingkir sebagai Raja Pajang dalam arena diplomasi regional yang bahkan tak bisa dilakukan oleh para penguasa Demak. Selain itu, Jaka Tingkir juga membalas budi kepada Sutawijaya yang telah berhasil membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya dan ayahnya, Ki Ageng Pamanahan diberi hadiah tanah mentaok yang sekarang berlokasi di sekitar Kotagede, inilah cikal bakal dari Kesultanan Islam terkuat di Tanah Jawa, yaitu Mataram 77 . 75 Mark Woodward, Islam jawa : Kesolehan Normatif Versus Kebatinan, Yogyajakarta, LKIS, 1999 hal. 148 76 Ajid Thohir. Sumedang Puseur Budaya Sunda Kajian Sejarah Lokal. Ciamis : Galuh Nurani,2013,hal.23 77 Haryono Baskoro Sudomo Sunarto. Catatan Perjalanan Keistimewaan Yogyakarta : Menurut Sejarah,Mencermati Perubahan, Menggagas Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 5 32 Sebagai Murid dari salah satu anggota Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga. Jaka Tingkir merasa berkewajiban melanjutkan dakwah sesuai dengan cara yang pernah dipergunakan oleh sang guru. Sunan Kalijaga selama ini telah merancang proyek kebudayaan Islam lokal dalam rangka menyebarkan nilai-nilai religius yang senafas dengan tradisi Jawa pengadatan Jowo melalui proses asimilasi dan akulturasi yang panjang. Sunan Kalijaga terkenal sebagai seorang pujangga yang berinisiatif menciptakan karangan cerita-cerita pewayangan yang kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab cerita wayang yang sampai sekarang masih ada. Cerita-cerita itu masih berbentuk cerita menurut kepercayaan Hindu Jawa dengan corak kehidupannya yang ada, tetapi sudah dimasuki unsur-unsur ajaran Islam sebanyak mungkin 78 . Hal semacam inilah yang ingin dilanjutkan oleh Jaka Tingkir dengan Kerajaan Pajang sebagai Laboratorium Dakwahnya. Tokoh lain selain Sunan Kalijaga yang ajarannya dijadikan panutan oleh Jaka Tingkir dalam perkembangan Dakwah Islamiyah pada masa Kesultanan Pajang, adalah Malang Sumirang. Saking kuat pengaruhnya, namanya diabadikan dengan tinta emas di dalam Babad Jaka Tingkir 79 . Malang Sumirang kadang tidak sepaham dengan Dewan Wali Songo, ia pernah berkata “tanpa melihat besar atau kecilnya dosa dan kesalahan, namun langsung mencap buruk terhadap suatu ajaran, cara pandang seperti ini tidaklah tepat dan benar” 80 . Statement Malang Sumirang menunjukkan realitas sejarah di mana Dewan Wali Songo tak menyetujui cara dakwah Malang Sumirang yang menekankan aspek Tasawuf Ahlaki. Dalam rangka menangkal stigma tersebut, Malang Sumirang menjelaskan bahwa Tasawuf yang ia anut tidak menentang Syariat Islam tetapi justru memperdalam penghayatan dalam beragama. Malang Sumirang juga berkata, “Orang yang sudah memahami hakikat dirinya sendiri, sembahyangnya tidak akan melihat waktu, 78 Imron Abu Amar. Sunan Kalijaga Kadilangu Demak. Kudus: Menara Kudus, 1992, hlm. 10. 79 Alwi Shihab , Islam Sufistik dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia Bandung, Mizan,2002 hal. 46 80 .Agus Suyot o.suluk M alang Sumirang.yogyakart a:LKIS,20140,hal210 33 ibarat air mengalir; berdoa selalu siang malam tanpa henti. Memuji Allah kapan saja dan dimana saja”. Bagi Malang Sumirang, shalat yang merupakan representasi syariat merupakan ritual yang penting namun seharusnya tak terbatasi oleh lima waktu saja. Allah dapat dan harus senantiasa diingat di dalam hati setiap saat dan dimana pun. Dalam Babad Jaka Tingkir, di pupuh ke XXII, untaian tembang Mijil, dituliskan dengan nada memuji bahwa Malang Sumirang ikhlas menerima usulan Sunan Bonang yang menghendaki dirinya menjalani hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup di ‘tumangan’ api unggun 81 . Hukuman mati terhadap Malang Sumirang membuktikan bahwa situasi ketika itu tidak memungkinkan seseorang mengambil sikap bersebrangan dengan cara, pemikiran maupun pemahaman keagamaan yang diikuti oleh penguasa, alhasil kekuasaan dari pemegang otoritas untuk melakukan interpretasi dalam bidang agama bertindak dengan memberangus tubuh siapapun yang menurut mereka mencoba menafsirkan agama sesuka hatinya. 82 Jaka Tingkir juga merekrut seorang pujangga besar bernama Pangeran Karanggayam, penulis karya filosofis berjudul Serat Nitisruti yang berisi ajaran moral dan mistisme Islam Jawa. Salah satu ungkapannya yang merepresentasikan struktur nalar mistik adalah, “bersumpahlah atas nama mati dan mempraktikkan cara bertapa ala leluhur. Tak henti melihat segala hal di muka bumi. Langit seisinya semuanya adalah hamba Allah. Teks ini dapat ditafsirkan sebagai hasrat untuk menjauhkan kebutuhan-kebutuhan duniawi. Kebutuhan utama adalah menghadirkan Allah di dalam jiwanya. Apabila Allah sudah hadir dalam jiwa manusia, secara otomatis kebutuhan apapun sudah tercukupi, manusia tidak akan menjadi serakah dan haus akan harta benda maupun kekuasaan yang dapat merugikan orang lain 83 . 81 Moelyono Sastronaryatmo. Babad Jaka Tingkir – Babad Pajang, Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1981, hal. 5 82 Hariwijaya. Islam Kejawen. Jogjakarta : Gelombang Pasang, 2006, hal. 203. 83 Rahmat Subagyo. Agama Asli Indonesia. Jakarta : Sinar Harapan,1981, hal.293.